Dua Minggu Bersama Covid-19

Semenjak pandemi merebak di negara ini hampir tiga tahun yang lalu, hal yang paling tidak ingin saya lakukan adalah menuliskan pengalaman kami terpapar Covid 19 di blog ini.

Namun kenyataan yang terjadi adalah pada akhirnya, waktu untuk itu datang juga.

Sebagai manusia yang percaya bahwa segala sesuatu terjadi atas seijin Tuhan, saya tak pernah menganut paham bahwa semua akan Covid pada waktunya. Karena itulah, dari sejak awal selain selalu berdoa untuk memohon agar Tuhan berkenan kami sehat, kami juga berusaha semampu kami untuk menjaga diri kami.

Kami mengubah kebiasaan kami yang sering keluar jalan-jalan menjadi jauh lebih sering berdiam di rumah. Semua urusan belanja diganti dengan sistem online. Kalaupun kami keluar, selalu dengan masker dan setiap mencari tempat makan selalu mencari yang sepi. Protokol kesehatan selalu ketat kami lakukan, ya masker, ya hand sanitizer every where every time, pulang langsung mandi, semua barang yang masuk ke dalam rumah selalu dibersihkan dengan alcohol wipes (terkecuali untuk bahan makanan mentah seperti sayur, buah, dan ikan-ikanan serta daging-dagingan of course), and so on. Kami juga tidak pernah bertemu, berkumpul, apalagi makan bersama orang yang tak serumah. Suami saya sampai hari ini masih membawa bekal yang saya siapkan ke kantor dan selalu menikmati bekalnya di mobil. Meskipun di kantor suami memiliki ruangan sendiri, namun karena pertimbangan kantornya menggunakan AC terpusat maka dia pun lebih memilih untuk makan di mobil saja. Berkali-kali suami saya harus rapat dengan mitra bisnis di resto dan hotel, baik di luar kota maupun di dalam kota, namun suami akan tetap makan bekal yang dibawa dari rumah, sendiri di dalam mobil. Begitu juga dengan si abang, setiap jam makan siang dia selalu mencari ruangan kosong di sekolahan agar dia tidak perlu makan di dekat orang lain. Satu-satunya yang makan bersama saat istirahat adalah si adek, tapi itu pun jarak dengan temannya masih cukup jauh dan antar meja diberi sekat.

Sejak pandemi terjadi, sudah tidak terhitung berapa kali sahabat dan kerabat mengajak kami bertemu, apalagi sewaktu mereka tahu kami sudah pindah ke sini. Tapi kami selalu menolak, karena belum nyaman rasanya berkumpul bersama orang yang tak serumah. Kalaupun ada kejadian satu dua kali, itu hanyalah dengan keluarga yang sangat dekat, seperti waktu orangtua saya dari Manado datang, waktu kakak ipar datang ke rumah, waktu kami pulang ke Medan (ketika ini pun kami selalu makan terpisah dari yang lain dan di rumah mertua kami selalu memakai masker), serta yang terakhir sewaktu adik saya datang ke rumah kami.

Iya, sebelum kami terkonfirmasi positif Covid 19, kami memang kedatangan tamu di rumah, yaitu adik saya. Sebelum ke rumah kami, adik saya menghadiri rapat instansinya di salah satu hotel di Cikarang. Rapatnya dimulai di hari Selasa dan berakhir di hari Kamis. Keesokan harinya, Jumat sore, adik saya ke rumah kami. Karena sudah sore dan suami juga belum pulang hingga malam, maka hari itu kami tidak kemana-mana. Sepanjang sore hingga malam, hanya kami habiskan dengan ngobrol serta nyanyi-nyanyi di rumah. Esoknya Sabtu, kami jalan-jalan seharian. Kami pulang sudah malam dan semua dalam kondisi sehat. Beberapa jam setelahnya, yaitu sekitar jam 2 dini hari, suami saya mengantarkan adik saya ke bandara untuk pulang ke Manado. Minggu pagi kami ke gereja lalu selesai gereja kami langsung pulang ke rumah tanpa singgah ke manapun. Sorenya si adek mulai merasa tidak enak badan, malamnya dia demam, tengah malam saya yang mulai meriang.

Esok paginya kami tes, dan ternyata saya dan si adek positif Covid.

Jujur, sewaktu dari awal curiga kami kena Covid, ada pikiran apa kenanya karena baru kedatangan adik saya di rumah ya? Atau apa kami terpaparnya saat lagi jalan-jalan di hari Sabtu itu?

Tapi adik saya tampaknya sehat-sehat saja dan saat jalan-jalan juga kami tidak ada kontak sama sekali dengan orang lain apalagi dengan yang tak bermasker. Memang betul kalau kami baru saja berkumpul bersama orang yang tidak serumah, yaitu adik saya itu, tapi insting saya seperti bilang kalau bukan itu penyebabnya.

Benar saja, setelah tahu kalau kami terkena, adik saya di Manado langsung tes, dan dia negatif. Itu berarti kami terpapar setelah berpisah dengan adik saya. Andai terjadi sebelum itu, dia juga pasti kena karena sebelum anak-anak tidur di Sabtu malam itu, dia berkali-kali memeluk dan mencium anak-anak. Sewaktu berpisah dengan saya di Minggu dini hari itu, kami juga saling pelukan dan cipika-cipiki.

Misteri dari mana kami terpapar kemudian terungkap setelah si adek bercerita kalau memang ada satu kejadian ketika dia berada di sekolah minggu, dia yang merasa bagian atas bibirnya basah, kemudian refleks membuka masker dan mengelap bibirnya tanpa membersihkan tangannya lebih dulu, padahal saat itu di dekat dia ada anak-anak yang tidak pakai masker 😥. Dari cerita adek itu, tahulah kami bahwa satu-satunya kemungkinan kami terpapar adalah dari kejadian itu.

Reaksinya cepat sekali ternyata ya. Pagi terpapar, sorenya langsung muncul gejala, malamnya langsung menularkan ke saya, dan esoknya menularkan lagi ke suami dan si abang.

Yupe, kami berempat, tanpa terkecuali, semuanya positif Covid 19.

Setelah semua usaha menjaga selama ini, ternyata lewat satu kelalaian kecil yang dilakukan anak kecil, kami diijinkan untuk terpapar sakit ini.

Kami percaya bahwa semua terjadi atas seijin Tuhan dan bahwa dalam segala kondisi Tuhan juga ada untuk menyertai dan menolong. Puji Tuhan itulah yang kami rasakan sejak dari awal kami tahu kami telah terpapar. Kami yang dari dulu begitu takut dengan sakit ini karena punya anak yang memiliki bawaan asma, ternyata begitu Tuhan ijinkan untuk mengalami sakit ini, Tuhan juga memperlengkapi kami dengan ketenangan, kesiapan, dan bahkan sukacita menjalani apa yang memang harus dijalani. Sebagaimana Tuhan menjaga kami tetap sehat selama tiga tahun pandemi ini berlangsung, begitu juga Tuhan tetap menjaga kami ketika kami kemudian terpapar.

Puji Tuhan, meski dengan status positif Covid, tapi kondisi kami semua stabil bahkan setelah dua hari kami merasa sehat-sehat saja. Untuk negatif saja yang butuh waktu, sampai dua minggu 😅.

Pengalaman selama dua minggu itulah yang ingin saya tuliskan di sini, supaya menjadi dokumentasi di situasi pandemi ini yang kelak akan kami kenang…

Supaya kami selalu mengingat bahwa penyertaan Tuhan itu nyata, di segala kondisi.

❤️❤️❤️❤️

Hari 1, Minggu 27 November 2022

Dini hari, sekitar pukul dua, suami pergi ke bandara untuk mengantarkan adik saya yang akan pulang ke Manado. Sekitar pukul tiga, suami sudah tiba kembali di rumah. Paginya, kami berangkat ke gereja untuk beribadah di jam 10.00. Dalam ibadah minggu itu, si adek mengikuti sekolah minggu sementara saya, suami, dan si abang mengikuti ibadah umum. Selesai gereja, kami langsung pulang ke rumah. Sejujurnya, pagi itu kami sudah ada perasaan yang, “Apa gak ibadah di rumah saja ya?”. Sebabnya saat itu kondisi kami lumayan lelah dan mengantuk, apalagi suami. Tapi karena berpikir kalau bisa ibadah di gereja ya mending ibadah di gereja, maka kami pun tetap berangkat ke gereja pagi itu.

Di rumah, selesai mandi, kami makan siang, seperti biasa, semeja bersama. Selesai makan siang, saya tidur siang, suami istirahat di ruang keluarga di bawah, sementara abang dan adek mengerjakan tugas mereka masing-masing.

Bangun dari tidur siang, saya merasa rongga mulut seperti kering, tapi tidak ada sakit tenggorokan. Begitu turun untuk mengambil minum, si adek juga mengeluhkan hal yang sama, mulutnya terasa kering. Waktu itu kami hanya berpikir kalau penyebabnya adalah karena udara yang kering dan gerah.

Sekitar jam 6 sore, si adek mengeluhkan kalau badannya terasa sangat lelah. Kami pun menyuruh dia untuk berhenti mengerjakan tugas-tugas Kumon dan lebih baik fokus di mempersiapkan peralatan buat sekolah.

Jam 7 malam, kami makan malam lalu dilanjut beres-beres dan bersiap untuk family altar di ruang keluarga atas. Saat akan berdoa, si adek mengeluhkan badannya terasa dingin. Begitu kami cek suhu tubuhnya, ternyata sudah di atas 38 derajat Celcius. Dia pun kami berikan tablet Panadol biru dosis penuh kemudian dia kami antar untuk tidur di kamar kami.

Sampai malam menjelang tidur itu, kondisi saya masih baik, rongga mulut yang kering hanya terasa samar, datang dan pergi. Kondisi suami dan si abang juga baik-baik saja. Hingga saat itu, tak ada sedikitpun kami terpikir bahwa kami terkena Covid. Pun ketika si adek yang sudah sempat tertidur kemudian terbangun lagi dan mengeluhkan kalau kaki dan tangannya terasa sangat panas, bahkan saking panasnya dia sampai tidak bisa merasakan tangannya lagi, kami masih berpikir kalau si adek demam seperti biasa saja. Si adek memang sudah biasa mengalami demam tinggi. Hampir setiap kali demam dia di atas 40 derajat Celcius, makanya meski kali ini agak beda karena yang benar-benar panas hanya di kaki dan tangan saja, tapi kami belum berpikir kemana-mana, apalagi kemudian perlahan-lahan Panadol mulai menunjukkan reaksinya sehingga demamnya di malam itu mulai turun sedikit demi sedikit.

Hari 2, Senin 28 November 2022

Lewat sedikit dari tengah malam, giliran saya yang mulai merasa meriang dan suhu tubuh naik. Begitu dicek, benar saja, suhu tubuh saya sudah 38,7 derajat Celcius.

Meski masih bingung dan tak percaya, namun saat itu kami sudah mulai curiga kalau saya dan si adek terkena Covid karena salah satu ciri yang paling gampang dilihat dari virus ini adalah kemampuan menularnya yang sangat cepat.

Saat itu juga kami langsung memutuskan untuk tes saja di pagi hari dan anak-anak lebih baik tidak ada yang sekolah. Mau beneran Covid atau tidak, pokoknya tak usah sekolah saja dulu.

Sekitar jam 6 pagi kami terbangun karena adek terbangun untuk pipis. Puji Tuhan demamnya saat itu sudah turun.

Tapi sebagai gantinya sekujur tubuhnya dipenuhi biduran.

🤦‍♀️🤦‍♀️🤦‍♀️🤦‍♀️

Saya yang sebenarnya masih agak loyo, melihat seluruh badan adek penuh biduran langsung otomatis bangun dan mengurusi si adek yang sekujur badannya terasa sangat gatal hingga bikin dia mau menangis.

Saya dan suami langsung memutuskan untuk bawa si adek ke dokter anak saja sehabis tes antigen nanti. Saya pun bikin janji dengan DSA via aplikasi My Siloam.

Sekitar jam 8, sehabis sarapan (yang semuanya disiapkan oleh suami), kami bertiga menuju ke Siloam untuk tes antigen. Kondisi saat itu si adek tidak demam lagi tapi suhu tubuhnya belum normal dan mulai ada pilek. Saya sendiri merasa suhu badan normal tapi badan seperti terasa lemah meski tak mau terlalu saya pikirkan karena lebih khawatir dengan kondisi si adek.

Tiba di drive-through antigen, kami daftar, lalu tes. Ini pengalaman pertama saya dan adek dites, tak menyangka pengalaman pertama karena memang sudah bergejala. Rasanya dites memang tidak enak, tapi syukur tidak sesakit yang kami bayangkan selama ini juga.

Adek, sewaktu dites. He tried to be brave even though he was really afraid

Setelah selesai tes, kami menunggu hasilnya di mobil. Si adek tidur di pelukan saya. Suhu tubuhnya stabil meski belum benar-benar normal. Bidurannya masih ada tapi sudah berkurang dan tidak begitu gatal lagi.

Lima belas menit setelah menunggu, hasilnya kami dapatkan. Saya dan si adek positif sementara suami negatif.

Perasaan kami saat itu?

Si adek merasa takut karena dia tahu apa risikonya terkena sakit ini untuk orang yang punya bawaan asma seperti dia. Hampir menangis lho dia waktu hasil positif itu kami dapatkan. Selain takut, dia juga merasa bersalah karena dia sadar bahwa kecolongannya kami ini adalah karena dia 😅. Nah, kalau si adek merasa takut, puji Tuhan saya sendiri dari sejak memutuskan untuk tes karena sudah curiga kami terkena Covid, justru merasa tenang dan siap menerima apapun itu hasil tesnya. Di dalam hati ini seperti sudah yakin bahwa meskipun kecurigaan saya benar, tapi semua akan baik-baik saja. Mengingat sebenarnya saya sangat takut dengan sakit ini terutama bila sudah menyangkut si adek (makanya kami berusaha sekuat yang kami bisa, termasuk menghilangkan rasa tidak enak ketika harus menolak ajakan teman dan kerabat untuk bertemu, demi bisa terhindar dari paparan virus ini), maka bersyukur sekali rasanya karena Tuhan tidak mengijinkan saya mengalami panik dan takut, sebaliknya Tuhan justru memberikan ketenangan yang luar biasa meskipun yang terkena adalah orang yang paling saya khawatirkan untuk terkena, yaitu si adek. Bersyukur juga karena saya tenang, maka saya juga bisa meyakinkan adek untuk percaya bahwa Tuhan pasti menolong sehingga kami, terutama dia, akan baik-baik saja. Saya bahkan dengan yakin bisa bilang ke si adek kalau paling sakit ini hanya sebentar saja dia rasakan. Puji Tuhan, rasa takut yang dirasakan oleh si adek tak perlu berlama-lama tinggal di hatinya, cukup sebentar saja dia pun bisa ikut merasa tenang dan yakin menjalani apa yang harus kami jalani ini.

Setelah menerima hasil, suami sempat berkonsultasi dengan DSA di Siloam supaya si adek bisa mendapatkan obat-obatan. Selagi suami konsul, saya dan si adek menunggu di mobil. Sementara menunggu itu juga saya berkonsultasi dengan dokter umum via HaloDoc supaya saya juga bisa mendapatkan obat-obatan.

Kondisi saya dan si adek puji Tuhan justru semakin baik saat itu. Suhu tubuh si adek semakin normal, bidurannya juga sudah hilang, sementara saya sendiri sudah tidak ada demam lagi dan hanya merasa sedikit lemah saja.

Setelah obat-obatan untuk si adek didapatkan, kami pun langsung pulang. Tiba di rumah, kami pada mandi lalu saya dan adek istirahat. O ya sebelum istirahat, saya melapor ke sekolah dulu tentang status positif kami supaya dari sekolah bisa membantu abang dan adek selama masa isolasi ini tetap bisa mengikuti pembelajaran di sekolah melalui online meeting di Teams.

Yang kami rasakan sepanjang hari ini tetap sama: demam sudah benar-benar hilang, namun badan terasa lemah dan batuk pilek sesekali mulai muncul. Si adek setelah istirahat siang, sorenya sudah mulai ceria dan malamnya mulai aktif walau matanya masih terlihat sedikit sayu.

Kondisi suami masih terlihat baik, walau mulai mengeluh tulang belakangnya terasa sakit. Abang juga baik, tapi ada bersin-bersin yang kalau menurut dia hanya karena alerginya saja. Ya sudah, saya pesankanlah abang obat Tremenza tablet dari K24.

Obat-obatan untuk adek:

  • Panadol Puyer 300mg, 4 x 1 bungkus
  • Cetirizine Puyer 7.5mg, 1 x 1 bungkus
  • Mucopect Tablet 30mg, 3 x 1/2 tablet
  • Vitamin Kalsium & D3 Nutrimax, 1 x 2 tablet
  • CDR, 1 x 1/2 tablet

Obat-obatan untuk saya:

  • Avigan 200mg, 2 x 8 tablet hari ke-1, 2 x 3 tablet hari ke-2 – hari ke-5
  • Zegavit, 2 x 1 tablet
  • Prove D3-5000 IU, 1 x 1 tablet
  • Prednicort 8mg, 2 x 0.5 tablet
  • Rhinos SR, 2 x 1 kapsul
  • Sistenol, 3 x 1 tablet

Dosis Avigannya lumayan bikin mencengangkan, yak? 😅

Terus terang saya kaget waktu pertama kali melihat dosis Avigan itu. Sempat ragu, ini dokter atau apoteknya apa tidak salah ya kasih dosisnya? Untuk memastikan, saya mencoba mencari catatan tentang dosis Avigan di Internet. Ternyata dosisnya memang demikianlah adanya, sekali minum delapan tablet sekaligus 😅. Ya sudah, tak mengapa deh menelan obat sekian biji sekaligus, yang penting virus ini segera hengkang dari badan saya 😁.

