Move On

Istilah move on, sering dikaitkan dengan kejadian patah hati dalam urusan percintaan. Mungkin karena memang move on yang paling berat dilakukan itu adalah yang berkaitan dengan hati dan cinta, wajar memang ya, saya rasa semua orang pasti setuju bahwa memang langkah move on itu paling berat diambil kalau sudah menyangkut hubungan cinta.

Meski begitu, yang namanya move on tidak hanya diperlukan untuk terbebas dari jerat perasaan menyangkut hubungan percintaan masa lalu saja, dalam kehidupan sehari-hari kita pun sering harus move on dari sesuatu. Terkadang mudah, namun tak jarang juga berat rasanya. Apalagi, terkadang kondisi bahwa kita sebenarnya harus move on itu terjadi tanpa kita sadari karena kita tidak tahu bahwa kita sebenarnya masih terjebak dalam hal-hal yang seharusnya sudah kita tinggalkan di belakang. Alih-alih berjalan maju, kenyataannya kita hanya berjalan di tempat saja. Kadang kala terjadi, hari-hari berlalu terlihat seperti normal, namun sebenarnya bila direnungkan, maka akan membuat sadar bahwa kita menjalani hari demi hari dengan tidak bersama diri kita yang seutuhnya, karena sebenarnya ada sebagian dari diri kita yang masih tertinggal di belakang.

Saya juga pernah mengalami hal yang sama.

Beberapa waktu yang lalu, setelah hampir dua tahun kami tinggal di rumah ini, kami mengambil keputusan untuk membuat beberapa perubahan di rumah ini. Keputusan tersebut berawal dari keinginan kami sebagai orangtua untuk memberikan ruang belajar dan ruang tidur yang lebih nyaman untuk anak-anak. Lebih nyaman dalam artian ruangan yang ukurannya lebih pas serta ruangan yang teratur dan terorganisir. Hal ini terutama didorong oleh faktor si adek yang semakin besar sehingga sudah tidak pas lagi jika dia terus belajar dengan menggunakan meja lipat di atas karpet.

Puji Tuhan, seluruh pekerjaan menyiapkan ruangan yang lebih representatif untuk anak-anak itu sudah selesai sejak sebelum akhir tahun kemarin dan anak-anak pun sekarang bisa menikmati space yang ideal untuk segala aktivitas dan keperluan mereka di rumah. Sebagai orangtua, hati ini bahagia sekali melihat hasil perubahan itu. 

Namun, rasa bahagia yang saya rasakan itu muncul dengan disusul kesadaran bahwa kondisi saya pribadi beberapa tahun terakhir ini, ternyata sedang tidak baik-baik saja.

Kesadaran itu justru muncul ketika saya melihat betapa baiknya ruangan anak-anak sekarang.

Semua saya atur dengan rapi, teratur, dan dengan penempatan yang sesuai. Hal itu membuat saya terpikir, sepertinya sudah lama dari sejak terakhir saya menata barang-barang dengan cara seperti ini… Kami telah genap dua tahun tinggal di rumah ini, namun baru sekarang saya melihat hasil penataan yang saya lakukan adalah setara rapinya dengan yang seperti dulu saya lakukan ketika kondisi masih ‘normal’ dan rumah kami masih di Palembang.

Saya lalu membuka lemari pakaian saya dan suami, melihat isi di dalamnya saya tersenyum getir. Bukan, bukannya isi lemari kami berantakan. Masih tetap rapi mungkin di mata orang dan selama ini saya juga biasa saja melihatnya, namun hari itu saya melihatnya dengan berbeda.

“Bukan seperti ini saya menata barang-barang……”

Pribadi saya yang asli tidak akan mengatur barang dengan prinsip yang penting ada tempat untuk meletakkan, karena saya yang asli memiliki prinsip bahwa selalu ada tempat yang sesuai untuk setiap barang.

Kondisi yang sama saya temukan ketika melihat isi laci meja rias dan barang-barang kami lainnya di rumah. Hampir semuanya ‘ditata’ dengan prinsip asal ada tempat untuk meletakkan 🤦‍♀️.

Saya yang melihat itu semua kemudian merasa heran dengan diri saya sendiri dan jadi bertanya-tanya. Kenapa bisa begini jadinya? Kenapa baru merasa aneh sekarang? Kemana saja saya selama ini?

Pertanyaan-pertanyaan itu membuat saya merenung hingga akhirnya saya harus dengan jujur mengakui bahwa sebenarnya dari sejak meninggalkan rumah Palembang, saya belum move on  dari kenyataan bahwa rumah kami sekarang bukan lagi di Palembang….

Karena belum move on itulah, maka saya bisa membiarkan anak-anak beraktivitas dalam kondisi yang seadanya di rumah ini. Si adek bahkan bisa selama hampir dua tahun belajar dengan hanya menggunakan meja lipat di atas karpet, and I was fine with that. Karena saya masih merasa bahwa rumah kami adalah yang di Palembang dan di sini hanya sementara itulah, maka saya bisa membiarkan barang-barang kami hanya sekedar ada tempat meletakkannya saja. Saya mengatur barang-barang di rumah ini kurang lebih seperti saat menginap di hotel atau ketika tinggal sementara di apartemen. Asal tidak berantakan, maka jadilah.

Tidak ada masalahnya memang dengan itu.

Yang jadi masalah adalah itu bukan kepribadian saya yang sebenarnya.

Sekian lama sudah kami meninggalkan rumah Palembang, dan sebagian diri saya masih terjebak dalam kenangan akan rumah itu. Mungkin karena memang kondisi kami sangat nyaman di rumah itu. Mungkin karena memang isi di dalam rumah itu dari sejak awal dibuat benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan kami. Mungkin karena rumah itu adalah wujud nyata definisi home sweet home untuk kami. Mungkin karena kami berpisah dengan rumah itu dengan cara yang begitu tiba-tiba hingga hati saya sebenarnya belum siap.

Segala sesuatu kenangan tentang kehidupan kami di rumah itu begitu melekat hingga sebagian dari diri saya seperti tertinggal di sana. Apalagi ditambah saya mengalami paranoid parah sebagai efek pandemi ini sehingga semakin lah saya kehilangan bagian demi bagian dari diri saya sendiri….

Setelah dipikirkan dan disadari, sekarang barulah terasa sedihnya….

Selama ini rasanya ya baik-baik saja. Hari-hari terjalani dengan baik. Terkadang memang mata suka sakit melihat buku-buku bacaan anak-anak menumpuk di rak bawah TV atau ketika melihat gunting kuku bercampur dengan jam tangan. Tapi yah, sebelum ini perasaan itu hanya sepintas lalu saja, sakit mata melihat yang belum pas itu hanya berlangsung sesaat saja, sebentar kemudian perasaan hati dan mata saya sudah baik-baik saja. Cuek. Seperti tidak ada apa-apa. Sekarang setelah sadar baru berpikir, “kok bisa ya kayak gitu?

Kesadaran yang muncul itu kemudian membuat saya langsung mengambil tindakan.

Semua pakaian dari dalam lemari dikeluarkan, dilipat ulang satu per satu, dan ditempatkan dengan baik serta pas di dalam lemari dan laci. Buku-buku bacaan anak-anak yang tadinya menumpuk di ruang keluarga semua saya rapikan dan tata ulang di tempat yang semestinya. Piala anak-anak yang letaknya tak tersusun sesuai urutan dan kelompok, saya tata ulang. Begitu juga dengan medali anak-anak yang sudah tersebar sana-sini, saya berikan tempat yang khusus. Semua barang-barang dalam semua laci saya tata kembali. Hiasan, pajangan, dekorasi, saya pindah-pindahkan dan letakkan sesuai selera mata. Intinya, di sepanjang hari itu hampir seisi rumah saya tata ulang.

Took me long enough to even make this kind of simple arrangement on my dressing table, but at least I’m getting there….
Some pictures of clothing rearrangement that I did that day
Glad to see there are no more stacks of books on this shelf

Setelah semuanya selesai, saya pun bisa menarik napas lega…..

Puji Tuhan…..

Mungkin untuk orang lain hal seperti ini biasa-biasa saja, tapi buat saya hal ini luar biasa karena ini adalah yang pertama kalinya, setelah dua tahun lebih, saya menata rumah benar-benar sesuai dengan apa yang menjadi selera saya.

Untuk pertama kalinya, sejak sekian lama, saya merasa menemukan kepribadian saya lagi.

Untuk pertama kalinya, semenjak tinggal di rumah ini, saya merasa benar-benar memiliki rumah ini.

Now don’t get me wrong. Saya pribadi merasa sangat nyaman tinggal di rumah ini yang meskipun kecil namun memiliki semua yang kami perlukan. Kenyataannya memang rumah ini sangat nyaman, semua orang yang pernah mengunjungi rumah ini mengatakan hal yang sama. Bayangkan saja, ukurannya kecil namun punya tiga ruang duduk dan kumpul-kumpul keluarga yang sangat nyaman. Tidak punya ruangan khusus dapur, tapi punya dapur dengan ukuran yang cukup lega dan tentu punya area untuk meja makan juga. Kamar-kamar ukurannya cukup, bahkan kamar utama termasuk sangat luas. Ruang cuci jemur ada. Carport bisa untuk dua mobil. Plus-nya lagi dari sisi keamanan, karena lokasinya berhadapan langsung dengan pos satpam yang dijaga 24 jam.

Meski begitu, ternyata selama ini perasaan saya hanya sampai di menikmati kenyamanan dan fasilitas yang sejak kami masuk sudah tersedia di rumah ini saja. Keterikatan perasaan dengan rumah yang lama ditambah interior yang sudah langsung tersedia sejak pertama kami membeli rumah ini, membuat rasa memiliki terhadap rumah ini gagal untuk tumbuh di hati saya. Rupanya tanpa saya sadari, selama ini saya merasa meski interior rumah ini sangat bagus dan nyaman, namun karena bukan kami yang mengadakannya sendiri maka semua ini dibuat untuk orang lain.

Saya lupa, kalau sebenarnya Tuhan yang menyediakan ini semua untuk kami lewat tangan para karyawan developer yang mendesain dan mengisi rumah ini dengan segala kehati-hatian serta pertimbangan. Tanpa sadar saya menjadikan kehidupan kami yang dulu di rumah Palembang sebagai standar kenyamanan sehingga bahkan setelah sekian lama tinggal di rumah ini, saya gagal melihat bahwa rumah ini bisa menjadi jauh lebih nyaman dibanding rumah yang lama bila saya memperlakukannya dengan diri saya yang sebenarnya, bukannya dengan diri saya yang masih belum move one dengan kehidupan yang lama, sebelum pandemi dan segala perubahan terjadi di hidup kami.

Bersyukur, sebuah keputusan untuk ruangan anak-anak yang sebenarnya berangkat dari rencana yang tiba-tiba saja terpikir, menjadi titik balik munculnya kesadaran dalam diri saya sehingga akhirnya setelah sekian lama, rasa memiliki terhadap rumah ini pun bangkit. Saya yang tadinya ternyata hanya asal sekedar saja menjalani hari demi hari di sini, kemudian jadi bersemangat untuk membuat ini dan itu agar rumah ini menjadi semakin nyaman untuk kami. Salah satunya yang teranyar yang kami buat adalah gudang kecil nan estetik di depan rumah…hehehehe

Sekali lagi, bukan kurang rapi, kurang teratur, dan kurang indah yang menjadi persoalan, namun sumber masalah yang harus dibereskan adalah saya yang kehilangan jati diri saya sendiri.

Puji Tuhan, perlahan demi perlahan saya bisa melangkah maju kembali. Dalam ibadah keluarga pergantian tahun baru kemarin, hal ini pun menjadi salah satu hal yang kami sekeluarga sama-sama syukuri, karena terutama suami sudah lama menantikan kapan istrinya bisa kembali seperti dulu lagi…hehehehe….. Memang masih banyak yang perlu diusahakan bahkan ada hal yang cukup signifikan yang harus dilakukan agar saya bisa benar-benar melangkah maju dan di saat yang sama kembali menjadi seperti diri saya yang dulu. But that will be another story for another time. Yang pasti sekarang ini saya hanya berharap ke depannya saya benar-benar bisa menjadi diri saya sendiri lagi. Saya bisa kembali melakukan hal-hal yang memang seharusnya bisa saya lakukan tanpa dikekang oleh hal-hal yang memaksa saya untuk mundur.

Persoalan move on memang tidak mudah karena biasanya menyangkut perasaan. Untuk bisa benar-benar move on, seseorang perlu jujur mengakui situasi dan perasaan diri sendiri, perlu juga untuk menerima kebenaran dari kenyataan yang ada, perlu juga untuk memberi diri sendiri waktu melakukan satu demi satu hal yang perlu, serta yang lebih penting lagi seseorang perlu menyadari apa yang menjadi akar yang mengikat sehingga tidak bisa move on. Karena itu, jika di antara pembaca ada yang sedang berpikir untuk meninggalkan sebuah hubungan (asal bukan hubungan pernikahan, please…), lebih baik menjelaskan alasannya dengan jujur kepada orang yang akan ditinggalkan karena itu bisa membantu orang yang ditinggalkan untuk move on. Di atas semuanya memang hanya Tuhan yang paling bisa diandalkan, saya sendiri kalau bukan Tuhan yang membuat sadar mungkin masih berada dalam kekangan yang membuat saya tidak menjadi diri saya sendiri.

Kalau teman-teman sendiri bagaimana? Pernahkah berada dalam situasi harus move on tapi tidak sadar seperti saya? Kalau pernah, apa yang akhirnya membuat teman-teman bisa sadar dan kemudian bisa benar-benar move on?

Iklan

Thanks for letting me know your thoughts after reading my post...

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Atas ↑

%d blogger menyukai ini: