Menikmati Rumah….

Beberapa hari lalu, saya mendapat kiriman foto-foto rumah kami yang di Palembang dari mbak yang menjaga rumah di sana. Memang setiap minggu si mbak rutin mengirimkan foto dan video rumah Palembang supaya meski saya jauh, tapi masih bisa mengontrol perawatannya.

Biasanya, kalau melihat foto-foto rumah Palembang, akan terbit rasa rindu di dalam hati terhadap rumah yang sudah sekian tahun tidak lagi kami diami itu. Namun entah kenapa, kali ini rasanya sedikit berbeda. Rindu dan kangen tetap ada, tapi kali ini bercampur juga dengan perasaan yang terasa asing bagi saya.

Perasaan yang mengandung pertanyaan, “Have I ever really lived there?

I mean, yah memang tentu saja saya tahu bahwa saya pernah tinggal sekian tahun di rumah itu, tapi pertanyaannya adalah, apakah saya pernah benar-benar hidup di situ?

Aneh kan?

Saya tinggal di rumah itu selama 7 tahun dan tentu saja saya belum (dan tak akan pernah!) melupakan masa-masa yang kami lalui di rumah itu. Saya juga bisa memastikan bahwa selama tinggal di situ, kami merasakan kenyamanan sebagaimana seharusnya sebuah rumah….

Lalu kenapa pertanyaan di atas bisa terbit dalam hati saya?

Saya lalu mengingat masa-masa kami tinggal di apartemen dan saya semakin merasa aneh…. We only lived in that apartment for 7 months, but strangely, I felt like we were more alive in that apartment than in our house in Palembang.

Why???

Saya kemudian membandingkan kembali dengan perasaan saya akan kehidupan kami di rumah ini di mana saya tidak perlu lagi mempertanyakan apa-apa, karena saya memang benar-benar merasakan kehidupan di rumah ini.

Saya lalu berpikir, apa karena kami sudah terlalu lama meninggalkan rumah Palembang ya makanya perasaannya menjadi seperti ini? Tapi masa iya, sih, cuma karena itu? Lebih lama mana meninggalkan rumah Palembang atau rumah Manado? Jauh lebih lama rumah Manado kan? Sudah belasan tahun malah dan sampai sekarang saya masih bisa merasakan bagaimana kehidupan saya dulu di rumah orangtua saya itu.

Yang saya rasakan itu kemudian membuat saya menjadi sedih, karena saya sangat sayang dengan rumah Palembang. Saking sayangnya kan makanya sampai dapurnya saja pun berwarna kesukaan saya. Kenapa kok jadi begini perasaan terhadap rumah itu? Huhuhuhu…sedih rasanya…..

Saat ngobrol dengan suami, saya pun menceritakan apa yang saya rasakan soal rumah Palembang, yang mana puji Tuhan, suami tidak pakai acara bingung seperti saya. Sebaliknya, si bapak bisa langsung menjabarkan alasannya apa dan kenapa.

Kalau menurut suami, alasan yang membuat saya merasa seperti itu ada tiga.

Alasan pertama, karena selama 7 tahun tinggal di situ saya sering sibuk. Ya sibuk keluar rumah, ya sibuk mengurus rumah. Saking sibuknya, saya hanya punya waktu yang sedikit saja untuk menikmati kenyamanan yang kami siapkan di rumah itu. Ada, tapi sedikit. Bila diingat memang, 7 tahun tinggal di rumah itu, 5 tahunnya saya lewati dengan status sebagai ibu bekerja yang tidak selalu punya ART sehingga to juggle home and work was a constant part in my normal days. Setiap hari bangun jam 3 pagi dan lalu sibuk terus sampai tiba waktunya tidur malam, kejar-kejaran dengan waktu untuk bekerja, antar jemput anak, sambil juga mengurus rumah dan anak-anak. Tak cukup itu, suami pun sering ditugaskan di tempat yang jauh, sehingga lengkap sudah, saya menjadi single fighter dengan kondisi anak-anak yang saat itu masih kecil-kecil. Tak heran, kalau kemudian setiap kali mengingat rumah itu, yang lebih banyak teringat ya sibuk-sibuknya itu…hehehehe….. Giliran saya sudah bisa lebih santai karena telah memutuskan untuk mengambil cuti tanpa tanggungan, eh waktu libur lebih banyak kami habiskan di tempat tugas suami dan malah tak lama kemudian pandemi datang yang memaksa kami untuk pindah ke sini 😅.

Alasan kedua, adalah kondisi LDR yang saya sebutkan di atas yang membuat kami sedikit sekali menikmati rumah itu bersama-sama. Dalam kondisi sendiri saja sudah jarang kan menikmati rumah itu, apalagi bersama-sama 😅. Ditambah pula, ketika kami sedang berkumpul that mostly happened on weekend, kami lebih sering menghabiskan kebersamaan kami dengan berjalan-jalan di luar rumah. Akibatnya, kenangan kebersamaan kami lebih banyak terjadi di luar rumah dibanding di dalam rumah.

Alasan ketiga, adalah karena saat itu, saya sangat terpengaruh dengan segala macam estetika yang saya lihat di Instagram dan Pinterest. Padahal rumah kami sudah cukup nyaman, tapi bukannya menikmati kenyamanan yang memang sudah ada, saya malah lebih sering mencari apa lagi yang kurang, apa lagi yang perlu ditambah, apa lagi yang perlu diperbaiki 😅. Duh, malu sebenarnya menulis alasan yang terakhir ini. Tapi ini adalah kenyataan, jadi yah harus jujur apa adanya.

Terhadap alasan-alasan itu, saya pun cuma manggut-manggut, karena bila dipikir-pikir, ya memang benar semua sih.

Sewaktu tinggal di apartemen, bisa dibilang kami bersama-sama 24/7 berhubung waktu itu lagi pandemi sehingga semua apa-apa serba from home. Kami hampir tak pernah keluar dan kesibukan dalam apartemen juga sangat minim, sehingga waktu untuk bersantai bersama-sama tersedia sangat banyak. Dalam waktu 7 bulan, ada banyak sekali kenangan yang kami torehkan bersama-sama di situ. Kondisi di apartemen juga serba terbatas, tapi keterbatasan untuk keluar apartemen ditambah mindset bahwa kami di situ hanya sebentar saja, membuat saya memilih untuk menerima keterbatasan itu dan bukannya berusaha memperbaiki atau menambahkan. Akibatnya, saya justru jadi menikmati setiap sudut apartemen itu, apa adanya. Tak heran, kalau kemudian sampai sekarang pun, setiap mengingat apartemen itu, yang saya rasakan adalah perasaan rileks dan bahagia. Tak hanya saya, tapi suami dan anak-anak pun merasakan hal yang sama. Kondisi di apartemen sebenarnya banyak kurangnya, tapi setiap ingat apartemen, yang diingat adalah masa-masa bahagianya saja 😍.

Hal yang sama kami rasakan terhadap rumah ini. Meski di sini kesibukan bertambah dibanding waktu masih di apartemen, karena ukuran rumah yang lebih besar dan aktivitas ke luar rumah juga sudah normal, tapi di sini saya tetap punya waktu setiap hari untuk bersantai dan menikmati rumah ini. Selama di sini, meski tak punya ART, saya tak pernah sesibuk seperti waktu di Palembang….

Karena saya sudah tidak bekerja kantoran lagi….hehehehe….

Leyeh-leyeh bersantai di ruang keluarga yang nyaman? Oh tentu waktunya ada untuk saya setiap hari. Bukan berarti jadi bawaannya malas-malasan sih, badan saya mah tidak bisa kalau tidak aktif, bisa-bisa migrennya kambuh 😅. Namun sesibuk-sibuknya, tetap saja jauh berkurang intensitasnya dibanding waktu masih di Palembang. Selain karena saya tidak bekerja kantoran lagi, kami tidak LDR-an lagi sehingga urusan rumah bisa di-handle bersama, anak-anak juga sudah besar-besar sehingga ada hal-hal yang dulu bagi saya wajib sekarang sudah bisa lebih santai. Contohnya untuk urusan makan. Kalau dulu keukeuh harus selalu masak sendiri karena anak-anak seleranya masih terbatas dan badan mereka juga masih lebih ringkih. Tapi sekarang mereka sudah besar, selera sudah apa saja, dan badan juga sudah lebih strong, maka urusan makan pun bisa lebih bebas. Tetap diusahakan bisa masak sendiri, tapi kalaupun tidak sempat ya tidak apa-apa, ada GoFood, ada juga katering langganan yang selalu siap menerima pesanan 😁. Hidup di rumah ini lebih santai sehingga waktu untuk saya menikmati apa yang ada di sini juga lebih tersedia, baik sendiri maupun bersama-sama.