Oh ya, berhubung saya dan si adek positif Covid, maka kami langsung bikin policy agar semua harus selalu pakai masker di rumah agar virusnya tidak ping-pong (khusus untuk si adek, bisa tidak pakai masker kalau hanya di kamar berdua dengan saya, tapi kalau dia keluar kamar dia harus pakai masker juga). Ruangan tempat istirahat, makan, dan beraktivitas juga dipisah-pisah. Abang harus stay di dalam kamarnya baik untuk beraktivitas, beristirahat, maupun makan. Suami beraktivitas, beristirahat, makan, dan mandi di lantai bawah. Saya dan si adek? Oh, berhubung kami berdua sama-sama berstatus positif di waktu yang bersamaan, maka kami isolasi bersama dan dunia kami terbatas hanya di dalam kamar utama saja…hehehehe…. Bersyukur di rumah kami ini memiliki kamar mandi untuk setiap kamar, jadi suami dan si abang masing-masing bisa menggunakan kamar mandi yang berbeda dengan saya dan si adek. Meskipun saya isolasi bersama si adek, tapi saya juga selalu pakai masker, bahkan ketika tidur pun, supaya kalau-kalau seandainya si adek bisa pulih duluan, maka dia tidak perlu tertular lagi dari saya. Begitupun sebaliknya.

Sore-sore, saya sudah bangun dari tidur siang sementara si adek masih nyenyak tidur

Hari 3, Selasa 29 November 2022

Saya dan si adek pagi ini bangun dalam kondisi yang sudah lebih baik. Puji Tuhan, semalam kami berdua bisa tidur dengan sangat nyenyak. Pagi itu kami terbangun cukup siang, kira-kira sudah jam 7. Suami dan si abang sudah sarapan lebih dulu karena abang akan sekolah online. Sarapannya yang menyiapkan siapa? Tentu saja lagi-lagi suami. Inilah untungnya kalau selama ini setiap kondisinya memungkinkan kami selalu bekerja sama dalam segala sesuatu di rumah ya, jadi ketika seeperti sekarang saya sedang perlu beristirahat, suami bisa mengambil alih semua pekerjaan di rumah. Tak hanya urusan makanan, tapi juga bersih-bersih dan cuci baju, semua diurus sendiri oleh suami di hari itu.

Selesai sarapan, saya dan si adek berjemur dulu di luar mumpung cuaca sedang sangat cerah pagi itu.

Langitnya biruuuu
Cerah sekali sampai silau ya dek…hehehehe

Si adek sudah mulai lincah meski untuk sekolahnya kami putuskan untuk jangan dulu mengikuti sesi online supaya dia bisa beristirahat dengan benar. Suhu tubuh si adek yang semenjak kemarin harinya sudah normal, sepanjang hari itu juga tetap normal.

Saya sendiri juga sudah lebih baik. Badan terasa lebih kuat, meski jika banyak bergerak masih keluar keringat dingin. Selain itu yang saya rasakan adalah sakit pada paha sebelah kiri.

Saya dan si adek sudah lebih baik, namun ternyata giliran suami dan si abang yang mulai terlihat kepayahan. Bersin-bersin si abang tetap berlanjut meskipun sudah minum Tremenza dan bahkan mulai terdengar dia ada batuk-batuk serta mengeluh kepalanya sakit 😢. Suami juga begitu, sesekali mulai terdengar dia batuk.

Di situ langsung curiga deh kalau mereka berdua sudah positif juga. Sejak tahu saya dan si adek positif, sebagaimana yang saya cerita di atas, kami sudah langsung menjaga agar virusnya tidak menyebar. Namun  ternyata virusnya bergerak lebih cepat untuk hinggap di si abang dan suami.

Si abang, sampai Minggu malam memang masih kontak erat dengan si adek. Mereka berdua bahkan masih menggunakan gelas kumur yang sama ketika menggosok gigi sebelum tidur di hari Minggu malam itu. Di hari Senin ketika saya dan si adek dites, mungkin sebenarnya si abang sudah positif juga, makanya dia mulai bersin-bersin. Saya yakin, andai hari Senin itu abang ikut dites, pasti hasilnya juga positif.

Sementara suami, ada dua kemungkinan. Pertama, bisa jadi terpaparnya dari sejak Minggu malam di mana saat itu kami masih belum curiga sehingga saya, suami, dan si adek yang mengeluh sakit, masih tidur bersama di kamar utama dan tidak ada satupun dari kami yang memakai masker (namanya juga masih berpikir si adek demam biasa kaaannn). Suami baru memakai masker setelah lewat tengah malam saya ikut meriang dan langsung bilang ke suami kalau saya curiga kami sedang terkena Covid. Kemungkinan kedua, bisa jadi justru dari si abang karena di hari Senin pagi mereka berdua masih sarapan bersama di satu meja.

Sebagai tindak lanjut kecurigaan kami kalau mereka berdua juga sudah terpapar, mereka berdua pun pergi untuk tes secara drive-through di Siloam. Karena hari itu abang sebenarnya ada sesi online di sekolahnya, maka dia pun segera minta ijin dan mengabarkan kalau dia juga mulai merasa sakit.

Benar saja, begitu dites, mereka berdua juga positif.

Setelah tahu mereka berdua positif, saya pun langsung konsultasi lagi dengan dokter umum via HaloDoc agar mereka berdua bisa mendapatkan obat-obatan.

Bersyukurnya, di saat suami terkonfirmasi positif dan kondisi dia juga sudah butuh beristirahat, saya sendiri sudah mulai merasa kuat. Jadi kalau hari sebelumnya segala urusan rumah harus dikerjakan oleh suami seorang diri, maka di hari ini kami berdua sudah bisa berbagi tugas. Pelan-pelan saya sudah mulai bisa bahu-membahu dengan suami menyiapkan makanan untuk kami semua.

Bersyukur juga, meski memang badan mereka terasa agak lemah, namun secara umum kondisi suami dan si abang termasuk baik. Mereka berdua bahkan tidak mengalami demam sama sekali sepanjang hari itu. Mereka hanya butuh beristirahat dan minum obat.

