Episode ke-4. Yaayyy!!! Masih setiakah menunggu kelanjutan cerita #roadToMarch8? Semoga masih ya π. O ya, tadi pagi suami mengirimkan saya lirik salah satu lagu Afgan, “Jodoh Pasti Bertemu”. Kata suami lirik lagu itu benar-benar pas dengan apa yang dia rasakan, alami, dan doakan dulu ketika dia hanya bisa memendam perasaannya dan melihat saya dari jauh. Lagu ini sebenarnya sudah lama kan ya, tapi sebelum ini gak begitu saya perhatikan, lagunya yang bagaimana juga saya sudah lupa. Baru setelah tadi pagi suami kirim liriknya ke saya, lagu ini pun saya cari di YouTube. Dan memang bener ya, lirik lagu ini tuh persis sama seperti harapan pak suami yang dia ucapkan di depan teman-temannya dan yang dia doakan selalu dalam hatinya setiap kali dia sudah mengingat tentang saya, yaitu kalau memang saya diciptakan untuk dia maka Tuhan yang akan membuka jalan untuk kami bisa bersama.
Jodoh itu pasti bertemu, jadi buat yang masih single, semoga bisa terus bersabar menanti jodoh yang sudah Tuhan siapkan, sambil terus peka supaya jangan sampai jodoh sebenarnya sudah datang tapi karena kita kurang peka, akhirnya malah melewatkan kesempatan itu. Sebaliknya, jangan pula lekas kegeeran, menganggap si dia adalah jodoh, padahal sebenarnya bukan, trus maksain, trus akhirnya nyesel setelah udah nikah π . Yah, begitulah, urusan jodoh ini memang tricky, makanya harus selalu dibawa dalam doa supaya gak salah-salah π.
Ok deh, demikian pembukaannya, sekarang kita lanjutin lagi ceritanya yaaa…. Oh ya, semua cerita tentang kami ini dari episode ke episode bisa diakses via link ini yaaaβ¦.Β
******
Si Gadis
Dia dan rekan-rekannya yang semua berjumlah total tiga belas orang sedang duduk di sebuah ruang rapat. Mereka sedang mendengarkan presentasi mengenai salah satu sub bidang yang disampaikan oleh Deputi Manajer sub bidang tersebut. Ini adalah minggu pertama mereka menjalani masa On The Job Training yang dijadwalkan akan berlangsung hingga sembilan bulan ke depan.Β Kebijakan dari bagian SDM mengharuskan mereka untuk selama satu bulan pertama menjalani masa pengenalan di kantor induk di Palembang sebelum nanti di bulan kedua mereka akan di sebar, ada yang tetap di kantor induk di Palembang (dia salah satu kandidat yang akan menjalani OJT di kantor induk ini karena jurusannya adalah Teknologi Informasi di mana bidang tersebut hanya terdapat di kantor induk saja), namun sebagian besar akan menjalani masa OJT di kantor-kantor Cabang yang tersebar di Palembang, Lahat, Jambi, dan Bengkulu.
Kebijakan SDM yang membuat mereka masih bisa menjalani masa OJT bersama-sama selama satu bulan adalah hal yang membuatnya senang, meski tidak ingin diakuinya, karena itu berarti dia masih memiliki satu bulan untuk berada dekat dengan orang itu, yang kini dipanggilnya dengan sebutan Sams…
Hingga beberapa hari setelah pertemuan pertama mereka di lobi itu, mereka tetap tidak saling memanggil dengan menggunakan nama depan. Sams tetap memanggilnya Krones dan dia akhirnya memilih panggilan Sams karena panggilan Samosir rasanya terlalu panjang di lidahnya.
Saling memanggil dengan menggunakan nama belakang di antara semua rekan-rekan mereka yang saling memanggil dengan nama depan, membuat hubungan pertemanan mereka menjadi lebih istimewa.
