Pengalaman Rohani Lewat Pencarian SMA Untuk Anak

Tahun depan, si abang sudah akan memasuki jenjang pendidikan SMA.

Tak terasa yah… 

Rasanya belum lama saya bercerita di blog tentang bagaimana kami yang dengan tiba-tiba terpaksa pontang-panting mencari sekolah tingkat playgroup untuk anak ini. Gara-garanya abang yang waktu itu masih berusia 32 bulan tiba-tiba minta disekolahkan sampai-sampai rela berhenti minum ASI yang penting bisa sekolah. Kami yang sebenarnya saat itu belum terpikir untuk menyekolahkan anak (yang notabene waktu itu statusnya masih anak ASI lho ya 😅) terpaksa harus segera berurusan dengan perintilan dunia pendidikan. Puji Tuhan, meski awalnya kaget, tapi akhirnya kami jadi semangat juga mencari sekolah yang pas untuk si abang yang saat itu lagi lucu-lucunya 😁. Lucu kalau mengingat kembali kejadian itu, kejadian yang seperti baru terjadi kemarin, padahal ternyata sudah lewat lebih dari dua belas tahun yang lalu.

Masa mencari sekolah untuk tingkat playgroup saat itu kemudian menjadi awal petualangan kami dengan dunia sekolah anak. Bersyukur, sampai sekarang si abang sudah di tingkat SMP, kami merasa diberkati karena abang selalu bersekolah di tempat-tempat yang tepat. Tidak hanya bekal ilmu dan pengetahuan yang diterima adalah cukup baik, namun sejauh ini semua sekolah di mana abang menimba ilmu juga bisa menolongnya dalam pertumbuhan iman serta pembentukan karakter yang percaya diri dan berintegritas.

Dari sejak TK hingga kini, si abang bersekolah di sekolah-sekolah yang berada dalam naungan yayasan yang sama. Dari sejak awal masuk ke sekolah TK di bawah naungan yayasan ini, kami sudah merasa cocok dengan cara mereka menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif dengan penerapan visi yang sejalan dengan visi kami. Karena itulah, ketika naik ke SD dan kemudian ke SMP, bahkan ketika pindah ke kota lain pun, kami tetap memilih sekolah di bawah naungan yayasan yang sama.

Kami sudah merasa nyaman dengan sekolah ini….

Sampai kemudian ketika kami harus menggumuli SMA untuk si abang.

Pertimbangan memilih sekolah tingkat SMA memang ada perbedaannya dibanding memilih sekolah pada tingkatan di bawahnya, karena tingkat SMA adalah tingkat persiapan akhir untuk menuju ke pendidikan tinggi. Idealnya, pemilihan SMA dilakukan dengan mempertimbangkan target pendidikan tinggi anak.

Cita-citanya ingin menjadi apa? Ingin kuliah apa dan di mana? Dalam negeri atau luar negeri? Kalau di dalam negeri, harus yang negeri atau bisa swasta? Kalau ke luar negeri, ingin ke negara mana?

Adalah sangat baik bila sebelum naik ke jenjang SMA dan anak sudah memiliki cita-cita dan target yang bisa menjawab deretan pernyataan di atas karena hal itu akan membantu anak dan orangtua untuk memilih SMA yang lebih tepat sebagai persiapan ke bangku perkuliahan kelak.

Saya menjadi teringat dengan pengalaman saya dulu sewaktu lulus dari SMP dan akan mendaftar ke SMA. Saat itu, setelah dari TK, SD, sampai SMP orangtua yang memilihkan sekolah untuk saya, maka khusus SMA orangtua membebaskan saya untuk memilih sendiri. Sayangnya, saat itu saya belum memiliki target apa-apa untuk pendidikan tinggi. Apalagi kalau ditanya soal cita-cita…beuuuhh….bingung lah! 🤭. Akhirnya, karena NEM (istilah dulu banget ya ini 😅) saya termasuk yang tertinggi di kota saya tinggal, saya pun memilih SMA hanya berdasarkan tingkat kepopuleran dan keunggulannya semata 🤦‍♀️. Bersyukur, meskipun saya hampir tidak menikmati masa SMA saya karena beberapa kali merasa sudah salah pilih dan bahkan sampai hampir lulus SMA pun saya masih bingung dengan cita-cita, namun Tuhan tetap menuntun saya hingga bisa masuk ke jurusan kuliah yang terbukti sesuai sekali dengan saya dan bahkan dunianya begitu saya nikmati baik ketika masih bekerja maupun saat sudah tidak bekerja lagi seperti sekarang.

