Setiap orangtua tentu ingin memiliki hubungan yang dekat dengan anak-anaknya, termasuk kami tentu. Dari sejak anak-anak masih dalam kandungan, kami sudah memiliki kerinduan agar anak-anak bisa memiliki hubungan yang erat dengan kami. Bagi kami, salah satu tanda hubungan yang erat itu adalah anak-anak bisa dengan leluasa serta nyaman menceritakan tentang apa saja, termasuk hal-hal pribadi dan rahasia tentang mereka, kepada kami. Lebih spesial lagi kalau mereka bisa lebih memilih bercerita dengan kami daripada dengan teman-teman mereka, karena itu berarti mereka benar-benar percaya bahwa kami bisa mendengarkan cerita mereka tanpa memberi penghakiman ataupun penilaian yang tidak perlu namun di saat yang sama bisa memberi nasihat yang mereka butuhkan.
Kerinduan untuk memiliki hubungan yang dekat dengan anak-anak itu kami doakan dan tentu usahakan. Salah satu usahanya adalah dengan sejak dini membiasakan anak bercerita pada kami….
Sekaligus juga membiasakan diri kami untuk menyediakan telinga, hati, serta pikiran untuk segala cerita, celoteh, dan keluhan anak π.
Ketika anak-anak masih kecil dan belum bersekolah, momen untuk mereka bercerita pada kami itu lebih mudah ditemukan karena mereka seharian hanya di rumah dan yang beraktivitas di luar rumah hanya kami saja. Jadi istilahnya, yang perlu diatur waktu serta kemauan untuk bisa ngobrol santai keluarga hanyalah orangtua, sementara anak akan siap kapan saja dengan semangat ’45 untuk bercerita tentang hari mereka. Pada masa ini, momen makan malam serta sebelum tidur menjadi sangat penting karena di situlah kami bisa punya waktu santai yang cukup untuk mendengarkan segala celoteh panjang lebar mereka, dari level yang bisa dipahami sampai ke level yang butuh terjemahan bahasa kalbu karena anak ngomongnya sebenarnya masih belum begitu jelas π . Jadi teringat, saya punya banyak sekali rekaman video anak-anak dengan celotehan mereka saat makan malam dan sebelum tidur sewaktu mereka masih balita. Apalagi di usia segitu mereka masih tidur bersama kami, maka jadilah sampai sudah sangat mengantuk puunnn mereka masih bisa tahan terus berceloteh. Pokoknya selama masih bisa ditahan, bakal ditahan terus kantuknya. Makanya sering kejadian mereka tertidur dengan kalimat yang masih menggantung di bibir mereka π . Ah, masa-masa itu yah, kalau diingat-ingat lagi bikin kangen!
Nah, seiring anak besar, yang kemudian memiliki segudang kesibukan dan aktivitas di luar rumah, tak lagi hanya orangtua saja. Anak-anak juga mulai sibuk sekolah sekian jam, dilanjut les ini itu, lalu setelah pulang ke rumah masih harus mengerjakan tugas ataupun project sekolah. Yang lelah tak lagi hanya orangtua. Anak juga mulai mengalami penurunan semangat untuk bercerita karena energinya telah lebih dahulu terkuras oleh aktivitas harian yang padat. Ditambah lagi, seiring perkembangannya, anak tidak lagi tidur bersama kami dan mereka juga mulai pelan-pelan meninggalkan kebiasaan berceloteh ngalor ngidul menggemaskan seperti saat mereka masih balita. Mereka tidak lagi berusaha menahan kantuk demi bisa terus bercerita karena mereka pun sudah ingin lekas berisitirahat.
Lalu apakah momen ngobrol santai tapi seru tentang semua yang dilalui di hari itu antara kami dan anak-anak kemudian perlahan hilang seiring anak bertambah besar?
Puji Tuhan tidak sih…hehehe….
Apalagi kemarin sewaktu pandemi dan harus stay at home selama dua tahun kan ya. Puji Tuhan banget selama hanya di rumah saja itu kami bisa berbagi cerita kapan saja. Apalagi saat duduk di meja makan, banyak sekali yang diceritakan, meskipun yang diceritakan juga yang lain sudah pada tahu sih π . Ya gimana gak saling tahu kalau semuanya dilakukan di rumah dan di rumah kami ini gak ada yang namanya tutup pintu kamar buat menyendiri. Pintu kamar kami dan anak-anak selalu terbuka, begitu juga ruangan-ruangan yang lain, sehingga setiap anggota keluarga selalu saling tahu apa yang sedang dilakukan oleh anggota keluarga yang lain. Bagaimana sekolah, pembelajaran, guru-guru, teman-teman mereka, kami orangtua otomatis tahu karena setiap hari melihat dan mendengar.
Tapi sebelum pandemi terjadi dan bahkan sesudahnya, alias sekarang-sekarang ini di mana kondisi semakin membaik dan aktivitas sekolah mulai seperti dulu lagi, kami tetap tidak pernah kehilangan momen anak-anak bercerita panjang lebar tentang hari mereka, terutama ketika mereka berada di sekolah.