Tidak banyak sebenarnya yang terjadi di minggu pertama itu. Mereka tidak pernah menghabiskan waktu hanya berdua saja, meskipun dia sering mendapati mereka berdua saling bertukar pandang dan Sams pun sering kali terlihat ingin berada dekat dengannya. Karena mereka akan menjalani bulan pertama di masa OJT ini di Palembang, maka Sams telah menyewa salah satu kamar kos selama sebulan yang notabene letak rumah kos tersebut tidak jauh dari rumah kosnya sendiri yang notabene juga berlokasi sangat dekat dengan kantor. Hal itu memungkinkan mereka pergi dan pulang kantor dengan jalan kaki bersama. Tidak pernah berdua tentu, karena mereka selalu bersama dengan rekan-rekan mereka yang lain yang juga di rumah kos yang sama dengan mereka.
Mereka selalu dikelilingi oleh rekan-rekan mereka dan ketika berada di kantor pun, jadwal untuk mendengarkan presentasi demi presentasi termasuk padat sehingga tidak banyak waktu yang tersisa untuk mereka bisa bercakap-cakap lebih dari sekian menit saja.
Namun hal itu bukan berarti dia tidak bisa merasakan perhatian yang diberikan Sams untuknya, karena setiap malam sepulang kantor mereka masih saling berkirim pesan teks dan bahkan Sams beberapa kali meneleponnya hanya untuk menanyakan bagaimana kabarnya dan apa yang dia rasakan hari itu di kantor.
Perhatian yang dia terima itu tak ayal membuatnya merasa bahagia, walaupun dia berusaha keras menganggap itu semua sebagai bagian dari pertemanan saja. Dia tidak mau terlalu terhanyut karena beberapa alasan. Yang pertama tentu karena dia sadar diri masih memiliki pacar, namun jika mau jujur, alasan yang justru lebih besar adalah karena dia takut kecewa. Dia khawatir bila dia terlalu memasukkan ke dalam hati perhatian yang diberikan Sams, maka dia akan sangat kecewa bahkan patah hati bila ternyata semua perhatian itu hanyalah sekedar perhatian biasa tanpa ada maksud yang lebih. Dia sebenarnya malu dengan perasaan ini, bagaimana bisa dia khawatir patah hati dengan orang lain sementara dia sendiri masih memiliki pacar. Mengingat itu benar-benar membuatnya serasa ingin membenturkan kepalanya ke dinding.
Karena itu dia berusaha keras menganggap perhatian-perhatian kecil yang diberikan Sams sebagai angin lalu semata.
Walaupun itu tidak mudah karena jangankan ketika berada di sampingnya, mereka saling bertatapan dalam radius lebih dari satu meter saja sudah lebih dari cukup mengalirkan getaran di sekujur tubuhnya.
Dan Sams pun tidak membuatnya mudah. Ada saja hal yang dibuatnya yang seolah menunjukkan, bahwa benar dia memberikan perhatian khusus untuknya sehingga teori yang dibuatnya bahwa perhatian yang diterimanya itu hanyalah angin lalu semata bisa dipatahkan.
Dia teringat pada kejadian di siang menjelang sore hari kemarin ketika mereka sedang diperkenalkan dengan bagian Teknologi Informasi. Saat itu, setelah perkenalan singkat, dia diijinkan oleh calon atasannya untuk menggunakan salah satu komputer yang ada di situ, mengingat sebentar lagi dia pun akan bergabung sebagai staf di bidang tersebut. Rekan-rekannya yang lain, termasuk Sams tentu, diperkenankan untuk mengunjungi bidang lainnya yang masih selantai dan bersebelahan ruangannya dengan ruangan Teknologi Informasi tersebut.
Dia merasa bahagia mendapat kesempatan untuk menggunakan komputer sekaligus akses Internet, karena itu berarti paling tidak dia memiliki kesempatan untuk berkirim e-Mail dengan sahabatnya di Manado. Dia sedang asyik menulis e-Mail untuk temannya itu, menceritakan tentang pengalamannya selama hampir satu minggu berada di Palembang, ketika tiba-tiba entah mengapa, terjadi hubungan singkat pada kabel komputer yang sedang dia gunakan yang terhubung pada stop kontak. Hubungan singkat itu mengakibatkan ledakan kecil dan trip listrik singkat yang sontak membuat seisi ruangan tersebut melonjak kaget. Terutama dia tentu, karena ledakan itu tepat berada dekat dengan kakinya.
Dengan segera dia berdiri menghindari ledakan tersebut, yang syukurlah tidak menyebabkan apa-apa kecuali membuat komputer di depannya mati seketika, namun lebih dari cukup membuat jantungnya berdetak kencang saking kagetnya. Dengan meletakkan telapak tangan di atas dadanya dan menutup mata sejenak, dia berusaha menenangkan degup jantungnya sendiri. Di saat yang sama, dia mendengar suara langkah kaki orang berlari dengan tergesa. Di saat berikutnya ketika dia membuka mata dan menatap ke arah pintu masuk ruangan tersebut, di situ telah berdiri Sams yang menatapnya dengan pandangan khawatir. Ketika Sams melihat bahwa dia baik-baik saja, tatapannya pun berubah menjadi lega sebelum kemudian berubah lagi menjadi tatapan berbinar yang selalu didapatinya setiap kali mereka bertukar pandang, tatapan yang seolah ingin selalu menggoda dan mengajaknya bercanda.
Setelah memastikan semuanya aman dan bahkan tidak terjadi kerusakan pada komputer tersebut, kecuali kabelnya yang sedikit terbakar, Sams pun mengajak dia untuk lebih baik bergabung dengan rekan-rekan mereka yang lain di ruang sebelah. Dia menolak, karena masih ingin melanjutkan menulis e-Mail untuk sahabatnya.
Menanggapi penolakannya itu, Sams pun berkata, “Kalo mau email-an bisa nanti, aku janji nemenin kamu ke warnet minggu ini supaya kamu puas email dan chattingan sama temen-temen kamu, tapi sekarang mending ke ruang sebelah aja yok, bentar lagi juga udah mo jam pulang.”
Janji untuk menemaninya ke Warung Internet agar dia bisa bebas berkirim e-Mail bahkan bercakap-cakap dengan sahabat-sahabatnya lewat Yahoo Messenger itu pada akhirnya membuat dia mau mengikuti ajakan Sams untuk bergabung dengan rekan-rekan mereka yang lain.
Walaupun jika mau jujur, dia menjadi tak sabar menanti hari di mana dia bisa pergi ke Warung Internet bukan karena dengan begitu dia bisa berkirim e-Mail dan bercakap-cakap dengan sahabat-sahabatnya lewat YM, melainkan karena Sams berjanji untuk menemaninya.
Setelah mereka bergabung dengan rekan-rekan mereka yang lain, di antara mereka berdua tidak pernah lagi membahas insiden ledakan kecil tadi, namun tak dapat dipungkiri, Sams yang tadi bergegas lari ke arahnya dan pandangan penuh khawatir yang sempat dia lihat di matanya tadi, membuat hatinya tambah bergejolak. Dia hampir yakin kalau Sams memang memberikan perhatian lebih kepadanya, dan itu membuat dia sangat bahagia sekalipun hatinya terus mengalami dilema, apakah dia pantas menerima perhatian itu dan apa sebenarnya maksud dari semua perhatian itu?
Yang anehnya, hatinya lebih memilih untuk merasa bahagia daripada memikirkan dilema yang dia rasakan. Itulah mengapa, mengingat insiden kemarin justru membuatnya ingin tersenyum sekalipun matanya sedang melihat deretan angka yang ditampilkan proyektor di hadapannya.
Sekilas dia melirik jam tangannya. Ah, sudah hampir jam dua belas, sebentar lagi mereka akan istirahat makan siang. Syukurlah, karena sejujurnya dia hampir merasa bosan mendengarkan presentasi ini. Tapi memikirkan makan siang membuat keningnya sedikit berkerut. Dia merasa bosan dengan menu makan siang yang disediakan oleh kantin Kantor. Ingin rasanya makan yang agak berbeda, yang lebih bercita rasa dibanding masakan kantin yang bila jujur, terasa hambar di lidahnya. Tapi bila ingin makan di luar, maka akan di mana, dengan siapa? Dia belum terlalu tahu daerah Palembang dan dia pun masih takut untuk keluar sendiri. Bila mengajak teman, ah belum tentu mereka mau. Ya sudahlah, pikirnya, makan di kantin saja lagi.
Ketika pukul dua belas tiba, dia pun memasukkan pulpen dan buku catatannya ke dalam tas untuk segera menyusul rekan-rekannya yang sudah mulai meninggalkan ruang rapat.Β Di pintu keluar, dia berpapasan dengan Sams. Dia ingin yakin bahwa Sams sengaja menunggunya, tapi dia berusaha untuk menolak keyakinan itu.
Dia pun hanya tersenyum, lalu lanjut berjalan, sebelum kemudian dia mendengar Sams berkata dari belakangnya, “Krones, aku bosen sama makanan kantin, pengen cari makan siang di luar, kamu mau ikut?”
Ajakan santai tanpa basa basi itu membuat langkahnya terhenti. Kebetulan macam apa lagi ini hingga membuat mereka berdua berpikiran hal yang sama? Perlahan dia menatap ke arah orang yang terus membuat detak jantungnya tidak beraturan itu yang kini sudah berada di sampingnya. Dia ingin menolak ajakannya. Tapi kenapa dia harus menolak, toh ini hanya makan siang, lagipula mungkin Sams bermaksud mengajak rekan mereka yang lain juga kan?
Dia lalu bertanya, “Siapa aja yang pergi?”
Sams mengangkat bahu sejenak lalu menjawab, “Kalo kamu mau ikut, berarti cuma kita berdua. Aku gak ngajak yang lain, mereka juga udah pada jalan ke kantin,” Sams berhenti sejenak lalu menatapnya lekat-lekat, “Gimana, mau?”
Logikanya mengatakan bahwa dia harus menolak ajakan itu karena meski hanya makan siang, namun itu adalah teritori yang berbahaya. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi bila mereka hanya berdua saja, karena selama beberapa hari terakhir ini bahkan ketika mereka dikelilingi oleh banyak orang pun, ketertarikan bagaikan magnet di antara mereka selalu dia rasakan yang membuat dia harus mengerahkan segala kekuatan yang dia punya untuk melawan kekuatan magnet itu. Jika ketika bersama rekan-rekannya yang lain saja seperti itu, apalagi jika mereka hanya berdua saja?
Karena itu dia harus menolak ajakan itu kan?
“Oke, tapi kamu yang pilih tempatnya ya, aku masih gak tau tempat makan enak di sekitar sini,” dia menjawab, membuat telinganya sendiri tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh mulutnya.
Si Bujang
Dia hampir tidak bisa memercayai telinganya sendiri ketika gadis di hadapannya ini menerima ajakannya untuk makan siang di luar. Sejenak tadi dari raut mukanya, gadis itu terlihat ragu dan ingin menolak. Dia sudah bersiap untuk kecewa sebenarnya, karena itu dia sangat terkejut ketika kemudian yang keluar dari mulut gadis itu adalah kata oke.
Dia rasanya ingin melonjak kegirangan, tapi tentu dia harus bisa bersikap biasa saja, “Aku dengar di dekat sini ada tempat makan pindang yang lumayan enak. Kamu bisa jadi suka sama pindang karena rasanya agak pedes-pedes asam, isinya ada ikan atau daging jadi kamu bisa pilih daging kalo belum terbiasa sama ikan di sini. Tempatnya dekat, kita bisa jalan, tapi perlu nyebrang. Di luar gak terlalu panas, jadi harusnya gak apa-apa buat kamu jalan.”