Tuhan memang selalu punya cara untuk mengarahkan kita agar menempuh jalan yang sesuai dengan rencana-Nya.

Namun, meskipun pengalaman saya yang tidak memiliki target apa-apa sewaktu naik ke SMA itu bisa memiliki akhir yang bahagia, sebagai orangtua saya tetap berharap agar anak-anak bisa mendapatkan pengalaman yang lebih baik. Karena itulah, sejak anak-anak masih kecil, saya berdoa agar Tuhan berkenan menaruhkan cita-cita di hati anak-anak dan membukakan kesempatan untuk mereka meraih cita-cita itu. Harapannya, Tuhan telah menaruhkan cita-cita di hati anak-anak, sejak sebelum mereka lulus dari SMP.

Dan puji Tuhan Yesus, sejak si abang duduk di bangku kelas 7, dia sudah memiliki target yang cukup jelas. Kalau untuk cita-cita, dia memang sudah punya dari sejak kecil, saya sendiri sudah tidak ingat sejak kapan. Namun cita-citanya itu barulah menjadi target yang jelas ketika dia berada di kelas 7. Untuk hal ini kami benar-benar harus berterimakasih pada sekolah yang telah memberikan project tentang cita-cita. Project yang diberikan sekolah waktu itu adalah membuat mind map  tentang cita-cita yang mana isinya harus sedetail mungkin. Cita-citanya apa, tugas pekerjaannya apa, keahlian dan  pengetahuan yang diperlukan apa, latar belakang pendidikan yang dibutuhkan apa, dan sebagainya. Karena harus detail, maka si abang pun melakukan riset yang cukup mendalam terkait cita-citanya, sampai kemudian dia menemukan jurusan kuliah yang tepat untuk menunjang cita-citanya dan bahkan juga mengetahui universitas mana yang sekiranya paling sesuai dengan kebutuhannya. Dari situlah si abang mendapatkan kemantapan untuk pendidikan tingginya kelak. Puji Tuhan Yesus 💗.

Target abang itu kemudian kami doakan dan tentu persiapkan.

Sejak abang kelas 7 itu, dia sudah mulai mengambil kursus bahasa negara yang menjadi tujuan kuliahnya (tahun depan dia sudah akan mengambil ujian bahasa tersebut untuk tingkat remaja…yeayyy!!) 😍. Selain kursus bahasa tersebut, kami juga sudah mulai mencari berbagai informasi tentang persyaratan yang diperlukan untuk dapat berkuliah di negara dan universitas yang abang cita-citakan. Dari pencarian informasi itu kami mengetahui bahwa bila abang ingin berkuliah di negara tersebut tanpa perlu melewati tahap penyetaraan selama satu tahun, maka abang memerlukan ijazah yang diakui secara internasional, salah satunya adalah IB Diploma (International Baccalaureate Diploma). Nah, untuk mendapatkan IB Diploma tersebut, maka abang harus bersekolah SMA di sekolah yang menerapkan kurikulum IB alias yang berstatus sebagai sekolah internasional.

Mendengar nama sekolah internasional, terus terang kami langsung keder juga. Bagaimana tidak yah, penghasilan kami sesungguhnya hanya cukup untuk menyekolahkan anak di sekolah swasta nasional plus saja 🤭. Meski begitu, tak boleh lantas berputus asa dong ya, karena biasanya sekolah-sekolah internasional juga menyediakan beasiswa bagi siswa yang berprestasi. Kami pun merasa masih ada harapan untuk si abang bisa bersekolah di sekolah internasional yang menerapkan kurikulum IB meskipun penghasilan orangtuanya sebenarnya tidak cukup untuk itu.

Saat itu, karena si abang masih di kelas 7, maka yang bisa kami lakukan hanyalah mendoakan agar abang bisa masuk SMA yang sesuai dengan targetnya. Barulah ketika abang duduk di kelas 9 dan sekolah-sekolah tingkat SMA mulai membuka penerimaan siswa baru, yang tadinya hanya berupa keinginan dan doa, kami tuangkan dalam bentuk aksi yang nyata.

Petualangan mencari sekolah tingkat SMA yang abang perlukan pun resmi dimulai.

Semangat Mengejar Beasiswa di Sekolah Internasional A

Tersebutlah Sekolah A yang merupakan sekolah internasional dengan penerapan kurikulum IB. Sekolah ini menjadi pilihan pertama karena empat alasan.

  1. Lokasinya dekat dengan rumah.
  2. Merupakan sekolah Kristen, sehingga tentu sesuai dengan prinsip iman kami juga.
  3. Masih berada di bawah naungan yayasan yang sama dengan sekolah anak-anak sekarang (hanya beda kasta saja, karena sekolah ini berada pada kasta paling tinggi 🤣) sehingga tentu secara budaya dan nilai yang diterapkan akan kurang lebih sama dengan yang selama ini sudah didapatkan si abang di sekolahnya yang sekarang.
  4. Membuka kesempatan beasiswa berdasarkan hasil tes, bukan berdasarkan penghasilan orangtua.

Di mata kami, sekolah ini tampak sangat ideal sebagai salah satu jalan untuk anak kami meraih cita-cita. Sejak abang masih duduk di kelas 7, kami sudah mengincar dan mendoakan sekolah ini. Setiap kali melewati sekolah ini, kami juga selalu berangan-angan kelak akan mengantar jemput si abang di sekolah ini. Ketika abang duduk di kelas 9 dan sekolah ini membuka kesempatan untuk menghadiri open house dengan sesi private school tour, kami pun ikut. Tak hanya sekali. Tapi dua kali. Yang pertama hanya kami orangtua, yang kedua hanya si abang dan si adek saja. Begitulah, saking kami memang sangat ‘menginginkan’ sekolah ini.

Begitu sekolah ini membuka penerimaan murid baru, si abang pun  langsung mendaftar dengan jalur beasiswa akademik.

Untuk mendapatkan beasiswa di sekolah ini, pendaftar harus memenuhi berbagai persyaratan dan juga mengikuti serangkaian tes. Nilai rapor, sertifikat-sertifikat lomba serta kompetisi, video proposal, handwritten essay, dan segala macam dokumen lainnya harus dikirimkan ke komite beasiswa. Jika persyaratannya terpenuhi, maka pendaftar akan dipanggil untuk tes. Tesnya berupa MAP Test (Measure of Academic Progress Test) yang mencakup Math dan English serta penulisan essay on the spot. Bila hasil tesnya memenuhi, maka pendaftar akan diundang untuk wawancara dengan school dean. Setelah wawancaranya selesai, maka tinggal menunggu keputusan dari pihak komite beasiswa.

Puji Tuhan Yesus, abang melalui semua proses dengan baik serta semangat. Untuk nilai-nilai sekolah kami sudah tenang ya, karena puji Tuhan nilai-nilai sekolah si abang selalu sangat memuaskan. Abang juga sudah memiliki banyak modal sertifikat dan penghargaan dari berbagai macam lomba. Video proposal dia buat dengan sebaik-baiknya, begitu juga dengan handwritten essay. Puji Tuhan, semua persyaratan terpenuhi dan si abang dipanggil untuk mengikuti tes. Dari hasil laporan si abang, tesnya bisa dia lakukan dengan baik. Kami pun berbunga-bunga meskipun ternyata menunggu hasil tesnya itu cukup lama, sampai beberapa minggu. Di dalam proses menunggu itu, sekolah si abang yang sekarang juga sudah membuka early bird registration untuk siswanya sendiri dengan potongan sampai 50% dari biaya DPP yang seharusnya. Saat itu, setelah berdoa, kami memutuskan untuk melepaskan kesempatan potongan DPP sebesar 50% dari sekolah abang itu.

Puji Tuhan, setelah cukup lama menunggu, kami akhirnya mendapatkan kabar bahwa si abang lulus tes dan sekarang akan maju ke tahap selanjutnya, yaitu wawancara dengan school dean. Lagi-lagi, puji Tuhan, abang merasa bahwa wawancaranya berjalan dengan lancar dan baik. Kami pun berbunga-bunga dan bahkan sudah merasa bahwa si abang memang akan positif masuk ke sekolah ini. Rasanya tak sabar menunggu hasil keputusan proposal beasiswa si abang.

Beberapa waktu kemudian, hasil yang kami nanti-nantikan itu akhirnya keluar.

Abang mendapatkan beasiswa di Sekolah Internasional A ini.

Beasiswanya adalah sebesar 50%.

Potongan yang sebenarnya sudah sangat fantastis mengingat biaya bersekolah di sekolah ini sangatlah mahal.

Sayangnya, setelah kami hitung-hitung, maka biaya yang harus kami keluarkan per tahun dan per bulannya masih cukup besar. FYI, DPP di sekolah ini diterapkan per tahun, jadi bukan hanya bayar sekali saja saat masuk 😅. Untuk Grade 10 masih berada di dalam batas kesanggupan kami. Tapi tidak lagi untuk Grade 11 dan Grade 12 di mana di situlah program IB Diploma dimulai sehingga biayanya menjadi jauh lebih tinggi. Semakin kami hitung-hitung, semakin rasanya sayang bila terlalu memaksakan diri hanya untuk tingkat SMA saja.

Dengan berat hati, penawaran beasiswa sebesar 50% dari Sekolah Internasional A ini harus kami tolak.

Masa Patah Hati

Setelah terpaksa menolak penawaran beasiswa dari Sekolah Internasional A, kami pun masuk ke dalam masa patah hati.

Kami sedih, karena bingung, kalau begitu di manakah abang harus bersekolah SMA nanti? Haruskah abang melanjutkan sekolah di tempat yang sekarang? Lalu bagaimana nanti dengan kuliahnya? Apakah memang jalannya untuk abang adalah melalui masa 1 tahun penyetaraan itu?

Kami juga sedih dan sempat bertanya pada Tuhan, kalau memang si abang harus melanjutkan sekolah di tempat yang sekarang, lalu kenapa kami dibiarkan melewatkan kesempatan potongan DPP sebesar 50% itu padahal setelah selesai mendoakannya ada rasa yakin di hati kami untuk melewatkannya? Bukankah Tuhan tahu bahwa kondisi kami sekarang ini juga sedang memerlukan mengingat ada orangtua kami yang sedang sakit?

Sedih dan bingung rasanya.

Tapi puji Tuhan, dalam sedih dan bingung itu, Tuhan masih menolong kami untuk tetap bisa berdoa dan mendengarkan Tuhan bicara lewat Firman-Nya dalam Alkitab. Salah satu Firman yang saya baca tepat sehari setelah menolak tawaran beasiswa dari Sekolah Internasional A benar-benar menguatkan dan membangkitkan semangat kami kembali. Firman tersebut terdapat di dalam Mazmur 40:1-6.

Aku sangat menanti-nantikan TUHAN; lalu Ia menjenguk kepadaku dan mendengar teriakku minta tolong.
Ia mengangkat aku dari lobang kebinasaan, dari lumpur rawa; Ia menempatkan kakikudi atas bukit batu,menetapkan langkahku,
Ia memberikan nyanyian baru dalam mulutku untuk memuji Allah kita. Banyak orang akan melihatnya dan menjadi takut,lalu percayakepada TUHAN.
Berbahagialah orang, yang menaruh kepercayaannya pada TUHAN, yang tidak berpaling kepada orang-orang yang angkuh, atau kepada orang-orang yang telah menyimpang kepada kebohongan!
Banyaklah yang telah Kaulakukan, ya TUHAN, Allahku, perbuatan-Mu yang ajaib dan maksud-Mu untuk kami. Tidak ada yang dapat disejajarkan dengan Engkau! Aku mau memberitakan dan mengatakannya, tetapi terlalu besar jumlahnya untuk dihitung.
~Mazmur 40:1-6~

Firman Tuhan tersebut memang bukan secara langsung menjawab kegelisahan dan pertanyaan kami, namun dari sejak membaca ayat pertamanya saja saya sudah langsung menangis karena terasa sungguh Tuhan sedang berbicara kepada kami. Tuhan mengingatkan kami bahwa Tuhan tahu apa yang sedang kami gumuli. Ia mendengar seruan minta tolong kami dan sesungguhnya sekarang ini pun Tuhan sedang bekerja menolong kami. Segala pertanyaan kami akan terjawab! Yang perlu kami lakukan sekarang ini adalah yakin, tetap memuji Tuhan sambil mengingat segala perbuatan dan pertolongan Tuhan yang tidak pernah terlambat dilakukan-Nya dalam kehidupan kami.

Seumur hidup saya, Firman tersebut di atas sudah beberapa kali saya baca, namun baru sekali ini Firman tersebut sungguh masuk dalam hati saya. Firman Tuhan itu memang hidup. Sekali lagi Tuhan membuktikan itu kepada kami. Ya dan Amin.

Tuhan memang sangat baik. Cukup semalam kami bergumul dengan pertanyaan kepada-Nya, dan keesokan harinya jawaban itu Tuhan berikan. Bukan langsung solusi atas pergumulan kami yang Dia berikan memang, melainkan Tuhan memberikan yang lebih penting, yaitu penghiburan bahwa Tuhan tahu, Tuhan mengerti, dan Tuhan mendengarkan tangisan kegelisahan kami. Sebagai orangtua, kami juga Tuhan arahkan untuk melihat pertolongan-Nya yang sebenarnya sudah Tuhan berikan, yaitu melalui abang yang meski kecewa tapi tetap terlihat bersemangat, seolah yakin bahwa akan ada jalan lain untuk dia menggapai cita-citanya. Tak terbayang bila si abang sebaliknya menjadi patah semangat, sebagai orangtua tentu kami akan merasa lebih sedih lagi.

Setelah semangat kami mulai muncul kembali, kami pun mulai mencari-cari informasi mengenai sekolah dengan kurikulum IB lainnya yang juga menyediakan beasiswa atau paling tidak yang biayanya masih terjangkau untuk kami.

Dalam masa pencarian alternatif lain ini, kami sempat mempertimbangkan sebuah sekolah berasrama di Jawa yang juga menerapkan kurikulum IB dengan biaya yang 100% gratis. Menggiurkan, tapi ada banyak hal yang membuat hati ini ragu dengan sekolah tersebut, sehingga meski suami sempat bilang untuk tidak apa, dicoba saja dulu, namun dalam hati saya tetap berdoa agar jangan sampai sekolah tersebut menjadi satu-satunya alternatif untuk si abang.

Jawaban Tuhan Lewat Sekolah Internasional B

Salah satu hal yang saya syukuri dengan lingkungan pergaulan saya di tempat ini adalah di sini saya memiliki beberapa teman yang dapat menjadi teman bercerita dan berbagi, termasuk untuk urusan anak-anak. Memang adalah berkat tersendiri bila bisa memiliki teman berbagi cerita yang sama-sama tanpa disertai perasaan yang aneh-aneh seperti iri, merendahkan, atau tidak mau kalah. Tak ada hubungan pertemanan yang sempurna memang, namun asalkan ada ketulusan, maka itu sudah lebih dari cukup.

Dalam hal si abang mengincar sekolah berkurikulum IB karena bercita-cita hendak kuliah ke negara tertentu juga saya ceritakan pada beberapa teman saya di sini. Nah, karena saya cerita itu, maka mereka pun tahu bahwa kami menolak tawaran beasiswa 50% ke Sekolah Internasional A. Suatu kali, ketika sedang mengantarkan si adek les renang, abang yang baru pulang dari sekolah juga ikut singgah ke tempat les si adek. Saat itu, salah satu teman saya yang anaknya juga les renang bersama si adek ada di situ dan sempat mengobrol sebentar dengan si abang. Selagi mengobrol, teman saya ini tiba-tiba teringat dengan Sekolah Internasional B yang berlokasi masih di area yang dekat dengan rumah kami. Sepanjang pengetahuan teman saya ini, Sekolah Internasional B ini juga menerapkan kurikulum IB. Teman saya kemudian berjanji akan menghubungi temannya yang anaknya bersekolah di situ untuk bertanya mengenai kurikulum dan biaya di situ.

Malam harinya, sesuai janji, teman saya meneruskan informasi yang dia dapatkan dari temannya. Oh, God bless herSee? Itulah  bahagianya memiliki pertemanan yang tulus. Mengucapkan janji yang tak hanya sekadar lip service tapi memang benar-benar dilakukan, karena peduli, karena tulus.

Barawal dari situ, proses selanjutnya kemudian berlangsung dengan cepat.

Setelah mengetahui informasi mengenai Sekolah Internasional B, malam itu juga saya langsung menghubungi sekolah itu via WA. Esok pagi harinya saya dan suami langsung datang mengunjungi sekolah tersebut.

Saat berkunjung itu, kami cukup surprise karena mengetahui bahwa 80% siswa di sekolah tersebut melanjutkan kuliah ke benua yang menjadi cita-cita abang 😍.

Lebih terkejut lagi karena tahu bahwa salah satu bahasa asing yang disediakan oleh sekolah ini sebagai bagian dari kurikulum IB-nya adalah bahasa negara yang memang menjadi target si abang 😍😍.

For your information, di Sekolah Internasional A, bahasa asing yang disediakan dalam kurikulumnya hanyalah Bahasa Mandarin dan Bahasa Korea serta dari profil alumninya, hampir tidak ada yang melanjutkan kuliah ke benua yang sama dengan target si abang.

Saat melihat daftar pelajaran tersebut dan mengetahui profil alumninya, kami langsung yang, “Wow….bisa pas sekali begini ya???”.

Karena sudah cukup yakin, saat itu kami langsung membeli formulir pendaftaran dan mengajukan permohonan beasiswa. Siang harinya, berkas si abang (rapor dan sertifikat-sertifikat lomba) sudah saya kirimkan ke staf admission yang langsung meneruskan berkas tersebut ke school principal. Di hari yang sama, staf admission menghubungi saya untuk bertanya apakah hari ini juga si abang bisa diwawancarai oleh school principal sebagai kandidat penerima beasiswa. Kami terkejut tentu dengan proses yang sangat cepat ini. Di satu sisi kami bahagia, namun di sisi lain, kami tahu kalau kami harus membahas dan terlebih mendoakan ini bersama-sama. Saya pun meminta waktu selama satu hari kepada staf admission tersebut karena masih merasa perlu mendoakan soal sekolah ini. Puji Tuhan bahkan school principal-nya juga mengerti, sehingga jadilah jadwal wawancaranya diundur ke sore di hari berikutnya.

Malam itu, kami membahas perihal sekolah ini dan kemudian berdoa bersama. Dalam hati saya waktu itu, ada semacam meminta pertanda bahwa kalau memang mereka menerima permohonan beasiswa abang, maka itu berarti sekolah ini adalah memang yang paling tepat untuk si abang.

Esok sore harinya, sesuai jadwal, si abang diwawancarai oleh school principal. Karena jadwalnya termasuk ditentukan secara tiba-tiba, maka wawancara dilakukan secara online dan si abang bahkan hanya mengenakan jersey bola karena jadwal wawancara sore itu memang adalah tepat setelah jadwal dia latihan bola 😅.

Menurut si abang, wawancaranya berlangsung lancar dan lebih mendalam dibanding wawancara bersama Sekolah Internasional A. Dengan school principal dari Sekolah Internasional B ini, kepribadian si abang seperti yang benar-benar ingin digali. Cita-citanya pun ditanya dengan sangat mendetail. Kami sangat bersyukur mendengarnya, karena wawancara seperti itulah yang kami harapkan, agar pewawancara bisa melihat potensi dan kesungguhan tekad yang telah Tuhan anugerahkan untuk si abang.

Keesokan harinya, sekitar pukul 9 pagi, saya kembali menghubungi staf admission dengan maksud untuk bertanya mengenai jadwal tes, karena seperti yang saya tahu untuk mendapatkan beasiswa tersebut harus melalui tes akademik terlebih dahulu.

Pertanyaan saya tentang jadwal tes dijawab oleh staf admission dengan jawaban yang mengejutkan.

Si abang tidak perlu tes lagi karena berdasarkan rapor, sertifikat-sertifikat lomba, dan terlebih berdasarkan wawancara di hari sebelumnya, school principal sudah confirmed to grant him a full scholarship.

Oh wow…

Saya pun sempat tak bisa berkata-kata lagi, sampai pesan dari staf admission tersebut tidak kunjung saya balas hingga sekian waktu lewat.

Jadi inilah jawaban Tuhan….

Bahwa Tuhan mengerti, kami sedang dalam kondisi tidak sedang berkelebihan karena itu Tuhan memang tidak akan membiarkan kami mengalami kerugian material yang sangat besar.

Bahwa Tuhan sendiri yang menaruhkan cita-cita di hati si abang, karena itu Tuhan juga yang akan membukakan jalan untuk si abang.

Bahwa Tuhan selalu tahu apa yang terbaik untuk anak-anakNya dan kami memang tidak tahu apa-apa. Sudah sangat lama kami menginginkan abang bersekolah di Sekolah Internasional A karena berpikir bahwa di situlah yang terbaik untuk abang, tapi ternyata Tuhan bilang bukan, bukan sekolah itu yang tepat, melainkan Sekolah Internasional B. Abang perlu ‘gagal’ di A, karena yang terbaik untuknya adalah B.

Tuhan selalu tahu, Tuhan senantiasa mengerti, dan rencana-Nya tidak pernah gagal.

Amin.

Jadi demikianlah, kisah pencarian sekolah tingkat SMA untuk si abang, yang ternyata pada akhirnya tak hanya membuat si abang mendapatkan sekolah yang paling tepat untuknya, tapi membuat kami kembali mendapatkan pengalaman iman untuk kami belajar dan bertumbuh semakin mengenal Tuhan.

Kesulitan dan jalan berliku memang sering Tuhan pakai untuk memproses seseorang, karena itu tak ada proses yang sia-sia meskipun ternyata hasilnya melenceng dari perkiraan atau tidak sesuai dengan keinginan awal. Walaupun abang pada akhirnya tidak bisa mengambil beasiswa dari Sekolah Internasional A, tapi kami bersyukur karena dengan begitu paling tidak memberikan pengalaman yang berharga untuk si abang yang bisa menjadi modal untuk dia ketika mencari beasiswa untuk kuliahnya nanti.

Untuk kedepannya juga pasti akan ada kesulitan yang harus abang hadapi. Dia harus menyesuaikan diri dengan budaya di sekolah yang baru yang tentu memiliki banyak sekali perbedaannya dengan sekolah dia yang sekarang. Abang juga harus benar-benar kerja keras untuk bisa lulus dengan IB Diploma karena prosesnya memang aduhai. Proses yang akan dia jalani bukanlah mudah, tak ada itu yang namanya segala sesuatu serba ideal. Kerikil dan batu akan menyertai sepanjang jalan. Tapi tak mengapa, memang harus siap karena toh Tuhan pasti menolong serta memampukan, yang penting abang tetap melakukan bagiannya yaitu fokus dan semangat menggapai cita-citanya. Amin!

Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya.
Siapakah orang yang takut akan Tuhan? Kepadanya Tuhan menunjukkan jalan yang harus dipilihnya.
~ Mazmur 25:10,12~

P.S.

Jika ingin mengetahui daftar sekolah di Indonesia yang menyediakan kurikulum IB, maka bisa dilihat di laman ini. Di Indonesia hanya ada 69 sekolah dan tidak semuanya menyediakan kurikulum IB sampai tingkat IB Diploma. Se-Jabodetabek ada 31 sekolah dan se-Banten hanya ada 5 sekolah. Puji Tuhan, 2 di antara yang 5 itu berlokasi dekat dengan rumah kami, yang mana salah satunya kelak akan menjadi tempat abang bersekolah SMA 😍.

10 respons untuk ‘Pengalaman Rohani Lewat Pencarian SMA Untuk Anak

Add yours

  1. Alhamdulillah, turut lega dan bahagia. Selamat ya buat abang dan keluarga. Sukses pendidikan dan karirnya kelak ya,. Untuk mamanya,, makasih kak lissaaaaaaa.. sudah berbagi pengalaman hidupnya, spiritualnya, menjadi contoh yang baik bagiku khususnya, dan bagi pembaca yang lain umumnya 😘

  2. Ya ampun apa2an ini kk, udh lama ndak singgah kenapa si Abang udh mau Kuliah ajah ceritanya, dan bener2 kaya’ aku yang ikut gregetan bahagianya denger berita baik ini…
    Tuhan baik ya kk, luar biasa iman kk dan keluarga, diberkati selalu, and looking forward to be the witness of Abang’s journey kk, Tuhan Berkati Abang selalu

Tinggalkan Balasan ke dey Batalkan balasan

Blog di WordPress.com.

Atas ↑