Momen ngobrol saat makan malam bersama masih tetap ada. Begitu juga dengan momen sebelum berdoa bersama di malam hari. Di kedua momen itu anak-anak masih bercerita dengan kami tentang apa yang mereka lalui, alami, dan rasakan di hari itu.
Tapi, momen yang saya rasakan terbaik itu adalah ketika kami dalam perjalanan pulang dari sekolah.
Di momen itu, dari sejak masuk mobil sampai tiba di rumah, anak benar-benar bisa bercerita tidak hanya dengan segala keseruan tapi juga dengan mendetail tentang hari yang baru saja mereka lalui. Tentang kegiatan yang mereka lakukan di sekolah, tentang pelajaran, tentang ujian, tentang teman-teman, tentang guru, bahkan tentang kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan di sekolah. Semua bisa mereka ceritakan dengan detail karena baru terjadi dan masih segar dalam ingatan mereka.
Saya sudah pernah membandingkan bagaimanaΒ feel yang tercipta antara kalau mereka bercerita langsung begitu pulang sekolah dengan kalau mereka bercerita setelah sekian jam lewat, saat makan malam misalnya. Dan itu saya rasakan cukup jauh berbeda!
Dulu waktu masih di Palembang dan saya masih kerja, saya kan sempat yah pakai jasa supir untuk menjemput anak-anak dari sekolah dan nganterin mereka ke tempat les. Saya bertemu anak-anak biasanya setelah pulang kantor, jadi sudah sore. Saat itu, walau kami pulang bersama, tapi anak-anak biasanya sudah lumayan capek. Alih-alih cerita panjang lebar, mereka malah ketiduran di jalan π. Mereka biasanya baru bisa cerita saat makan malam. Mereka masih sih bercerita dengan antusias, tapi antusiasmenya itu benar-benar gak sebesar kalau mereka cerita langsung ke saya begitu pulang sekolah. Feel-nya sudah sangat berkurang!
Wajar memang ya, karena dalam sekian jam yang berlalu, tentu sudah ada cerita yang tercecer dan rasa yang tertutupi oleh kesibukan lainnya. Mereka masih tetap bercerita, tapi ceritanya sudah bercampur-campur dengan peristiwa lain di luar sekolah. Entahkah soal les atau soal kejadian di rumah atau soal hal-hal yang mereka suka.Β Cerita soal sekolah, walau sedikit banyak masih bisa saya dengar, tapi tidak lagi seseru, semendetail, dan semendalam sebelum-sebelumnya.
Gara-gara itu saya akhirnya memutuskan untuk tetap ikut menjemput anak-anak bersama pak supir π. Lama kelamaan bingung sendiri, ini apa gunanya yak pakai supir kalau tetap saja saya harus membelah diri membagi waktu antara urusan kantor dan antar jemput anak-anak? Akhirnya yah sudahlah, daripada jasa pak supirnya jadi mubazir, mending sekalian saja saya yang nyetir sendiri π .
Saya bela-belain menjemput sendiri anak-anak dari sekolah meski dengan status bekerja kantoran, karena memang bagi saya, momen mereka bercerita tentang seluk beluk hari yang mereka alami di sekolah itu sangat penting. Bagaimanapun, sekolah adalah aspek kehidupan yang pengaruhnya amat sangat besar dalam perkembangan anak-anak, tidak hanya untuk sekarang, tapi sampai jauh ke depan.
Di sekolah mereka belajar ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam kehidupan, jadi saya harus tahu apa yang mereka pelajari, perkembangan apa yang mereka capai, dan kesulitan apa yang mereka hadapi.
Di sekolah mereka juga dibekali dengan iman dan prinsip, karena itu saya harus tahu idealisme seperti apa yang ditanamkan oleh sekolah kepada mereka dan seperti apa sekolah memastikan bahwa idealisme itu memang diterapkan tidak hanya oleh mereka sebagai siswa tapi juga oleh guru sebagai pengajar.
Dan di sekolah mereka juga bergaul. Bisa dibilang, pergaulan terbesar, terdekat, dan paling berpengaruh untuk anak-anak adalah yang terjadi di lingkungan sekolah. Banyak terjadi, anak di rumah dipandang baik, tapi ternyata tidak seperti itu dalam lingkungan pergaulan di sekolah. Orangtua tahunya anaknya rohani, eh gak tahunya kalau sudah sama teman-teman, si anak doyan pakai kata-kata kasar atau makian. Banyak juga terjadi, anak-anak mengalami perundungan di sekolah, tapi orangtua bahkan anak sendiri tidak sadar kalau sedang mengalami itu. Atau sebaliknya, orangtua malah tidak tahu kalau anaknya yang di rumah dengar-dengaran ternyata adalah pelaku perundungan di sekolah.
Kehidupan sekolah itu penuh dengan lika-liku dan pengaruhnya amat besar untuk anak-anak. Karena itu, sebisa mungkin kami sebagai orangtua mengetahui seluk beluk anak-anak ketika di sekolah. Ketika mereka bercerita tentang hari yang mereka alami di sekolah, saya ingin mereka tidak hanya bercerita tentang peristiwa yang terjadi saja, tapi juga bagaimana perasaan dan pendapat mereka saat hal itu terjadi.
