Tugas Suami dan Tugas Istri

Suatu kali di hari Minggu, kami tertidur begitu lelap sampai bangun sudah sangat kesiangan, sudah lewat dari jam 9. Gara-garanya, sehari sebelumnya kami jalan-jalan ke Bogor lalu pulangnya masih mampir juga ke mall, jadilah tidur sudah lewat tengah malam, ditambah kecapaian, yah cocok, pagi-pagi susah sekali untuk bangun 😅. Sebenarnya kami sudah sempat terbangun sekitar jam 6 – jam 7, sambil dalam otak berpikir, “Bangun woii….bangun, mau ke gereja!“. Tapi apalah daya, badan memang sama sekali tidak bisa bekerja sama untuk bangun, mintanya tidur terus sampai puas 😅.

Karena kami bangun sudah jam 9 lewat, maka kami memutuskan untuk ikut ibadah di gereja yang sore saja. Nah, karena sudah tahu mau ikut ibadah sore, maka badan ini pun bertambah malas untuk bangun. Mata sudah melek, tapi badan masih ingin rebahan…

Sambil update IG, cerita tentang perjalanan ke Bogor di hari kemarin 😁.

Suami, yang akhirnya lebih dulu bangkit dari tempat tidur, lalu mengajak saya untuk ikut bangun. Hari sudah cukup siang dan kami belum pada sarapan.

Saya, yang masih memilih-milih foto untuk di-upload, lalu bilang ke suami agar memberi saya waktu sepuluh menit lagi untuk rebahan karena saya masih ingin meng-update Instagram dengan cerita kemarin, daripada ditunda malah nanti kelupaan. Suami hanya bilang oke, lalu dia pun turun, meninggalkan saya yang masih asyik dengan handphone di tangan sambil menikmati waktu bermalas-malasan yang tersisa.

Pada akhirnya, waktu sepuluh menit yang saya minta molor hingga menjadi hampir setengah jam 😁. Penyebabnya apalagi kalau bukan akibat terlalu lama menentukan sepuluh foto untuk di-post di antara ratusan foto hasil jalan-jalan kemarin 😅. Bersyukur, meski membutuhkan waktu yang sedikit lama, tapi akhirnya niat untuk meng-update Instagram saat itu bisa tertuntaskan dan bukannya hanya saya tinggalkan begitu saja karena sudah pusing duluan memilih foto (seperti yang beberapa kali pernah terjadi 🤭). Setelah mengklik tombol Share, saya pun beranjak dari tempat tidur, did my morning routines, lalu turun ke bawah. Saatnya memulai hari, meski sudah sangat kesiangan untuk kami.

Begitu tiba di bawah, saya mendapati di atas meja makan telah tersedia roti, dua cangkir kopi untuk saya dan suami, serta dua cangkir teh untuk anak-anak.

Disiapkan oleh siapa?

Tentu saja oleh suami saya tercinta 😍.

Saya langsung senyum-senyum melihatnya.

Khas suami saya memang seperti ini. Paham dengan apa yang diperlukan oleh istrinya, termasuk untuk keperluan sesederhana sedang ingin bermalas-malasan di tempat tidur dengan meng-update Instagram padahal bangunnya sudah sangat kesiangan 😅. Suami juga selalu ringan tangan dalam urusan pekerjaan rumah. Meski posisinya dalam pekerjaan terus menanjak, dan baik saya berstatus sebagai ibu pekerja kantoran seperti dulu maupun sebagai ibu rumah tangga seperti sekarang, suami saya tetap sama dari dulu hingga kini. Dia tetap memegang prinsip, urusan rumah adalah urusan bersama. Beberapa kali terjadi, supirnya sudah menunggu di depan rumah dan suami saya keluar bukan dengan membawa tas kantor, tapi plastik sampah karena err…..sebelum ke kantor dia masih harus membuang sampah dulu ke depan 🤭. Di rumah kami, memang dia yang paling hapal jadwal tukang angkut sampah datang 😅. Tak hanya soal itu, tapi untuk urusan pekerjaan rumah yang lain dia juga tidak pernah segan turun tangan, sehingga saya tidak pernah merasa berjibaku sendiri di rumah.

Mungkin itulah sebabnya mengapa meskipun terkadang saya merindukan suasana pekerjaan di kantor, tapi setiap harinya saya menjalani kehidupan sebagai ibu rumah tangga dengan bahagia. Karena tahu bahwa saya tetap dihargai dan diperhatikan, baik apa yang saya lakukan maupun apa yang saya rasakan.

Mungkin itu juga sebabnya, mengapa di mata saya, suami saya adalah orang yang paling berwibawa dan orang yang selalu saya hormati kewibawaannya.

Cara suami menunjukkan kasih sayang dan tanggung jawabnya kepada saya dan anak-anak, membuat saya tak pernah ragu untuk tunduk kepadanya….

Sebagai seorang wanita Kristiani, ada satu ayat yang sejak masih gadis dulu sering saya dengar dan membuat saya bertanya-tanya.

Ayat tersebut adalah ini.

Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu.

~ Efesus 5:22 – 24 ~

Ayat yang mengharuskan seorang istri untuk tunduk kepada suaminya dalam segala sesuatu.

Sewaktu masih gadis, terus terang ayat di atas itu membuat saya bertanya-tanya. Bagaimana mungkin seorang perempuan, apalagi yang merasa berpendidikan dan memiliki karir, bisa tunduk dalam segala sesuatu kepada suaminya? Saat itu saya berkaca pada diri saya yang bertipe keras kepala, berjiwa kompetitif, dan senang berada pada posisi yang bisa mengatur. Rasanya mustahil saya akan bisa tunduk pada seorang laki-laki. Saya pasti tidak akan mau. Dan kalaupun saya mau, ego saya yang pasti tak akan sanggup 😅.

Begitulah.

Sampai kemudian saya menikah dan tanpa saya sadari, saya hidup dalam tunduk kepada suami saya. Beberapa bulan pertama setelah kami menikah, mama saya dari Manado datang mengunjungi kami di Palembang, kunjungan yang dalam rangka saya sedang hamil muda. Saat itu, mama saya cukup suprise melihat bagaimana saya kepada suami. Katanya tak menyangka, saya yang punya bawaan egois dan keras kepala, bisa dengan begitu bahagia serta teliti melayani suami. Saat itulah saya juga baru menyadari perubahan yang terjadi di dalam diri saya. Kaget juga karena ternyata saya tidak memerlukan tekad yang kuat untuk menjadi istri yang tunduk kepada suami. Secara natural saja itu terjadi.

Lama kemudian baru saya sadari bahwa ternyata kuncinya adalah lanjutan dari ayat di atas itu.

Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuh-Nya. Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat. Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya.

~ Efesus 5:25-33 ~

Yupe, kuncinya adalah suami yang mengasihi istrinya.

Sama seperti Kristus mengasihi jemaat, yang artinya sampai rela mati!

Dan sama seperti mengasihi dirinya sendiri, yang artinya selalu dijaga dan dipahami maunya 😁.

Tidak heran saya bisa dengan begitu mudah tunduk kepada suami, karena saya bisa merasakan kasih sayangnya dan karena saya tahu bahwa perasaan, keinginan, serta harapan saya selalu menjadi bagian penting dalam setiap pertimbangan serta keputusannya. Tak akan pernah dia mengambil keputusan hanya untuk menuruti kemauannya pribadi saja, apalagi hanya demi menuruti hobi atau apa yang dia senangi saja, tanpa mempertimbangkan apa yang saya senangi.

Puji Tuhan Yesus karena memberikan kasih sayang yang demikian di hati suami saya untuk kami, keluarganya 😍

Istri wajib untuk tunduk kepada suami, tapi suami juga harus mengasihi istrinya dengan cara yang benar. Tugas siapa yang lebih berat? Ya tugas suami lah! Bayangkan, harus mengasihi istri sama seperti Kristus mengasihi jemaat, artinya tak boleh lagi ada ego yang dikedepankan, rela berkorban setiap saat, namun di saat yang sama juga tetap mendidik dan memberikan teladan. Mudah? Oh tentu tidak. Karena itu seorang suami harus senantiasa meminta rahmat dan hikmat Tuhan agar memampukannya mengasihi istrinya dengan cara yang benar. Sementara bagi istri, mungkin persoalan kata tunduk bisa menjadi ekstrim bagi sebagian wanita, namun sebenarnya tak akan sukar untuk istri bisa tunduk kepada suaminya kalau suaminya sudah mengasihi dia dengan sebenar-benarnya.

Kalau istilah mertua saya, dalam segala sesuatu itu selalu harus ada ‘saling’. Jabat tangan tak akan terjadi kalau di antara kedua belah pihak ada yang tidak memberikan tangannya untuk dijabat. Hal yang sama berlaku juga dengan hubungan suami istri, harus keduanya saling memberi diri dalam pernikahan agar rumah tangga menjadi indah dan bisa dinikmati 💕.

Saya memang beruntung memiliki suami yang begitu mengasihi dan memahami saya, tapi saya percaya bahwa dia juga bisa memahami keinginan untuk berleha-leha yang terkadang datang, karena dia tahu persis bagaimana rajinnya saya mengurus keluarga ini. Saya memang beruntung memiliki suami yang mau ikut bersama mengurus rumah dan keluarga, tapi saya juga percaya bahwa dia mau dengan rela seperti itu karena tahu persis bagaimana semangat saya dalam mengurus keluarga dan rumah ini.

Saling…saling…dan saling…

Bukan berarti tak pernah lagi berbeda pendapat dan tak pernah beradu argumen lagi. Waduh, nanti berkurang keseruannnya kalau tak ada bumbu-bumbu berantem lagi 😁. Tapi setidaknya selalu sadar akan batasan. Tak ada hubungan yang serba ideal memang, tapi Tuhan selalu membuat segala sesuatunya baik, maka pasangan yang dari Tuhan juga sebenarnya adalah yang paling sempurna buat kita, manusia saja yang punya kecenderungan membuat yang sudah baik menjadi tak baik lagi. Saya dan suami adalah manusia yang jauh dari kata sempurna, tapi meski begitu kami diciptakan Tuhan sempurna untuk satu sama lain. Kami, dua manusia dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing, Tuhan pertemukan sebagai suami dan istri yang menjalankan tugas kami masing-masing hingga tercipta kesempurnaan versi kami sendiri ❤️.

Selamat berakhir pekan dan selamat menikmati berkat Tuhan yang sempurna dalam keluarga kita masing-masing yaaa! 😘

 

3 respons untuk ‘Tugas Suami dan Tugas Istri

Add yours

Tinggalkan Balasan ke Allisa Krones Batalkan balasan

Blog di WordPress.com.

Atas ↑