Setelah istirahat siang, sorenya si abang bangun dengan kepala yang sudah ringan. Puji Tuhan Yesus. Sebelum-sebelumnya kalau abang demam, hampir tidak pernah sakit kepalanya hilang secepat ini. Biasanya intensitas sakitnya juga jauh lebih tinggi. Entah apakah ini karena abang yang sudah semakin besar ataukah karena faktor lain. Yang pasti kami bersryukur sekali karena abang tidak mengalami sakit kepala yang sehebat kalau dia sakit sebelum ini.

Di hari ini, malamnya hidung si adek sempat mampet sekali. Bersyukur ada K24 yang buka 24 jam sehingga meski sudah sangat malam (sekitar jam 10 malam), tapi saya masih bisa memesan semprotan hidung Sterimar buat si adek.

Obat-obatan untuk suami:

  • Avigan 200 mg, 2 x 8 tablet hari ke-1, 2 x 3 tablet hari ke-2 – hari ke-5
  • Prove D3-5000 IU, 1 x 1 tablet
  • Prednicort 8 mg, 2 x 1 tablet
  • Zegavit, 2 x 1 tablet
  • Sistenol, 3 x 1 tablet

Obat-obatan untuk si abang:

  • Prednicort 4 mg, 2 x 1 tablet
  • Prove D3-1000 IU, 2 x 1 tablet
  • Cefixime 100 mg, 2 x 1 kapsul
  • Halowell C 500 mg, 1 x 1 tablet
  • Sistenol, 3 x 1 tablet

Hari 4, Rabu 30 November 2022

Hari ini kondisi kami semua sudah lebih baik lagi. Yeayyy!!! Puji Tuhan! 😍

Si adek yang sejak bangun pagi mengaku sudah feels like normal, sudah mulai sekolah online di hari ini.

Sementara si abang, karena baru masuk hari kedua terkonfirmasi positif jadi masih kami suruh untuk istirahat saja dulu. Pagi hari si abang dan suami juga sempat berjemur di luar. Sayangnya pagi itu cuaca cukup berawan.

Selesai berjemur, mereka pulang, mandi, lalu istirahat lagi.

Err…. Tak benar-benar istirahat sih.

Suami tetap meeting sementara abang yang hari itu ijin dulu dari sesi online di sekolah, justru memilih istirahat sambil mengerjakan project game-nya 😅.

Meski batuk pilek yang kami alami tidak ada yang parah, bahkan bisa dibilang cenderung jauh lebih ringan dibanding bila the good old flu menyerang, tapi suara kami berempat berubah menjadi sengau. Untuk badan, puji Tuhan sudah jauh lebih kuat dibanding hari kemarin. Karena sudah kuat, di hari ini saya sudah bisa mulai menyelesaikan setrikaan yang mulai menggunung…hehehehehe….

Sepanjang hari ini puji Tuhan kondisi kami semua baik. Sakit belakang suami sudah jauh berkurang, sakit di paha kiri saya hampir tak terasa lagi, dan abang tidak lagi mengalami keluhan apapun. Gejala yang kami rasakan di hari ini hanyalah batuk dan pilek ringan saja.

Hari 5, Kamis 1 Desember 2022

Di hari ini, kami semua sudah merasa sehat. Saya dan si adek bahkan tidak mengalami pilek dan batuk sedikitpun lagi. Suara kami saja yang masih agak sengau. Andai yang kami alami ini adalah the good old flu, maka bisa dibilang kami sudah sembuh. Sayangnya ini adalah Covid, jadi kesembuhannya harus disahkan dengan hasil tes 😅.

Batuk pilek di rumah ini sesekali masih terdengar dari suami dan si abang, karena itu saya konsultasi lagi dengan dokter yang sama di HaloDoc supaya abang dan adek bisa mendapatkan obat khusus batuk dan pilek.

Meski kami semua sudah merasa sehat, tapi sampai hari ini aturan pakai masker serta tidur dan beraktivitas pisah-pisah ruangan tetap ditegakkan di rumah, supaya kalau ada yang memang sudah sehat jangan sampai tertular lagi dari yang lain 😅.

Mamanya yang tidur bareng dia harus pakai masker semalaman penuh 😅

Tambahan obat-obatan untuk suami:

  • Epexol 30 mg, 2 x 1 tablet
  • Prednicort 8 mg, 3 x 1 tablet
  • Rhinos SR, 2 x 1 kapsul

Tambahan obat-obatan untuk si abang:

  • Mucera 30 mg, 3 x 1 tablet
  • Rhinos SR, 2 x 1 kapsul

Karena Sistenol hasil resep sebelumnya juga mengandung obat untuk batuk, maka dengan obat-obatan baru ini, penggunaan Sistenol untuk abang dan suami dihentikan.

Hari 6, Jumat 2 Desember 2022

Kalau kemarin saja kami merasa sudah sehat, maka hari ini kami tentu merasa lebih sehat lagi. Suami malah sudah mulai berasa bosan karena seminggu ini kami hanya stay saja di dalam rumah…hehehehe… Si abang juga hari ini sedikit merasa sedih karena seharusnya hari ini sampai besok dia mengikuti Latihan Dasar Kepemimpinan OSIS 😥.

Di hari ini, obat-obatan si adek sudah habis sehingga yang dia konsumsi hanyalah vitamin kalsium dan CDR saja.

Keluhan-keluhan sudah hampir tidak ada. Abang tidak lagi mengalami batuk dan pilek sedikitpun, sementara suami sudah tidak mengalami pilek tapi masih ada batuk.

Di titik ini kami benar-benar berharap agar ketika kami dites hari Minggu nanti, kami semua sudah negatif.

Hari 7, Sabtu 3 Desember 2022

Sama seperti hari sebelumnya, hari ini kami merasa sudah sehat. Aktivitas benar-benar sudah bisa dilakukan dengan normal, tak ada keluhan sama sekali. Suara sengau pun sudah tidak ada lagi. Yang masih ada batuk hanya suami, tapi kalau suami memang dari dulu seperti itu. Sekali kena batuk, maka akan butuh waktu cukup lama untuk dia sebelum batuknya benar-benar hilang.

Di hari ini, Avigan saya sudah habis. Obat-obatan yang lain juga sudah habis, yang tertinggal hanya dua macam vitamin dan obat anti radang.