Nah, dengan mengobrol langsung di perjalanan pulang dari sekolah, ada banyak manfaat yang saya rasakan.
Pertama, untuk anak-anak lebih mudah mereka menceritakan peristiwa demi peristiwa di sekolah karena masih fresh from the oven. Mereka masih ingat dengan jelas kejadian demi kejadian dan euforianya pun masih terbawa karena baru saja terjadi. Mereka bisa cerita banyak, secara detail, dan tentu dengan semangat yang tak kalah dengan semangat ’45 π.
Kedua, seperti yang saya bilang di atas, yang saya harapkan adalah anak-anak tidak hanya bercerita tentang kejadiannya saja, tapi juga apa yang mereka rasakan dan pikirkan saat hal itu terjadi. Dengan langsung bercerita, perasaan dan pikiran mereka masih lebih orisinil karena belum bercampur dengan hal-hal lain setelah sekolah, sehingga lebih mudah untuk saya menggali perasaan mereka dan lebih mudah juga untuk mereka mengungkapkan apapun itu yang mereka rasakan secara apa adanya. Kadang suka kejadian, ceritanya hanya pendek saja sebenarnya, tapi kemudian jadi panjang dibahas karena setelah digali dengan tanya jawab santai, anak-anak malah mencurahkan panjang lebar apa yang mereka rasakan dan pikirkan. Buat saya ini sangat penting sebagai bagian proses saya mengenal anak-anak saya sendiri.
Ketiga, dengan ngobrol dalam perjalanan, lebih mudah untuk saya fokus mendengarkan cerita mereka, karena saya hanya nyetir saja. Dalam menyetir kan yang dibutuhkan sebenarnya hanya konsentrasi penglihatan saja, makanya ketika anak-anak bercerita, pendengaran saya bisa benar-benar fokus ke mereka. Bener lho, saya bisa lebih fokus mendengar mereka cerita ketika saya sedang nyetir dibanding sedang mengerjakan pekerjaan domestik di rumah π. Ketika kita fokus mendengarkan anak, mereka juga akan lebih mudah dan percaya untuk mencurahkan isi hati mereka.
Sebegitu pentingnya obrolan di jalan pulang dari sekolah ini bagi saya, sampai-sampai kalau disuruh memilih antara mendapat tugas mengantar anak ke sekolah atau menjemput anak dari sekolah, maka saya akan memilih pilihan yang terakhir itu. Mengantar anak ke sekolah memang penting dan ada momen-momen istimewa juga di dalamnya, tapi hari mereka belum benar-benar dimulai ketika mereka masih dalam perjalanan ke sekolah, sehingga tidak banyak yang bisa diceritakan. Biasanya malah di perjalanan ke sekolah, orangtua yang lebih banyak bicara, untuk memberi nasehat sebagai bekal untuk anak ketika berada di sekolah. Perjalanan ke sekolah pun biasanya diusahakan bisa tiba dengan cepat, karena semakin awal tiba di sekolah semakin baik, sehingga perjalanan tidaklah terlalu dinikmati.
Puji Tuhan, obrolan demi obrolan yang santai tapi mendalam di antara saya dan anak-anak, yang banyak sekali terjadi di perjalanan pulang dari sekolah, berkontribusi banyak pada kedekatan di antara kami. Mereka tidak pernah ragu menceritakan apapun itu ke saya, baik hal-hal yang baik, maupun hal-hal salah yang mereka lakukan. Baik itu rasa yakin, maupun rasa ragu yang muncul di hati mereka. Puji Tuhan, dari dulu sampai sekarang, mereka masih selalu mencari saya sebagai tempat bercerita.Β Sekarang anak saya yang besar sudah remaja, dan meski untuk hal-hal yang terkait perubahan fisik serta hormon, dia merasa lebih nyaman bercerita dengan papanya yang menurut dia bisa lebih paham, tapi bukan berarti dia menyembunyikan hal apapun itu dari saya. Ya kali, dia lagi punya gebetan saja, tanpa perlu saya tanya-tanya dia cerita dengan sendirinya kok π. Puji Tuhan Yesus, untuk kedekatan dan keterbukaan kami itu, saya sangat bersyukur sekali. Semoga ya, sampai nanti-nanti pun akan tetap seperti itu, sampai kemudian nanti mereka menemukan teman hidup yang memang Tuhan ciptakan untuk menjadi teman mereka berbagi dalam segala hal.
Begitulah pemirsa. Saya jadi terpikir untuk membagikan soal ini karena sekarang kondisi sudah mulai normal dan anak-anak mulai kembali bersekolah seperti dulu. Kini, saya kembali on duty jadi supir yang menjemput mereka dari sekolah dan karenanya kami pun bisa merasakan kembali nikmatnya obrolan dalam perjalanan pulang dari sekolah, yang membawa kami tidak hanya lebih dekat dengan rumah, tapi juga lebih dekat antara satu sama lain.
Kalau teman-teman, seringnya pada momen apa ngobrol santai tapi mendalam dengan anak-anak?
Hallo karya nya bagus
Terima kasih π