Homonim (Bukan Pelajaran Bahasa Indonesia)

Teman-teman masih ingat tidak dengan pelajaran Bahasa Indonesia jaman SD dulu tentang homonim? Itu lho, kata yang penamaan, pengucapan, serta susunan hurufnya sama tetapi artinya berbeda?

Masih tidak ingat juga?

Ya sudah, tak mengapa…hehehe….

Saya juga bukannya sedang ingin menjelaskan tentang homomin, saya hanya teringat saja soal istilah ini karena baru saja teringat pada masa dulu ketika untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Medan 😁.

Saya pertama kali mengunjungi kota Medan pada bulan Oktober tahun 2007. Saat itu status saya dengan si pak suami adalah masih bertunangan. Tujuan kunjungan perdana ke Medan saat itu adalah untuk berkenalan dengan keluarga besar, terutama dengan keluarga adik laki-laki mama mertua yang dipanggil pak suami dengan sebutan tulang. Saya perlu berkenalan dengan keluarga tulang pak suami ini, karena merekalah yang akan ‘mengangkat’ saya sebagai boru (anak perempuan) mereka. Tujuan pengangkatan boru itu supaya nanti pernikahan kami bisa diadatkan.

Indonesia ini memang majemuk sekali. Salah satu kemajemukan itu terlihat dari bahasa di mana setiap daerah dan suku memiliki bahasanya sendiri-sendiri. Syukurlah kita punya Bahasa Indonesia ya, jadi bila bertemu orang dari daerah lain maka masih bisa kita mengobrol dengan satu bahasa. Makanya, memang sudah betul sekali kalau Bahasa Indonesia itu disebut sebagai bahasa persatuan. Seiring perkembangan dan percampuran budaya serta pengaruh Indonesia sebagai negara kesatuan, maka di daerah-daerah pun rata-rata bahasa sehari-hari yang digunakan sudah bukan murni bahasa daerah melainkan sudah bercampur atau sudah mengadopsi Bahasa Indonesia. Tapi dasar memang kemajukan itu sudah mendarah daging di tanah air, maka bahkan ketika Bahasa Indonesia diadopsi ke dalam bahasa daerah sehari-hati, tetap saja terjadi pergeseran atau perbedaan arti meski menggunakan kata yang sama. Hal ini kadang atau malah sering berujung pada salah pengertian 😅.

Nah, dalam kunjungan perdana saya ke Medan itulah, beberapa kali saya jadi salah paham akibat penggunaan kata dalam Bahasa Indonesia yang mengalami pergeseran arti ketika digunakan dalam bahasa sehari-hari di Medan. Kalau sekarang diingat-ingat lagi memang lucu sih ya, tapi dulu saat kejadian ya lumayan bikin malu sendiri 😅.

Ketika pertama kali menginjakkan kaki di Medan. Itu mata kanan saya pas pula sedang bintitan…haiisshhhh…. 😅

Pajak

Suatu hari mama mertua (waktu itu masih calon, jadi saya masih memanggil beliau dengan sebutan namboru), mengajak saya keluar. Mau ke pajak katanya. Saat diajak itu, saya sempat heran.

Ini kok namboru ngapain ke kantor pajak? Ngurus NPWP gak mungkin, karena beliau udah punya. Ngurus laporan pajak, kok bulan oktober sih? Lagian kalo bener buat ngurus laporan pajak, maka hebat bener lah namboru ini kalo ngurus pajaknya sendiri.

Walaupun heran tapi saat itu saya tidak berani bertanya, maklum ceritanya masih dalam tahap meraba-raba dengan kebiasaan di keluarga ini. Khawatirnya kalau terlalu banyak bertanya malah nanti akan disangka yang tidak-tidak 😁. Jangan sampai dong pernikahan batal cuma karena saya bertanya urusan pajak ke calon mertua. Rugilah, apalagi saya bukan pegawai kantor pajak 😆. Karena tak berani mengonfirmasi, maka saya pun langsung mengiyakan untuk ikut. Namun, keheranan saya bertambah karena beliau berpesan seperti ini, “Gak usah pake sandalmu yang tinggi itu ya parumaen, pake aja sandal yang rata.”

Saat mendengar pesan beliau itu saya pun sempat terdiam, tapi kemudian sekali lagi saya hanya mengiyakan saja. Pikir saya, “Oh mungkin kami harus jalan ke tempat kantor pajaknya, jadi lebih nyaman pake sandal yang rata.”

Tapi ternyata, kami pergi dengan menggunakan mobil. Waktu itu bertiga dengan salah satu calon adik ipar yang saya panggil dengan sebutan eda.

Saya heran, penasaran, ingin sekali bertanya, tapi masih merasa segan, jadi saya simpan saja keheranan saya itu. Masih berpikir kalau mungkin akses ke kantor pajaknya nanti tidak bisa menggunakan mobil, jadi nanti kami harus turun di jalan utama lalu harus lanjut berjalan kaki ke kantor pajak itu. Ya okelah, mari diikuti saja.

Tak berapa lama, kami berhenti di sebuah pasar.

Pikir saya, “Oh pantas disuruh pakai sandal yang rata, rupanya kantor pajaknya letaknya di pasar gini.”

Saya pun mengikuti namboru dan si eda turun. Kemana mereka melangkah, saya juga ke situ. Belanja ikan, belanja sayur, lihat ini, lihat itu, lalu setelah itu saya diajak pulang………

Lhooo……..mana kantor pajaknya????

Tak dapat lagi membendung rasa penasaran, heran, dan curiga yang membuncah dalam dada serta pikiran, saya pun akhirnya memberanikan diri bertanya, “Namboru, bukannya tadi katanya mau ke kantor pajak?”

Demi mendengar pertanyaan saya itu, si namboru tercinta dan si eda terdiam sesaat, sebelum mereka berdua kemudian tertawa geli.

Di situ saya tahu, saya sudah salah paham.

Setelah kejadian itu, saya baru ngeh kalau pasar dalam bahasa Medan disebut dengan pajak! 😆

Semalam dan kemarin

Suatu kali, saya pun diajak untuk berkunjung ke rumah ‘orang tua angkat’ saya supaya tujuan utama datang ke Medan kali ini dapat tercapai. Setelah cipika-cipiki dan bertanya kabar, terjadilah percakapan di bawah ini.

B (Bapak) : “Kapan kalian sampe, inang?”

S (Saya) : “Kemarin, bapak.”

B : “Oh, udah dari kemarin kalian nyampe? Bapak kira kalian baru nyampe semalam.”

S : “Kami nyampenya kemarin siang, bapak, bukan semalam.”

B : *manggut-manggut*

Mendengar percakapan kami, si mamak (ibu angkat saya) pun nimbrung.

M : “Memang tanggal berapa kalian nyampe, inang?”

S : *Berasa aneh, ini kok ngapain nanya tanggal? Kan udah dibilang kemarin nyampenya.* “Hari ini tanggal 14, berarti kami nyampe tanggal 13, mak…”

M : “Ooo…berarti semalam kalian nyampenya?”

S : “Gak malam, mak, kami nyampenya siang di Medan………”

Dan mereka pun tertawa geli.

Sekali lagi di situ saya tersadar kalau saya sudah salah paham. Belakangan baru saya tahu, dalam bahasa Medan, semalam berarti hari kemarin, dan kemarin berarti dua hari yang lalu. Oke sip. 😆

Siap

Suatu kali, calon adek ipar yang paling bungsu datang menghampiri ke kamar tidur saya. Rupanya dia ingin mengajak saya jalan keluar, jelas saya langsung oke-kan lah yaaa….

Lalu dia pun bertanya, “Kakak (sampai sekarang memang si ipar bungsu ini masih memanggil saya dengan sebutan kakak, lebih nyaman katanya ketimbang memanggil saya dengan sebutan eda) udah siap mandi?”

Saya pun langsung menjawab dengan apa adanya, “Iya, ini udah mo mandi.”

Mendengar jawaban saya, dia terlihat heran lalu bertanya lagi, “Berarti kakak belum siap mandi?”

Kali ini saya yang menjadi bingung mendengar pertanyaannya lalu kembali menjawab, “Ya ini, udah bersiap mo mandi….”

Jawaban saya itu membuat dia manggut-manggut lalu berkata, “Iya, berarti kakak belum siap mandi. Ya udah, mandilah dulu kakak ya, aku tunggu di bawah yaa…..”

Setelah itu dia kemudian berlalu ke lantai bawah, meninggalkan saya yang masih bingung sendiri.

Setelah bertanya ke (calon) pak suami, barulah saya mengerti. Dalam bahasa sehari-hari di Medan, kata siap berarti sudah selesai….oalah….hahahahaha….

Begitulah pengalaman saya. Lucu juga kan kalau diingat-ingat ulang begini 😁.

Dikaitkan dengan homonim mungkin kurang tepat juga karena digunakan bukan dalam Bahasa Indonesia baku tapi dalam bahasa daerah sehari-hari. Tapi saat ingat kejadian-kejadian di atas, yang langsung terlintas di pikiran saya adalah istilah homonim ini 😊.

Kalau teman-teman bagaimana, pernah juga kah mengalami yang seperti ini?

65 respons untuk ‘Homonim (Bukan Pelajaran Bahasa Indonesia)

Add yours

      1. Bener ya lis…aku dapat tiket pulang balik ke Bekasi? *buru2 cari tiket jakarta-palembang*….yey… Ke Palembang pulang diongkosin lisa…hahahhah XD

    1. bener ituuu…misal kalo di sunda kata atos kan artinya sudah ya ky? kalo di jawa malah ada dua arti atos=keras atau bisa juga atos muncul di kalimat “atos-atos nggih pak” artinya hati-hati pak hihihi…absurd!!

  1. hehe toss dulu dong..
    aku juga dulu heran denger temenku yang baru pindah dari medan bilang kalo semalem dia ketemu sama rekanan di kantor, pikirku kan ngapain dia malam2 ke kantor, eh ternyata maksudnya kemarin 🙂
    oh terus satu lagi, kalo sepeda motor itu dibilangnya kereta 😛

      1. Yoih. Dan palingan dikit dikit bahasa Lampung dipake. Eh ada sih yang gw ngomong bentar-bentar yang di bahasa Jawa Surabaya sek-sek. Ternyata kata orang Lampung jorok. Sempet beberap bulan pas gw ngomong mereka yang geleng-geleng sambil ketawa. Hahaha. Lupa bagian itu.

  2. ada nih pengalaman serupa yaitu mengenai kata “sepan” kalo di jakarta kan “sepan “itu merujuk pada rok pendek yang pas body ketika awal-awal tinggal di Palembang waktu diminta memakai “sepan” untuk acara di kantor jadilah aku saltum sendiri sementara yang lain mengenakan…. “celana panjang”. hihihi

    1. Hahahahahaha….Rikaaaa! Kebayang itu gak enaknya saltum 😀

      etapi iya ya, aku jg br keinget, sempat bingung dengan istilah sepan di sini, soalnya dulu aku klo dengar kata sepan ato span lgs ngebayanginnya rok span alias rok ketat juga 😀

      1. Asli ga enak bgt saltum gegara “sepan”.. sejak saat itu aku ngebut belajar baso plembang.. walo kata temen2ku “dak usahlah mba pake baso plembang aneh kami denger mba ngomong campur2 plus pake logat Indonesia raya pulaa”

  3. Sama jeng,aq juga kako dgr bhs medan msh suka ngeutin dahi…. satu lg yg suka salah kaprah,kata “awak” kalo d palembang kan artinya #kamu ya kalo di medan dipake dg arti #saya jd suka salah ngartiin keseluruhan kalimat…hahahaha

  4. Ahahahaha…. aku ngakak terus bacanya Lisa… hahaha….
    Aku ngalamin juga tuh…. aku lahir sampe SMA di Medan, trus kuliah di Jogja…nah pas kuliah di Jogja tuh sering banget salah paham…
    Misalnya, pas aku ngobrol ama temen dan cerita kalo waktu di Medan aku dianter temenku naik kereta dari sekolah ke rumah…nah kalo di Medan, kereta = sepeda motor… sementara bagi dia, kereta = kereta api….jadi terheran-heranlah temenku membayangkan aku diantar temen naik kereta api dan hanya kami berdua…. wkwkwkwk…
    Kalo dibuat kamus bahasa Medan, kira-kira begini nih:
    minyak lampu = minyak tanah,
    minyak makan = minyak goreng,
    kereta = sepeda motor,
    motor = mobil,
    pasar = jalan,
    pajak = pasar,
    Hahahahaha… masih banyak lagi sih….. lucu-lucu kalo diinget gimana culture shock-nya waktu pindah dari Medan ke Jogja…. hahaha….

  5. Hahaaa.. Kalo tinggal di wilayah sumatera dan sekitarnya udah terbiasa banget denger ini, dulu jg kalo ditanyain kapan nyampe trus kalo dijawab semalam, org2 yg gk tau pd heran 🙂

  6. ha..ha.. seruuu ya Lis .. eh kk baru ingat istilah homonim
    trims ya udah bikin ingat

    kk juga pernah ngalamin spt itu, salah bahasa
    mungkin krn udah pindah sana sini bahasanya nyampur2, kk udah pernah sih tulis ini di blog jaman dulu

    kl di Medan pening itu sama kan dengan pusing
    maksud kk mau tanya pasien di Bengkulu waktu baru pindah, “pening nggak buk?”
    dia diam aja ngeliatin kk ky bingung, belakangan batu tau pening di sana itu artinya gila he..he..

  7. Hihihi lucu. Kalo pajak gw udh tau. Tp kalo tentang kemarin dan sudah siap itu gw baru tau. Hehe.

    Trus di medan juga mobil disebutnya kereta bukan ya kalo gw gak salah inget?

    Btw lu kok sama kayak gw, pas mau acara kenalan keluarga besar malah pake bintitan segala. :p

    1. Pas pertama tau heran gak Man pasar kok jadi pajak? 😀

      Iya, di sana motor disebut kereta…melayu banget 😀

      Eh iya ya? Sama ya? Kalo gitu kita anggap aja bintitan itu pertanda baik kalo mo nikah yaaa….hahahaha

  8. Kl org Medan pindah ke kota lain, terutama Jakarta, yg ada jadi bahan tertawaan orang.. 😄😄 #pengalaman pribadi…
    Nambahin yaa..
    Raun-raun = jalan-jalan berkeliling, kayaknya asal katanya dr round-round.. 😄 :lol
    Trus ada kata tere = coba yang kayaknya dr kata try yg dibaca cepat..:😄

  9. Klu di kendari bukan homonim sih kejadian tp akronim alias orng kendari suka banget nyingkat2 kata misal mau pergi kemana jadi mo pi mana xixixixix…… atau kompi mana…. jd klu orng dr luar yg dtng sk bingung2 sendiri 😁

  10. Aahh, saya juga seriinggg. Secara aku kelahiran Jakarta tulen dari org tua Jawa tengah totok berjodoh dengan suami yg ayahnya Solo, Jateng dan ibu Padang tp mereka tinggal di Padang krn mertua lelaki dinas di Padang. Selain roaming Kalo istilah saya, juga homonim persis cerita Mba.

    Oiya pernah dulu sekali ke Palembang menghadiri nikahan teman, yg jemput blg: “kita beli minyak dulu ya, Mba.” Ternyata minyak maksudnya bensin aja dong. Untung saya iya2 aja, hihihi.

  11. Hihi bikin ngakak..

    Aku juga pernah ngalamin yg ky gini. Aku dr kedua ortu sunda tp aku lahir n besar d jakarta. Kuliah d bandung sih ga ada halangan yaa, soalnya memang kampung halamanku.

    Nah diawal kuliah aku dekat dgn teman dr riau yg ortunya palembang-padang.

    Suatu hari kami ber 4 lg beli kue jajan pasar. Pas lg pilih2 kue aku liat kue kesukaan ku, aku cerita lah ke temenku ini “eh ini kue pepe kesukaan gw lho..”

    Yg ada dia marah2 ke aku, dibilangnya aku ngomong jorok. Aku bingung kan yaa..smp akhirnya kami sempat berantem krn aku kekeuh ga merasa ngomong jorok dan aku jelasin kalo namanya ini memang kue pepe dan temenku tanpa menjelaskan lbh lanjut terus aja marah2 ke aku.

    Akibat kue pepe itu kami sempet diem-dieman seharian lho.. ahahaha…sekarang malah jadi bahan ketawaan kami kl lg cerita2.

  12. Kebayang bingungnya saat itu yang sekarang jadi kenangan lucu. Duh kayanya ragam bahasa kita.
    Lah ini saat awal ketemu teman dari Jatim. “Kon wis mari….lah aku gak lara….” Kata ‘mari’ Jatim bermakna selesai sedangkan di Jateng artinya sembuh.
    Salam

  13. lumayan sering aq mbak,karena kluarga papaku dr gorontalo . kalo mreka ngomong sama kami yg surabaya ini pasti saling nanya artinya. papaku aja udh puluhan taun di jawa msh aja bahasanya ga brubah. dulu sering miskom sama ART drmh. misal :
    aduk kopi = goyang itu kopi,
    bikin kopi = siram akan kopi,
    matikan kipas angin = bunuh itu kipas angin (sadis ya hahaah)
    yg ada pembantuku melongo tolah toleh bingung,hahahaha
    skali waktu papaq pergi pijet, trus tukang pijetnya nanya, griya ne pundi (rumahnya dimana) papaku ga tau artinya trus dijawab aja, disini yang sakit pak,hahahah dan masih banyak lagi miskom2 yg lain

      1. oiya mbak kan manado ya,hahaha dl ada lho teman anaknya tanteq kabur karena tanteku teriak ke ARTnya “siram akang teh pa ini tamu” langsung lari mreka,hahahaha

  14. sama mbak, pas ke bengkulu juga dapat istilah “semalam” dan “siap” yang maknanya beda dengan yang saya pahami selama ini. Jadi pakai acara mengernyitkan kening dan melirik suami minta penjelasan 🙂

  15. bhuahahaha…lucu Liiiis…
    Banyak salah paham ketimbang masalah bahasa doang yah…
    Untung gak sampe berantem-beranteman hehehe…
    *dasar drama queen, semua pengennya dibikin drama hihi..!*

    Tapi aku ama Abah sama2 Sunda siiih…jadi ya gitu deh gak seruuu..

    Eh, tapi aku pernah lho Lis, kerumah adek nenek nya Abah yang Betawiiiii banget…
    Gaya ngomongnya kayak di film si Doel gitu lah…

    Ketika baru nikah, kita berkunjung kesana dan pas lihat aku dia langsung nyeletuk:
    “itu bini lo belum bunting2 juga? Kapan dong buruan lah!”…
    Bhuahahaha…aku langsung shock…emang gue sapi dibilang bunting segala…bhuahahaha

  16. Bruakakak.. Memang kek gitu lah Mbak, di Medaaaaan.. Aku pun pening kali kalok cerita di blog. Banyak yg ngga ngerti.. Hihihi 😀

Tinggalkan Balasan ke bemzkyyeye Batalkan balasan

Blog di WordPress.com.

Atas ↑