Dia tak sadar sudah menjelaskan panjang lebar. Barulah ketika dia melihat gadis itu terdiam dan terpana melihatnya, dia sadar dengan apa yang sudah diucapkannya. Dia yakin sekali kalau gadis itu bisa menangkap betapa dia sangat memperhatikannya selama beberapa hari terakhir meskipun mereka tidak pernah langsung bercakap-cakap. Iya, dalam beberapa hari ini dia sudah menangkap beberapa hal tentang gadis itu dan dari monolog panjangnya tadi, paling sedikit ada dua hal yang dia ungkapan. Pertama, itu berarti dia sudah tahu kalau gadis cantik di depannya ini tidak tahan berada di bawah terik matahari karena bisa membuat sakit kepalanya kambuh. Kedua, itu berarti dia tahu bahwa gadis itu belum bisa menyesuaikan lidah dengan jenis ikan air tawar Palembang dan cara orang sini mengolahnya.
Dia pun menelan ludah lalu berdehem, sadar bahwa dirinya sudah mengungkapkan lebih tentang perhatiannya daripada yang seharusnya. Tapi dia akhirnya memilih untuk tidak memikirkan hal itu terlalu jauh, yang penting sekarang ini adalah mereka bisa makan siang bersama.
“Ayo,” ajaknya sambil berjalan ke arah lift diikuti gadis itu.
Tak berapa lama mereka sudah berada di depan gerbang kantor, siap untuk menyeberang jalan.
Jalan di depan kantor ini adalah jalur dua arah dengan taman berbentuk naga sebagai pembatas di antara kedua jalur tersebut. Mereka harus menyeberangi satu jalur, lalu naik ke atas pembatas jalan tersebut, sebelum melanjutkan menyeberangi jalur yang satunya lagi.
Ketika menyeberangi jalur pertama, secara spontan dia berdiri di sebelah kanan gadis itu karena kendaraan di jalur ini datang dari arah kanan. Ketika mereka sudah berada di atas pembatas antar jalur, dia berpindah ke arah kiri gadis itu karena kendaraan datang dari arah kiri mereka. Begitu arus kendaraan dirasanya memungkinkan dia pun mengajak gadis itu untuk lanjut menyebrang.
Ketika mereka berdua melangkah turun dari pembatas jalur tersebut, ada hal yang membuat dia sangat terkejut.
Dia mendapatiΒ kalau dia sedang menggenggam jemari gadis itu!
Kesadaran itu benar-benar membuatnya tak hanya terkejut, namun juga mengakibatkan jantungnya berdegup dengan kencang. Dia yakin gadis itu pun juga demikian dan jikapun tidak, maka dia yakin sekali intensitas getaran yang saat ini dia rasakan sangat kuat mengalir dari genggaman tangan mereka ke sekujur tubuhnya akan lebih dari cukup untuk ikut mengalir juga ke tubuh gadis itu.
Anehnya, meski sama-sama terkejut, dan sama-sama gugup, namun tak ada satupun di antara mereka yang melepaskan genggaman tangan itu.
Kalau dia tidak usah ditanya, sudah pasti sangat menikmati kontak fisik di antara mereka yang pertama kalinya terjadi dan yang tidak terduga tersebut. Namun lebih dari itu, ada perasaan yang merasuk hatinya yang membuat dia merasa bahwa berjalan sambil menggenggam tangan gadis itu adalah hal yang natural terjadi di antara mereka, seperti mereka sudah lama seperti ini dan memang sudah seharusnya seperti ini.
Jemari gadis itu begitu sempurna berada di dalam genggamannya dan itu membuat dia merasa sangat bahagia hingga melambung tinggi. Jika semua adalah terserah dia, maka sampai kapanpun dia tidak ingin melepaskan genggaman tangan ini.
Begitu mereka tiba di tempat makan yang dituju, tidak ada satupun di antara mereka yang membahas tentang insiden genggaman tangan tadi. Dia pun bisa melihat rasa gugup, bercampur malu, serta dilema yang dirasakan gadis itu dari sorot matanya, karena itu dia memilih untuk tidak membahas soal itu.
Selagi makan, mereka berdua berbincang dengan santainya. Dia senang mendapati gadis itu adalah teman bicara yang sangat menyenangkan. Pengetahuan gadis itu luas sehingga bahasan mereka hampir tidak ada habisnya. Dan yang lebih membuat dia bahagia adalah karena gadis itu tidak ragu untuk bercerita tentang keluarga serta hal-hal pribadi lainnya ketika dia bertanya tentang itu.
Siang itu, adalah pertama kalinya mereka bisa berdua saja. Sebelum ini mereka selalu bercakap-cakap secara beramai-ramai dengan rekan-rekan mereka yang lain. Mereka hanya bicara berdua lewat pesan teks dan telepon di malam hari, itupun tidak pernah berlama-lama dan bahasannya pun hanya seputar kegiatan OJT yang sedang mereka jalani. Namun, dari sedikit komunikasi di antara mereka, dari bagaimana mereka berdua sering bertukar pandang, dan terlebih lagi dari apa yang terjadi di jalan tadi, serta bagaimana nyamannya mereka sekarang menghabiskan waktu makan siang berdua ini, dia tahu bahwa gadis itu mulai merasakan ketertarikan kepadanya.
Dan itu membuatnya bahagia bahkan menaikkan harapannya untuk bisa memiliki gadis itu.
Namun sejauh apa gadis itu akan tertarik padanya dan pada hubungan di antara mereka?
Dia sadar, semakin mereka dekat, maka dia semakin berisiko untuk patah hati sangat dalam apabila gadis itu memutuskan bahwa hubungan di antara mereka tidak berarti dan lebih memilih untuk menyangkali ketertarikan di antara mereka.
Dia tahu, dia memang tidak berhak menghancurkan hubungan orang lain. Tidak, dia tidak bertujuan untuk itu. Namun tidak ada juga yang bisa mempersalahkan apa yang dia rasakan pada gadis itu. Jangankan orang lain, dia sendiri bahkan tidak bisa mengaturΒ apa yang dirasakan oleh hatinya. Dan bukan salah dia bila gadis yang kini sedang tersenyum dan tertawa bersamanya di antara hidangan pindang di hadapan mereka itu adalah jelmaan dari visi yang sudah didapatnya dari sejak dia masih kecil dulu.
Bukan salah dia kalau secara sadar tidak sadar dia memberikan perhatian untuk gadis di hadapannya ini.
Bukan salah dia kalau semakin hari dia semakin jatuh cinta dengan gadis ini.
Bukan salah dia kalau hatinya ingin menjaga gadis ini selamanya….
Si Gadis dan Si Bujang, banyak yang tidak tahu persis dengan kisah mereka mengatakan, kalau cinta mereka adalah cinta lokasi, bahwa mereka saling suka karena kebetulan di tempatkan di wilayah yang sama. Padahal kenyataannya adalah sangat jauh dari itu. Koneksi mereka sudah tercipta jauh sebelum mereka saling mengenal bahkan jauh sebelum mereka mengetahui keberadaan masing-masing.
Tak dapat dipungkiri, mereka diciptakan untuk satu sama lainnya. Karena itu segala sesuatu di antara mereka terjadi secara alami, seolah memang sudah seharusnya demikian.
Namun untuk menumbuhkan kesadaran itu, membutuhkan waktu bagi Si Gadis dan usaha yang tidak sedikit dari Si Bujang untuk meyakinkan Si Gadis akan apa yang mereka miliki.
Jodoh pasti bertemu. Namun jika yang terlibat tidak turut mengambil peran dan langkah, maka pertemuan itu pun bisa jadi sia-sia belaka.
Bersambung ke seri [Kisah Plovea] selanjutnyaβ¦.
ππππ
PS:
Denger kata Warnet dan YM, berasa jadul banget yaaaa….hahahaha…. Teman-teman di sini ada yang dulu suka YM-an juga gak? Atau jangan-jangan udah gak pernah kenal lagi apa itu YM?
O ya, pembatas jalur di tengah jalan yang berupa taman berbentuk naga itu, tadinya adalah adalah salah satu yang khas dari Jalan Kapten A. Rivai, sayang, seiring pembangunan rel LRT, pembatas jalur itupun dibongkar habis dan sekarang tidak ada lagi.
Tunjuk tangan π aku dulu suka banget ke warnet pas zaman kuliah untuk YM dan email emailan sama teman π Dan bagian yang paling aku suka dari cerita ini adalah: “Yah, begitulah, urusan jodoh ini memang tricky, makanya harus selalu dibawa dalam doa supaya gak salah-salah π” karena itu yang sedang aku lakukan π
Awwww….semoga diberikan kepekaan melihat jawaban Tuhan agar yang terbaik yang menjadi bagian hidupmu yaaaa…ππ
Terus mengikuti ceritanya dari episode pertama dan gak sabar nunggu episode berikutnya…hehehe
Bener – bener bisa dibuat film nih, trus juga bisa melihat bagaimana orang yang dengar2an ma Tuhan, Tuhan akan menunjukkan jalan-jalannya. Betul-betul melihat bagaimana orang yang berharap dan mengandalkan Tuhan itu gak akan dikecewakan. Met menyongsong anniversary. Tuhan terus menyertai kehidupan keluarga Kakak
Amin…amin…amin…makasih doanya yaaaa. Doa yang sama untukmu juga! ππππ
Salam kenal Mba Allisa, saya silent reader dari 2013, ketemu blog ini waktu lagi nyari menu MPASI anak pertama, dan keterusan ngikutin sampai detik ini π
Pas baca episode pertama langsung tahu ini kisahnya Mba Allisa dan Pak Suami. Dulu pernah baca tapi ga sedetail ini, bikin penasaran kelanjutannya gimana. Sampai pas baca webtoon ada kontes cerita cinta, saya kepikir ini cerita bisa menang kalo diikutin wkwkwk
Kalau saya bilang sih ini bukan cinlok Mba, tapi jalan Tuhan alias jodoh. Kalau cinlok kan cinta timbul karena sering ketemu, berinteraksi. Nah kalau Mba Allisa dan Pak Suami justru dari belum kenal sama sekali sudah ada tertarik walaupun awalnya baru sepihak. Dan memang kalau tulang rusuk yang ditetapkan Tuhan, mau di mana juga pasti ketemu. Kata dunia jodoh ga lari ke mana :))
Ditunggu lanjutannya ya Mba Allisa, terima kasih sudah menulis cerita2 yang inspiratif.
-Indah-
Salam kenal juga! Makasih udah mampir2 sini yaaa….
Duh, kontes di webtoon ya π . Makasih infonya yaaa….
Dan benar, kalau cinlok itu terjadi karena sering bareng2,sementara di kami kejadiannya bukan yang seperti itu. Terima kasih komentarnya, Tuhan memberkati yaaa π
YM, warnetβ¦ gue banget nihβ¦ masa2 adik studi keluar dan karena telepon mahal, akhirnya diajari temen bikin email dan cara chatting pake YM. Perjuangan banget ya masa itu untuk bisa keep in touch dengan saudara atau teman jauh. Terus terusβ¦ ada cerita khusus pas diantar ke warnet nggak? π
Hahahaha…iyah, jaman dulu yaaahh perjuangan banget. Itu pun udah disyukuri, seenggaknya gak perlu cari perangko buat kirim surat lagi kalo pengen berkabar panjang2 sama keluarga ato teman π
perangko, hihihihi⦠jadul banget yak?
widiw…dr jaman YM dan warnet. seruuuuu. menikmati banget gimana patuh sama ortu dan peka sama suara Tuhan bikin ketemu jodoh yg tepat
Sayang banget sekarang YM gak ada lagi yah, padahal dialah nenek moyang dunia mobile chat era modern π
Cerita dan kisah bertabur
jejaknya terbaca.
Kian jelas, minta berbalas.
Thank you!