Nah, bagian bersama-sama itu yang amat penting. Memang faktor tidak LDR-an lagi itu berpengaruh sekali terhadap bawaan perasaan sehari-hari. Sesibuk-sibuknya, kalau di malam hari kami sudah berkumpul dan bersantai bersama, maka semua perasaan lelah sirna sudah. Bawaan hati menjadi santai dan ada kelegaan tersendiri, knowing that I have ‘my people’ around me, we’re all together, safe and happy in our home sweet home…. Puji Tuhan… Begitu banyak aktivitas yang kami lakukan yang membuat kami tak hanya menikmati kebersamaan namun juga rumah ini. Ya sekadar duduk-duduk ngobrol, leyeh-leyeh bersama sambil ngopi, makan semeja bersama pagi-siang-malam, beberes rumah sama-sama, berdoa bersama, family altarmovie night sampai lewat tengah malam, main, sampai ketiduran bareng di atas karpet di depan TV. Banyak dan sangat sering, hampir setiap hari kami bisa menikmati rumah ini, bersama-sama. Tak heran kalau kemudian saat lagi di luar lalu teringat rumah, maka yang diingat adalah perasaan nyaman dan santai….bukannya teringat kalau di rumah banyak pekerjaan menunggu 😜. Rumah ini, tak hanya tempat beristirahat dan menjadi pusat kegiatan ini-itu, tapi rumah ini juga adalah tempat kami untuk refreshing 😍.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap perasaan saya akan rumah ini, adalah berkaitan dengan alasan ketiga di atas. Sungguh sebenarnya bukannya karena ada alasan tertentu ketika saya memutuskan untuk berhenti follow dan meng-explore akun-akun yang berkaitan dengan home decor serta masak-memasak. Pada suatu waktu saya hanya merasa bosan saja melihat home decor dari akun satu ke akun lain yang yah itu-itu saja sebenarnya, isinya iklan semua. Begitu juga dengan akun masak-memasak. Sebenarnya bagus sih ya, membantu untuk memberi ide masak, tapi haduh makin ke sini makin banyak dan berjubel sampai bikin pusing. Indeed, too much of something is never a good thing. Mana kebanyakan isinya iklan yang fokusnya bukan ke masakan, tapi ke alat masaknya sehingga berpotensi membuat saya merasa memerlukan barang yang sebenarnya tidak saya butuhkan! 😅.

Anehnya, sejak pindah ke rumah ini saya pun menjadi semakin jarang post something about cooking and home decor ke akun media sosial saya. Kalau cooking and baking memang masih ada sih, tapi benar-benar hanya sesekali saja, kalau lagi iseng. Beda dengan dulu sewaktu masih di Palembang, itu akun masak memasak rajin sekali saya update 😁. Di sini saya tentu saja tetap masak dan baking, tapi yah enjoy the work saja. Kalaupun difoto lebih ke untuk dokumentasi pribadi saja, bukan untuk di-upload. Untuk home decor apalagi, benar-benar sudah amat sangat jarang, mengarah ke tak pernah di-post. Ini pun tanpa alasan sebenarnya, hanya tiba-tiba merasa tak ingin saja. Kami suka dan merasa nyaman dengan segala sesuatu yang ada di rumah ini, apalagi karena tanpa bersusah-susah, rumah ini kami terima dalam kondisi di dalamnya yang sudah estetik dan kami menerima apa adanya rumah ini. Adapun yang kami tambah, itu karena memang butuh bukan karena hasil pencarian, “Apa lagi yang masih kurang?” 😁

Puji Tuhan, seiring saya semakin jarang meng-update sosial media saya dengan hal-hal yang berbau masakan, kue-kue, serta dekorasi rumah, maka semakin sedikit pula akun-akun seperti itu yang seliweran di laman media sosial saya 😍. Senaaanggg karena semakin sedikit dilihat, semakin sedikit juga kejadian saya merasa memerlukan sesuatu yang sebenarnya tidak saya butuhkan atau membuat saya merasa masih kurang ini dan itu. Puji Tuhan, keputusan tanpa intensi apa-apa terhadap apa yang dilihat di media sosial itu, pada akhirnya menjadi berkat untuk saya yaitu bisa memiliki pikiran yang lebih sederhana. Nikmati saja apa yang ada. Itu sudah.

Jadi ternyata itu dia hal-hal yang bisa menjadi kunci sebuah rumah benar-benar bisa menjadi home sweet home ya. Sibuk boleh, tapi pintar-pintarlah mengatur waktu agar bisa bersantai di rumah sendiri. Menambah ini dan itu di rumah boleh-boleh saja tentu, tapi seharusnya karena berdasarkan kebutuhan aktivitas di dalam rumah, bukan karena melihat isi rumah orang lain.

Rumah, selain perlu dijaga kebersihan dan kerapiannya serta didekorasi sesuai selera, juga perlu dinikmati apa adanya. Apalagi kalau menikmatinya bersama orang terkasih, wah bahagianya. Yang terakhir ini, tentu saja hanya bisa terjadi kalau ada kasih sayang di antara orang-orang yang tinggal dalam rumah ya, kalau saling cuek kan tidak mungkin juga bisa menikmati apa-apa bersama 😁. Menjadi semakin komplit karena rumah ini juga dipakai untuk berdoa dan beribadah keluarga bersama. Yang satu ini nih yang juga kurang sewaktu kami di Palembang, yah karena kondisi LDR-an itu. Berdoa bersama dilakukan saat sedang bersama which is only on weekend. Sementara di rumah ini, kami setiap hari berdoa bersama dan rutin melakukan family altar yang kami yakini berpengaruh sekali terhadap aura nyaman penuh berkat di dalam rumah ini. Puji Tuhan 😍.

Saya bersyukur karena sudah curhat dengan suami tentang apa yang saya rasakan terhadap rumah Palembang dan kemudian menemukan jawabannya. Memang saya harus banyak-banyak bersyukur nih sama Tuhan karena menjadikan suami saya sebagai orang yang paling bisa memahami saya bahkan ketika saya pun sedang tidak mengerti diri saya sendiri 😁. Tadinya saya sempat galau karena merasa diri ini kok segitu amat? Mentang-mentang sudah tidak tinggal di situ lagi lalu kemudian merasa yang aneh-aneh. Ternyata memang ada alasannya. Bukan karena rumah itu kurang nyaman karena pada kenyataannya rumah itu amat sangat nyaman, tapi karena kondisi saat itu yang membuat kami kurang bisa menikmati kenyamanan yang ada di rumah itu. Jadi kalau sudah tahu begini, saya juga menjadi semakin paham bahwa untuk kedepannya, harus senantiasa ingat untuk menikmati rumah agar rumah kami dapat benar-benar menjadi tempat saya hidup, bukan hanya sekadar tempat tinggal 💝.

Buat yang membaca ini, selamat menikmati rumah kalian juga yaaaa! 😘

10 respons untuk ‘Menikmati Rumah….

Add yours

  1. ah ya ya, pantes. aku jg merasakan hal yg sama di rumah skrg. tp kebalikannya. kayak males deh nambah ini itu, krn tau hy sementara. pdhl pinginnnnn bgt dekor. tp menahan diri. wkwkwk

  2. thanks Kaka untuk sharingnya.. bener banget kebanyakan follow akun home decor dan masak2an. ujung2nya CO di toko oren atau hijau cuma nambah2 barang. dan juga cuma rajin screenshoot ressep, tapi ga pernah dipraktekin resepnyaa.. otak kepenuhan tapi aksi nya ga ada huhuhuhuhu.. thank you udah diremind lagi ya .. GBU Kak

    1. Hahahahaha…it happens to almost everyone, I think….Begitulah memang manusia, suka kelupaan, puji Tuhan suka diingatkan sama Tuhan biar gak keterusan yang gak bener. God bless you toooo 😘

Tinggalkan Balasan ke Allisa Krones Batalkan balasan

Blog di WordPress.com.

Atas ↑