Roti Anget Dua Ribuan…..

Semenjak tinggal di rumah ini, hampir setiap hari menjelang malam sampai sekitar jam 8 malam, kami selalu mendengar suara tukang roti keliling dengan ‘tagline‘ khasnya, “Roti…roti…roti anget dua ribuan….”.

Kami memang tidak pernah membeli dagangan tukang roti itu, karena memang penjualnya juga setahu saya tidak pernah masuk ke dalam cluster rumah kami ini. Sepertinya sih dia berjualan di perumahan belakang, sehingga suaranya terdengar dekat dari rumah kami ini. Namun, meski belum pernah melihat langsung tukang jualannya apalagi sampai membeli dagangannya, karena hampir setiap hari kami mendengar, maka tagline-nya yang “Roti..roti…roti anget dua ribuan” itu menjadi bener-bener akrab di telinga kami. Selain itu, karena jam beliau berjualan berdekatan dengan jam makan malam kami, maka beberapa kali “roti anget dua ribuan” itu itu menjadi bahan bahasan kami saat makan malam.

Yang dibahas apa?

Yang pasti bukan soal dagangannya ya, karena bapaknya juga tidak berjualan di cluster kami ini.

Tapi soal perjuangan hidup.

Terbayang ya, setiap hari sampai malam si bapak berkeliling komplek demi komplek, sambil teriak, “Roti..roti…roti anget dua ribuan!”. Sebiji roti harganya cuma dua ribu. Sekali bapaknya jualan, berapa yang laku? Belum lagi kalau cuaca seperti sekarang yang hampir setiap hari hujan… Membayangkan istri dan anak-anaknya menunggu di rumah, berharap malam ini bapak pulang dengan membawa rejeki yang cukup untuk perputaran modal dan untuk hidup sehari-hari.

Kadang jujur saja, suka terbit rasa empati terhadap si bapak yang belum pernah kami lihat langsung itu, apalagi kalau mendengar bapaknya berjualan sambil kami asyik menikmati makan malam berempat karena suami sudah pulang dari kantor. Di situlah kami merasa kondisi kami lebih beruntung karena setidaknya di malam hari itu kami sudah bisa berkumpul bersama sementara bapak penjual roti itu masih harus berkeliling mencari rejeki di luar rumah. By the way, ini asumsi saja sih ya, karena sebenarnya apakah bapak tersebut memiliki keluarga yang menunggu di rumah atau tidak, ya kami juga tidak tahu…hehehehehe…. Yang pasti, setiap kali mendengar bapak tersebut berkeliling untuk  berjualan, kami seperti diingatkan bahwa beginilah memang hidup itu…

Hidup memang selalu penuh dengan perjuangan dan bahwa persoalan apapun yang sedang kita hadapi saat ini, namun seperti yang pernah juga saya cerita di sini, sebenarnya manusia itu tidak pernah berjuang sendiri karena sesungguhnya orang lain, siapapun itu, juga sedang berjuang dengan cara serta dengan alasan masing-masing.

Dari sejak Tuhan mengutuk tanah untuk Adam, maka sudah begitulah hakikatnya. Adam harus bekerja berpeluh lelah agar tanah bisa memberikan hasil untuknya. Kita adalah keturunan Adam, karena itu mau tak mau kita pun harus menjalani perjuangan hidup itu.

Suami saya memang tidak perlu mengais rejeki dengan berjualan keliling seperti bapak penjual roti tersebut, namun bukan berarti kehidupan pekerjaan suami saya juga yang serba enak, ongkang-ongkang kaki dan kemudian uang mengalir masuk dengan sendirinya, ya tentu tidak seperti itu. Kenyataannya malah jauh dari itu. Pekerjaan suami saya juga memiliki tantangan yang sama sekali tidak kecil dan karenanya harus kami gumuli setiap hari.

Karena pada dasarnya masing-masing manusia punya perjuangan dan menghadapi persoalannya sendiri-sendiri, maka jangan pernah melihat hidup orang lain serba bahagia, meskipun yang tampil hanya yang bahagia-bahagia saja. Seharusnya tanpa perlu diceritakan pun, semua orang sudah bisa mengerti bahwa yang namanya hidup, bagi siapapun itu, tidak mungkin tanpa pergumulan. Jangankan orang dewasa yang harus menanggungjawabi keluarga, anak-anak yang hanya bertanggung jawab terhadap diri mereka sendiri saja sudah memiliki pergumulannya sendiri. Kuota internet di modem mereka habis saja sudah cukup tuh membuat mereka bergumul…wkwkwkwkwkwkwk….

Hal-hal seperti inilah yang sering menjadi bahasan kami di atas meja makan. Tidak berhenti dengan hanya merasa bersyukur bahwa setidaknya pada malam itu kami sudah bisa nyaman duduk bersama menikmati makan malam, tapi kami juga memberikan nasihat untuk anak-anak, bahwa kelak mereka pun akan menghadapi perjuangan mereka sendiri bagi keluarga mereka. Karena itu, dari sejak sekarang mereka harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya supaya kelak mereka siap menerima bentuk perjuangan hidup yang memang Tuhan siapkan buat mereka. Tuhan pasti memelihara hidup anak-anakNya, tapi kalau menjadi anak Tuhan tentu harus juga mengerti bahwa bagian manusia memang adalah bekerja keras 🙂.

Kami juga mengajari anak-anak untuk selalu mensyukuri setiap bagian yang Tuhan beri, supaya apapun perjuangan mereka kelak akan terasa nikmat hasilnya. Benar lho, kalau tidak bisa bersyukur, meski hasilnya sudah luar biasa pun, tetep saja tak akan terasa nikmatnya.

Selain penuh dengan perjuangan, hidup juga memang selalu penuh dengan pembelajaran. Itulah istimewanya hidup yang Tuhan beri ini. Bahkan hanya dengan mendengar pedagang roti keliling sambil teriak, “Roti…roti…roti anget dua ribuan” pun bisa menjadi bahan pelajaran buat kami yang sedang duduk di meja makan.

Kapan-kapan sih ingin juga ya bisa membeli dagangan bapak tersebut. Penasaran juga ingin melihat langsung, karena selama ini yang terdengar hanyalah suaranya saja.

Kalau di sekitaran rumah teman-teman, adakah juga pedagang keliling roti anget dua ribuan seperti ini?

7 respons untuk ‘Roti Anget Dua Ribuan…..

Add yours

  1. di sekitar rumahku juga ada mba lisa yang jualan roti anget dua ribuan, dan memang masuk ke perumahan. Awalnya aku kira bapaknya kan yang teriak2. tapi…. ternyata pas bapaknya lewat ternyata itu suara yang direkam, jadi bapaknya ga teriak2 sepanjang berjualan 🙂

  2. wiiiih ternyata roti anget 2 ribuan itu semacam franchise kali ya soalnya disinipun ada 😀
    dan bener, suaranya pake rekaman macam tahu bulat gitu

Tinggalkan Balasan ke Allisa Yustica Krones Batalkan balasan

Blog di WordPress.com.

Atas ↑