Setiap keluar dari kamarnya, dia harus pakai masker. Abang akhir-akhir ini lagi hobi main gitar, hasil belajar sendiri 🥰

Hari 8, Minggu 4 Desember 2022

Hari ini kami jadwalkan untuk tes ulang.

Pagi-pagi bangun, semangat ibadah dan perjamuan kudus online. Selesai ibadah, kami langsung menuju Siloam untuk tes lagi secara drive-through.

Satu per satu daftar.

Satu per satu dites.

Menunggu 15 menit.

Dan hasilnya kami semua masih positif…hikkksss…

Abang positifnya paling samar, disusul saya dan si adek, sementara suami masih sangat tegas.

Ya sudahlah, tak mengapa, mungkin Tuhan masih mau kami lebih banyak beristirahat, lepas dari rutinitas dan kesibukan hari-hari yang memang sering melelahkan.

Selesai tes, kami pulang. Di rumah pada mandi, beres-beres, lalu membahagiakan diri dengan pizza…hehehe… Siangnya kami semua tidur…pulaasss 😁. Sorenya saya kembali memberi kabar ke sekolah kalau sampai hari itu status kami masih positif semua, dari sekolah kembali memberi kebijakan sekolah online untuk abang dan adek dengan harapan sekolah adalah agar di hari Rabu kami bisa tes ulang supaya anak-anak sudah bisa sekolah onsite lagi di hari Kamis.

O ya, di hari ini Avigan suami juga habis. Sementara saya sendiri vitamin tinggal 1 macam. Yang obat-obatannya masih lumayan lengkap adalah si abang.

Sekitar jam 10 malam, selesai family altar kami tidur.

Dan semalaman tidur kami terganggu karena asma si adek kambuh.

😥😥😥😥

Untuk penanganan pertama, malam itu saya beri dia madu dan Cetirizine puyer. Walau tidak benar-benar mengatasi karena bunyi-bunyi napasnya masih terdengar cukup kuat, namun paling tidak, bisa membantu si adek untuk tidur….

Walau mamanya jelas tidak bisa tidur. Kalau sudah begini, naluri ibu adalah berjaga sepanjang malam.

Hari 9, Senin 5 Desember 2022

Pagi ini bangun dengan loyo karena malam sebelumnya hampir tak tidur. Hari ini kami putuskan abang saja yang sekolah online, si adek mau difokuskan di penanganan asmanya dulu.

Penanganan untuk si adek kami lakukan dengan cara yang alami, yaitu dengan berjemur serta diuap dengan air mendidih yang diteteskan minyak kayu putih.

Diuapnya sampai keringatnya keluar semua seperti ini

Puji Tuhan, setelah diuap selama lebih dari 30 menit sampai benar-benar berkeringat, napasnya mulai terdengar normal. Pagi sudah lebih baik, siangnya sudah benar-benar normal. Puji Tuhan Yesus.

Secara umum, kondisi kami semua baik. Benar-benar sudah terasa sehat. Lagi-lagi suami saja yang masih ada batuknya, pagi ini saya pesankan dia Tolak Angin Candy dari Klik Indomaret. Semoga bisa membantu batuk-batuknya.

Malam ini berharap bisa tidur nyenyak, namun ternyata napas adek bunyi lagi…..hikksss….. Meskipun kondisinya tidak separah malam sebelumnya, tapi tetap saja, naluri sebagai orangtua mengharuskan untuk berjaga semalaman.

Hari 10, Selasa 6 Desember 2022

Pagi ini bangun agak lemas karena lagi-lagi kurang tidur. Namun puji Tuhan, si adek bangun dalam kondisi yang sudah baik, napasnya sudah normal, sehingga kami memutuskan dia bisa sekolah online.

Sementara si abang, kondisinya sehat-sehat saja. Anak ini sudah tidak sabar untuk bisa kembali lagi ke sekolah, apalagi di hari Rabu dan Kamis besok di sekolahnya ada acara penggalangan dana untuk bencana Cianjur.

Abang, adek, dan saya sudah baik-baik saja, namun suami masih mengalami batuk-batuk yang membuat kami ragu untuk tes di esok hari.

Akhirnya setelah mempertimbangkan matang-matang, kami memutuskan untuk mengabari sekolah anak-anak bahwa kami akan tes kembali di hari Sabtu jadi mohon agar anak-anak diijinkan untuk tetap sekolah online sampai hari Jumat.

Anak-anak tentu kecewa ya, karena seperti yang saya bilang di atas, di hari Rabu dan Kamis di sekolahnya abang ada acara yang digelar oleh OSIS, sementara di sekolah adek juga ada acara Mission Service Learning pada hari Jumat di mana saya sebenarnya adalah panitia perwakilan orangtua murid juga…huhuhuhuhu…. Ya sudahlah, mau bagaimana lagi ya kan? Feeling saya dan suami kuat sekali bilang kalau ada di antara kami, terutama suami, yang masih positif. Daripada tes lagi dan lagi, mending sekalian saja di hari Sabtu nanti. Meski semua biaya tes dan pengobatan akan di-reimburse oleh kantor, tapi kan tetap ya, lebih baik efisiennya kalau sudah pasti negatif saja. Lagipula toh dari Peduli Lindungi juga mensyaratkan isolasi selama sepuluh hari.

Hari 11, Rabu 7 Desember 2022

Hari ini semua bangun dengan segar karena semua tidur dengan cukup. Kondisi badan semua sehat, suami juga sehat tapi ya masih ada batuk-batuk 🙄.

Di hari ini, ada feeling saya yang bilang kalau saya, si abang, dan si adek sudah negatif, makanya kalau hanya kami bertiga saja di lantai atas tanpa suami, kami tak memakai masker lagi. Ketika tidur malam pun, saya tak lagi memakai masker.

Entah benar atau tidak feeling saya itu, yang pasti rasanya ya begitu. Kalau hanya kami bertiga, tidak perlu lagi memakai masker.

O ya, di hari ini obat-obatan kami semua sudah habis. Yang tersisa hanya vitamin-vitamin saja.

Hari 12, Kamis 8 Desember 2022

Pagi ini bangun lebih segar lagi, karena semalaman tidur tidak pakai masker, nyamaaann…. 😁.

Hari ini semua sehat dan baik, kecuali batuk-batuk si bapak… Oalah paaakk…..lekas ilang to pak, batuk-batuknya…. Anak-anak juga merasa agak sedih karena tidak bisa ikut acara-acara penting di sekolah. O ya, di hari ini juga terjadi gempa yang terasa hingga di sekolah anak-anak sampai anak-anak di dalam kelas harus dievakuasi. Di rumah kami sendiri tidak terasa apa-apa, meski jaraknya tidak terlalu jauh dari sekolah si adek.

Hari ini juga adalah hari terakhir masa isolasi saya menurut aplikasi Peduli Lindungi.

Hari 13, Jumat 9 Desember 2022

Hari ini kami semua baik. Batuk-batuk suami masih ada tapi semakin berkurang dan feeling saya bilang kalau suami juga sudah negatif karena itu saya sudah cuek saja turun ke lantai bawah tanpa menggunakan masker 😁. Suami sendiri sebenarnya masih ragu karena dia masih suka batuk-batuk. Suami juga sempat menyatakan ke saya kekhawatirannya kalau bisa jadi pas dites besok dia ternyata masih positif. Tapi saya bilang, saya sendiri sudah yakin kalau dia sudah negatif. Dari mana saya bisa yakin? Saya percaya itu dari Tuhan yang menaruhkan rasa yakin itu di hati saya.

Sekolah anak-anak puji Tuhan juga lancar di hari itu, walau si adek sekolahnya hanya sebentar saja karena ada acara Mission Service Learning di sekolah yang mana selagi acara itu berlangsung, sesi online ditiadakan. Sedih sebenarnya tidak bisa ikut acara ini, apalagi karena saya juga sebenarnya panitia maka saya mendapat banyak kiriman foto di grup wali murid yang menjadi panitia. Melihat foto-foto berisi keseruan acara, di satu sisi senang karena acaranya berlangsung sangat baik, tapi di sisi lain juga sedih karena tidak mengikuti langsung.

Malam harinya kami berempat berkumpul di lantai atas. Saya dan suami menonton film sementara anak-anak bermain. Puji Tuhan bisa berkumpul lagi sama-sama seperti ini. Sebelum-sebelumnya selama dua minggu ini kami berkumpul bersama seperti ini hanya sebentar sekali untuk berdoa bersama sebelum tidur saja, puji Tuhan malam ini sudah bisa berlama-lama bersama walaupun untuk tidur masih seperti sebelumnya.

Hari ini juga adalah hari terakhir masa isolasi untuk suami dan si abang menurut aplikasi Peduli Lindungi.

Semangat tidur malam ini karena yakin besok akan ada kabar yang membahagiakan dan melegakan buat kami semua 🥰. O ya, aslinya foto-foto untuk post ini ada banyak sekali, tapi keseluruhan foto hanya saya tampilkan di private blog saja, untuk post di blog ini saya hanya memilih beberapa foto saja.

Hari 14, Sabtu 10 Desember 2022

Pagi ini bangun, lekas-lekas sarapan lalu pergi untuk tes secara drive-through di Siloam. Pendaftaran sudah saya lakukan lewat aplikasi My Siloam, jadi begitu tiba bisa langsung tes.

Satu per satu kami diambil sampelnya lalu kami menunggu hasil di mobil.

Lima belas menit kemudian suami turun untuk mengambil hasil dan hanya selang semenit kemudian dia kembali lagi dengan wajah yang sangat ceria, mengabarkan kalau kami semua sudah negatif.

Yeeeayyyy!!!!!

Puji Tuhan….Puji Tuhan Yesus. Akhirnyaaaaaa….resmi sudah kami semua sembuh 😍.

Selesai dari Siloam, kami langsung pulang lalu begitu tiba di rumah langsung dilanjut dengan bersih-bersih seluruh isi rumah. Mulai dari menyemprotkan disinfektan ke seluruh sudut rumah; mengganti sprei, handuk, sikat gigi; mengelap barang-barang di rumah dengan tissue alkohol; hingga kemudian menyapu dan mengepel. Bahagia rasanya karena baik kami dan juga rumah terasa benar-benar sudah clear dari segala macam virus dan penyakit. Puji Tuhan…

Selesai bersih-bersih rumah dan mandi, kami makan siang, lalu saya dan suami keluar untuk melihat beberapa barang di Informa terdekat. Sebenarnya memang sebelum kami terpapar Covid ini, kami sudah berencana untuk mendesain ulang kamar tidur dan kamar belajar anak-anak dan kami berharap pekerjaan mendesain ulang itu bisa selesai sebelum Natal, eh keburu Covid datang masuk ke rumah kami dan pekerjaan itu pun tertunda. Karena itulah begitu kami tahu kami sudah negatif, kami pun cepat-cepat mengambil langkah supaya harapan kami anak-anak bisa memiliki kamar tidur dan kamar belajar yang baru sebelum Natal bisa tercapai. Sejujurnya kami tidak tahu apakah akan sempat ataukah tidak. Kami serahkan saja semua pada Tuhan. Kami percaya Tuhan mengerti harapan kami sebagai orangtua dan kami juga yakin Tuhan mengerti kebutuhan anak-anak kami. Semuanya pasti akan Tuhan siapkan pada waktu yang tepat.

Mama-mama yang sungguh berharap rancangan desain ulang kamar untuk anak-anaknya yang sudah ada di kepala bisa benar-benar tereksekusi dengan baik 💗. O ya, sejak tahu saya terkena Covid, saya langsung berhenti menggunakan krim, bedak, dan make up lainnya… Bukan apa-apa sih, saya cuma tidak mau peralatan perawatan wajah dan make up saya tercemar…wkwkwkwkw…. Makanya di foto ini saya bahagia sekali, karena akhirnyaaaaa saya bisa bedakan lagiii!!! Yeayyy!!!!

Malamnya, kembali kami melakukan family altar yang membuat kami teringat pada malam di dua minggu yang lalu ketika Covid ternyata sudah membayangi saat kami melakukan family altar saat itu. Puji Tuhan, malam hari ini kami bisa family altar lagi dalam kondisi hati yang sudah lega dan badan yang sudah benar-benar sehat.

💗💗💗💗

Apapun yang diijinkan Tuhan terjadi dalam hidup kita, pasti tak pernah lepas dari rencana baik Tuhan. Kami juga meyakini hal itu.

Bersyukur, dari sejak awal sampai kemudian sembuh, kami diberi hati yang lega untuk menerima. Rasa tidak mengerti tentu ada. Kenapa orang lain yang sudah kemana-mana, bertemu dan makan bersama orang sana-sini, dan tetap aman-aman saja sementara kami yang sudah menjaga sedemikian rupa bisa terkena hanya karena kelalaian sederhana seorang anak kecil? Namun kami bersyukur Tuhan menolong agar ketidakmengertian itu tidak menjadi bahan sungut-sungut, sebaliknya Tuhan menaruhkan keyakinan di hati kami bahwa jika Tuhan mengijinkan, itu berarti memang Tuhan punya maksud baik untuk kami.

Bersyukur, selama dua minggu berstatus positif Covid, kami mendapat kesempatan untuk benar-benar beristirahat dari kesibukan rutinitas setiap hari. Bahagia juga rasanya melihat kami, terutama saya dan suami, yang setiap hari bisa bekerjasama dengan baik sehingga kami berdua masing-masing bisa mendapatkan istirahat yang kami perlu, dan di saat yang sama kebutuhan keluarga kami serta semua pekerjaan rumah bisa terkerjakan dengan baik.

Kami juga bersyukur, selama dua minggu Covid ‘tinggal’ bersama kami, kami semua tetap berada dalam kondisi yang stabil bahkan sehat. Apa yang paling kami takutkan soal sakit ini terutama terkait dengan si adek yang memiliki asma, sama sekali tidak terjadi. Malah pada kenyataannya, justru si adek ini yang paling cepat fit di antara kami semua 😅. Kalaupun sempat asmanya kambuh, itu bukan karena Covid tapi karena faktor alergi, kemungkinan besar karena AC di kamar kami sudah perlu dibersihkan lagi.

Bersyukur dan berterima kasih juga untuk perhatian dari keluarga serta teman-teman dekat yang mendoakan, rajin menanyakan kabar, bahkan mengirimkan makanan 😍.

Puji Tuhan, dua minggu itu terlewati sudah.

Dan bersyukur juga, ternyata proyek mendesain ulang kamar tidur dan kamar belajar anak-anak bisa selesai dalam waktu yang sangat singkat. Satu minggu sebelum Natal tiba, semua pekerjaan sudah selesai hingga akhirnya bisa juga kami menghias rumah dengan dekorasi Natal termasuk memasang pohon Natal. Tadinya sempat hopeless dan sudah siap kalau ternyata di Natal kali ini kami tak sempat lagi memasang pohon Natal, tapi ternyata semua bisa tepat pada waktunya. Yeayyy!!! Puji Tuhan Yesus!

Lalu setelah ini apa yang kami rasakan soal Covid? Banyak orang bilang, yang sudah terkena biasanya setelah itu akan menjadi lebih santai.

Di kami justru sebaliknya. Jadi bertambah ekstra hati-hati nih 😅.

Bukan apa-apa, kami sudah merasakan susahnya harus isolasi selama dua minggu akibat sakit ini. Banyak rencana dan pekerjaan yang tertunda. Anak-anak juga sampai missed out berbagai kegiatan penting di sekolah termasuk ujian-ujian (si adek begitu masuk lagi, langsung deh dalam sehari bisa menjalani lima ujian sekaligus, puji Tuhan dia bisa, di antara sekian banyak ujian susulan yang harus dia jalani, hanya satu yang tidak mendapatkan nilai 100 😍). Mungkin kalau sekolah anak-anak sudah santai seperti sekolah-sekolah lain yang mau anak sudah bergejala pun tetap bisa sekolah dan kalaupun tidak sekolah paling hanya beberapa hari saja dan ketika anak sudah merasa sehat bisa langsung kembali ke sekolah tanpa ada syarat tes segala macam, maka akan beda ceritanya. Namun kenyataannya sekolah anak-anak masih sangat ketat, semua anggota keluarga dalam rumah harus bebas Covid untuk anak bisa bersekolah. Setiap minggu orangtua masih harus mengisi pernyataan bahwa semua anggota keluarga sehat sebagai syarat anak bisa datang ke sekolah. Jika anak ketahuan bergejala di sekolah, maka akan langsung dites oleh nurse di health center sekolah. Kebijakannya bagus sebenarnya, mengingatkan orangtua untuk selalu berhati-hati juga. Makanya kami tambah berhati-hati lagi sekarang. Harapannya kami tidak pernah mengalami yang seperti ini lagi. Amin. Kiranya Tuhan Yesus menolong.

Dua minggu berstatus positif Covid, memang membuat perasaan hati campur aduk. Kaget, bingung, sedih, takut. Namun puji Tuhan penyertaan Tuhan itu selalu nyata sehingga semua perasaan itu digantikan dengan sukacita serta keyakinan yang membuat kami bisa menjalani semua yang harus dijalani dengan hati yang penuh rasa syukur setiap hari.

Puji Tuhan Yesus….

Semoga semua yang membaca ini tetap berada dalam kondisi sehat ya. Dan kalau ada yang sedang sakit, kiranya Tuhan menolong dengan kekuatan, semangat, serta kesembuhan. Amin!

Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.

~ Roma 8:28
PS:
Tulisan ini aslinya adalah dari private blog saya, tapi saya tampilkan di blog publik ini dengan tujuan menceritakan kebaikan Tuhan yang kami rasakan dan alami dalam hidup kami. Foto-foto dari tulisan asli ada banyak sekali, karena setiap hari saya pasti foto-foto untuk dokumentasi, tapi yang saya tampilkan di sini hanya beberapa saja namun tidak mengurangi esensi dari tulisan aslinya 😘.
Iklan

Thanks for letting me know your thoughts after reading my post...

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Atas ↑

%d blogger menyukai ini: