Ketika Kehilangan Paspor di Negeri China

Paspor, salah satu benda yang paling berharga dan paling dijaga ketika berada di luar negeri. Tanpa paspor di luar negeri maka kita akan menjadi bak alien, mahkluk yang tidak memiliki ijin tinggal di muka bumi 😅. Paspor memang begitu penting, namun yang namanya resiko kehilangan barang, termasuk yang seberharga paspor pun, akan selalu ada.

Lalu bagaimana apabila terjadi kita kehilangan paspor saat berada di luar negeri?

Belum lama ini, Si Sulung saya baru mengalami kejadian kehilangan paspor di luar negeri. Horor bukan? Iya, sangat horor! Terlebih karena terjadinya ketika dia pergi ke luar negeri tanpa kami! 😨

Di sini saya akan ceritakan panjang dan lebar soal peristiwa yang sempat membuat saya tidak bisa tidur sekian hari itu. Prosedur bagaimana bila kehilangan paspor di luar negeri juga akan saya jabarkan, jadi bagi yang nyasar ke blog ini karena memerlukan info tersebut, bisa langsung loncat saja ke segmen Langkah-langkah yang Harus Dilakukan Ketika Paspor Hilang di Luar Negeri yaa…..

Field Trip Sekolah ke China

Ceritanya, di awal Januari ini, sekolah Si Sulung menyelenggarakan program field trip ke China, tepatnya di Zhangjiajie dan Changsha dengan persiapan yang sudah dari sejak sekian bulan yang lalu. Kami tentu mengijinkan Si Sulung pergi, karena perjalanan seperti ini bagus sekali untuk memberikan pengalaman baru terutama dalam hal kemandirian, keberanian, dan tanggung jawab untuk anak. Lagipula program di sana itu bagus sekali. Mereka tidak hanya pergi jalan-jalan menikmati pemandangan, keunikan, serta landmark dari kota-kota yang mereka kunjungi, namun mereka juga melakukan kunjungan ke universitas di Zhangjiaje serta ada kegiatan pertukaran budaya antara mahasiswa di sana dan para siswa dari sekolah Si Sulung.

Dari sejak persiapan untuk berangkat, kami sudah berkali-berkali berpesan pada Si Sulung agar selalu berhati-hati dengan barang-barangnya, apalagi dengan paspornya. Tas yang dia bawa adalah tas selempang depan dan bagian dalamnya ada beberapa kompartemen yang memungkinkan adanya tempat penyimpanan khusus untuk paspor. Jadi selama tasnya tidak hilang, maka paspor juga seharusnya aman.

Keberangkatan rombongan dari sekolah Si Sulung adalah pada tanggal 6 Januari dan kembali ke Indonesia pada tanggal 13 Januari.

Puji Tuhan anak saya sangat menikmati semua kegiatan selama berada di sana. Jalan-jalan ke luar negeri beramai-ramai dengan teman saja sudah pasti menjanjikan keseruan ya, apalagi ini ke China yang mana anak saya cerita dia amaze dengan suasana di sana yang sungguh unik karena adanya perpaduan antara teknologi yang sangat maju dengan kehidupan tradisional yang kental dan pemandangan alam indah yang terlihat masih sangat natural. Lalu, karena perginya ketika sedang musim dingin, maka perjalanan kemarin juga menjadi pengalaman pertama Si Sulung dengan salju 😍. Oh ya, sewaktu di sana mereka juga mengunjungi Zhangjiajie National Forest Park yang punya pemandangan alam yang menakjubkan dan menjadi lokasi syuting film Avatar.

Anak saya juga cerita kalau makanan di sana enak-enak, tak heran kalau dia dan teman-temannya selalu menomorsatukan mencari makan setiap berkunjung ke satu tempat di sana 😅. Harap maklum, remaja laki-laki yang sedang dalam masa pertumbuhan, jalan-jalan beramai-ramai, dingin-dingin pula, tak heran kalau yang ada di pikiran mereka hanyalah makan, makan, dan makan 😅.

Kegiatan selama di Zhangjiajie University juga menarik, tambah berkesan karena anak saya berkesempatan untuk tampil bermain piano bersama salah satu rekannya membawakan lagu-lagu nasional dan daerah Indonesia yang mereka aransemen menjadi sebuah medley. It was the first time he performed on a big stage, playing not just a regular grand piano, but a very huge one! 😍. Bahagianya hati saya ketika mendapat kiriman video dari gurunya. Benar-benar tak menyangka dan bersyukur untuk kesempatan yang Tuhan berikan untuknya.

Di hari terakhir field trip mereka bermain di amusement park di Changsha dan di sana untuk pertama kalinya Si Sulung mencoba bungee jumping. Saya melihat videonya merasa ngeri, tapi kata anak saya sama sekali tidak ngeri, melainkan seru dan asyik 😅.

Puji Tuhan, semua yang dijalani di sana berkesan sekali untuk anak saya. Puji Tuhan juga dia selalu dalam kondisi yang aman. Anaknya sehat, barang-barang bawaan juga aman meskipun mereka berpindah-pindah tempat termasuk hotel.

Semua baik, semua aman…

Hingga tibalah hari kepulangan ke Indonesia.

Ketika transit di Fuzhou dan mereka tak lama lagi akan boarding ke Jakarta, Si Sulung menelepon saya untuk mengabari kalau….. Paspornya hilang!!!!

Panik?

Ya panik lah!

Kebahagiaan melihat anak yang sudah bisa bertanggung jawab jalan-jalan ke luar negeri tanpa kami serta semangat menantikan kepulangannya yang tinggal dalam hitungan jam, seketika berganti dengan kepanikan dan kekhawatiran yang sangat besar. Yang tadinya seperti mimpi indah, langsung berubah menjadi mimpi buruk 😢.

Lalu seperti apakah kami menjalani hari demi hari yang bak mimpi buruk itu?

Berikut saya ceritakan satu demi satu hari-hari yang kami lewati ketika anak kami kehilangan paspornya di negeri China itu ya, semoga yang membaca bisa ikut merasakan ketegangan yang kami alami saat itu 😁.

Hari-hari Tanpa Paspor di China

Hari 1, 13 Januari

Sore hari waktu Jakarta, Si Sulung menelepon saya. Dengan nada panik, dia menceritakan kalau paspornya hilang. Guru-guru dan teman-temannya sudah membantu mencarikan, tapi paspornya tak juga ditemukan. Saat itu posisi mereka sedang transit beberapa jam di Fuzhou setelah penerbangan dari Changsha di siang harinya. Dari Fuzhou, mereka dijadwalkan untuk naik penerbangan yang langsung ke Jakarta. Saat itu mereka sudah beberapa jam ada di bandara Fuzhou, barulah ketika akan boarding, Si Sulung menyadari kalau paspornya hilang.

Kabar dari anak saya itu benar-benar seperti petir di siang bolong meskipun saat itu sudah sore dan memang lagi mendung juga. Dia panik, saya juga panik. Tanpa paspor, tidak mungkin dia akan diijinkan untuk naik pesawat. Lalu bagaimana nasib anak saya jadinya???

Bersyukur, saat itu saya sedang bersama suami, sehingga kepanikan yang saya rasakan tidak menjadi tak terkendali. Saat itu suami sudah pulang kantor dan baru saja menjemput saya dari rumah untuk pergi keluar lagi karena ada keperluan yang harus kami urusi berdua. Keperluan yang kemudian tidak jadi kami urusi karena keburu mendapat kabar dari Si Sulung soal paspornya.

Setelah berbicara dengan Si Sulung yang tentu saja masih panik ya karena tahu kalau dia akan harus tinggal di China dan tidak bisa ikut pulang ke Indonesia (😭), kami juga berbicara dengan homeroom teacher-nya yang puji Tuhan memastikan bahwa meskipun anak kami harus tinggal di sana, tapi dari sekolah tentu ikut bertanggungjawab dengan memberikan pendamping yaitu salah satu guru yang akan ikut tinggal bersama anak kami. Selain itu, school principal juga telah menghubungi pihak tour yang mengurusi field trip ini yang berkantor di China (tapi bukan di Fuzhou) untuk membantu keperluan Si Sulung dan gurunya selama mengurus paspor yang hilang di China.

Keputusan dari sekolah tersebut setidaknya memberikan sedikit kelegaan di hati kami, karena paling tidak, meskipun di malam hari itu kami belum bisa bertemu dengan anak kami karena dia batal pulang dan meskipun kami masih belum tahu bagaimana caranya supaya anak kami bisa pulang secepat mungkin, tapi setidaknya dia tidak ditinggalkan sendirian di negara asing yang begitu jauh dari jangkauan kami.

Puji Tuhan juga HRT anak saya bergerak cepat dengan menghubungi KBRI di Beijing dan kemudian mendapat kontak staf KJRI di Guangzhou. Sebagai informasi, di kota Fuzhou tidak terdapat perwakilan Indonesia. Perwakilan yang terdekat adalah KJRI di kota Guangzhou. Kontak yang sudah didapatkan oleh HRT anak saya tersebut langsung diberikan ke kami agar kami bisa berhubungan langsung dengan staf KJRI tersebut. Tak hanya kontak KBRI dan KJRI, kontak Atdikbud KBRI Beijing pun diberikan ke kami, mungkin pikirnya kalau sampai ada kenapa-kenapa, mungkin dari Atdikbud juga bisa membantu, mengingat yang kehilangan paspor ini adalah seorang siswa.

Malam itu, ketika teman-temannya naik pesawat untuk pulang ke Indonesia, anak saya dan guru yang mendampinginya justru naik bus ke hotel bandara di Fuzhou 😢. Sedih, sedih sekali karena tadinya berharap malam itu kami sudah akan ke bandara untuk menjemput Si Sulung, eh malah jadinya begini. Tambah sedih lagi ketika mengingat bahwa kami masih belum tahu berapa lama waktu yang diperlukan sampai anak kami bisa pulang kembali 😭.

Tapi bersedih saja tentu tidak akan menyelesaikan masalah. Setelah kami berdoa bersama meskipun hanya lewat voice call, suami pun menghubungi staf KJRI Guangzhou. Puji Tuhan, staf yang kami hubungi langsung memberikan respon, apalagi begitu beliau tahu kalau yang kehilangan paspor di China adalah masih anak-anak yang berusia 15 tahun yang pergi ke China dalam rangka acara sekolah dan yang berada di sana tanpa orangtuanya. Beliau benar-benar ikut prihatin dan berjanji akan membantu semaksimal yang beliau bisa. Beliau juga langsung mengirimkan prosedur yang harus dilakukan oleh anak kami di China serta memintakan ke kami berkas untuk kami sediakan dan kirimkan dari sini agar datanya sudah bisa mulai diproses oleh KJRI.

Malam itu juga, kami membuat dan mengirimkan surat pernyataan sebagai orangtua ke KJRI Guangzhou. Selain itu, kami juga mengirimkan KTP kami, KIA Si Sulung, foto paspor yang hilang, serta kartu keluarga kami.

Sementara untuk anak kami yang berada di Fuzhou, langkah pertama yang harus dia lakukan adalah dengan segera melaporkan kejadian kehilangan paspornya di polisi.

Setelah mereka check in di hotel yang masih berada di area bandara, Si Sulung ditemani gurunya kemudian jalan menuju kantor polisi terdekat yang juga termasuk kantor polisi bandara. Saat itu jam di Fuzhou sudah menunjukkan pukul 9 malam dan ternyata kantor polisi yang mereka datangi saat itu tidak bisa memberikan pelayanan. Mereka pun diarahkan untuk pergi ke kantor polisi yang berada di dalam bandara. Karena kantor polisinya berada di dalam bandara, maka mereka harus melapor ke petugas keamanan bandara dan diminta menunggu di terminal untuk nanti dijemput oleh pak polisinya. Setelah cukup lama menunggu, mereka pun dijemput oleh pak polisi lalu dibawa ke kantornya yang berada di dalam bandara. Dan ternyata, di situpun mereka belum bisa dilayani karena sudah melewati jam pelayanan penerbitan berkas.

Yang menyedihkan, malam itu anak saya sempat dilarang untuk kembali ke hotel oleh pak polisi. Kenapa? Karena dia tidak punya paspor dan orang yang tidak punya paspor seharusnya tidak boleh check in di hotel. Tapi puji Tuhan, setelah mempertimbangkan anak kami yang masih berusia 15 tahun dan lagipula yang check in sebenarnya adalah gurunya, pak polisi pun mengijinkan dia kembali ke hotel. Dengan catatan, mereka kembali ke hotel dengan pengawalan polisi dan nanti anak kami tidak boleh tidur di dalam kamar dan hanya bisa tidur di lobi hotel.

Malam itu benar-benar terasa seperti mimpi buruk untuk kami. Terbayang, anak kami yang masih 15 tahun, harus tidur di lobi hotel, sendirian di tempat yang asing yang kami juga tidak tahu apakah aman atau tidak.

Malam itu kami kembali berdoa bersama. Si Sulung sempat menangis karena menyesali ketidakhati-hatiannya hingga harus seperti ini. Kami suruh anak kami untuk istirahat saja meski dengan kondisi seadanya di sofa, tapi dia bilang dia mau makan dulu, padahal itu sudah hampir jam 12 malam 😁😅. Katanya dia punya ramen cup yang dia bawa dari Changsha. Tadinya dia beli itu sebagai oleh-oleh buat papanya, tapi karena sekarang dia lapar, jadi yah sudah dia mau makan itu saja. Dia pun meminta ke resepsionis hotel supaya ditunjukkan tempat untuk ambil air panas, eh tidak tahunya oleh resepsionis yang mungkin dari tadi sudah kasihan melihat anak saya, malah menawarkan untuk dia saja yang buatkan. Jadilah anak saya tinggal tahu beres makan 😁.

Sudah jauh lewat tengah malam baru dia bisa tidur…

Kami sendiri di sini hampir tak bisa tidur. Saya banyak menangis malam itu. Membayangkan kalau seharusnya pada malam ini anak saya sudah bisa berada di rumah bersama kami, tapi gara-gara kejadian ini dia harus sendiri di sana, di tempat yang begitu jauh dari jangkauan kami. Tambah kalut lagi ketika memikirkan bahwa kami masih tidak tahu akan berapa lama waktu yang diperlukan sampai anak kami bisa kembali pulang 😭.

Suami yang melihat saya begitu khawatir (maklum ya, namanya juga hati mamak-mamak, lemah banget kalo sudah menyangkut anak 😅) kemudian memutuskan kalau semisal besok belum ada progress menyangkut kepengurusan paspor Si Sulung dan kalau ternyata akan butuh waktu lebih dari 5 hari sampai Si Sulung bisa pulang, maka dia akan menyusul ke sana.

Hari 2, 14 Januari

Setelah semalaman hampir tak bisa tidur, pagi ini kami bangun dengan perasaan yang masih sama kalutnya, tapi kami berusaha semangat agar bisa menyemangati Si Sulung yang hari ini harus berjuang mengurus dokumen di kepolisian dan keimigrasian Fuzhou.

Jadi begini, dengan hilangnya paspor Si Sulung, maka untuk bisa kembali ke Indonesia, dia akan membutuhkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) yang diterbitkan oleh KJRI Guangzhou. Dari KJRI Guangzhou tentu akan (bahkan sudah mulai) membantu menguruskan, namun untuk SPLP tersebut terbit, Si Sulung tetap harus pergi ke Guangzhou karena perlu untuk foto dan SPLP juga sebagai dokumen yang sangat penting harus diserahkan langsung kepada yang bersangkutan. Nah, karena kejadiannya ada di Fuzhou, maka pelaporan di kepolisian juga harus dilakukan di Fuzhou. Setelah melapor di kepolisian Fuzhou, Si Sulung masih harus pergi ke kantor imigrasi untuk mendapatkan certificate of loss passport. Sertifikat inilah yang sangat penting untuk didapatkan karena menjadi syarat diterbitkannya SPLP dari KJRI. Selain itu, tanpa sertifikat tersebut maka Si Sulung tidak bisa keluar dari Fuzhou.

Sebagai informasi, transportasi dari Fuzhou ke Guangzhou itu ada tiga alternatif, yaitu dengan mobil, kereta, atau pesawat. Pilihan terakhir kemungkinan besar tidak bisa, karena pada umumnya maskapai tidak akan mengijinkan penumpang warga negara asing untuk naik ke pesawat tanpa paspor. Pilihan pertama dengan mobil, bisa tentu hanya dengan certificate of loss passport, tapi perjalanannya sangat panjang, butuh waktu sekitar 9 jam. Pilihan yang paling mungkin adalah dengan kereta cepat alias bullet train yang mengijinkan penumpang asing yang hanya memiliki certificate of loss passport untuk naik namun dengan syarat pembelian tiket dilakukan langsung di stasiun kereta (tidak bisa online karena tidak memiliki paspor).

Dengan memikirkan saja anak saya yang masih 15 tahun harus kesana kemari mengurus dokumen di negara asing, duh hati kami rasanya kalut sekali. Terbayang kan ya, di sini saja dia tidak pernah mengurus dokumen kependudukan sendiri, istilahnya cuma tahu beres, dan sekarang tiba-tiba dia harus mengurus dokumen semacam itu, sendiri di negara asing! Memang ada gurunya yang ikut mendampingi, tapi karena yang ‘berkasus’ adalah Si Sulung, jadi dia yang harus berhadapan sendiri dengan para petugas di sana. Apalagi tahu sendiri betapa China itu sangat prosedural dalam sistem pemerintahannya. Di satu sisi kami kalut dan kasihan dengan Si Sulung. Tapi di sisi lain kami juga berpikir, “Apakah ini salah satu kesempatan yang Tuhan ijinkan supaya anak kami bisa semakin maju dalam proses pendewasaannya?

Selagi kami kalut di sini, Si Sulung yang nun jauh di Fuzhou memulai perjuangannya di pagi hari sehabis sarapan. Puji Tuhan, meski semalam dia sempat menangis, tapi pagi ini dia seperti mendapat kekuatan baru. Yang terjadi ini adalah kesalahannya, karena itu dia harus semangat berjuang agar bisa sesegera mungkin pulang ke rumah.

Tempat pertama yang dia kunjungi adalah kantor polisi bandara di dekat hotel. Oleh petugasnya dia diberitahu kalau mengurus laporan kehilangan paspor tidak bisa dilakukan di kantor tersebut, harus di kantor polisi yang berada di dalam bandara. Baiklah, Si Sulung pun menuju ke bandara dengan berjalan kaki. Meski sama-sama masih dalam komplek bandara, tapi bandaranya ini luas sekali, jadi butuh waktu sekitar hampir dua puluh menit dengan berjalan kaki untuk tiba di terminal bandara.

Setelah tiba di terminal bandara, Si Sulung dibantu untuk masuk ke kantor polisi. Begitu tiba di situ dan bertemu dengan pak polisinya, kembali dia mendapat info kalau pengurusan laporan kehilangan tidak bisa dilakukan di kantor yang ini karena mereka tidak punya otoritas untuk itu. Pengurusannya harus dilakukan di kantor polisi di distrik Changle. Waktu Si Sulung mengabarkan itu ke kami, yang langsung dalam pikiran kami adalah, “Astagaa…. di mana lagi itu???

Puji Tuhan, pak polisinya berbaik hati mengantarkan Si Sulung dan gurunya ke kantor polisi di distrik Changle. Diantarnya pakai apa? Tentu dengan mobil polisi 😅. Jauh-jauh ke China, pengalamannya lumayan ya, sampai merasakan naik mobil polisi juga 😅. Jarak dari bandara ke kantor polisi di Changle ada sekitar 30 menit. Puji Tuhan juga, tak berapa lama setelah tiba di sana, Si Sulung pun sudah mengantongi surat laporan kehilangan paspor dari kepolisian yang mana surat tersebut harus diteruskan ke kantor imigrasi Changle.

Setelah mendapatkan surat tersebut, pak polisi dari bandara yang baik hati itu kemudian mengantarkan Si Sulung dan gurunya kembali ke bandara. Dari bandara mereka menyewa taksi untuk menuju ke kantor imigrasi Changle.

Ketika tiba di kantor imigrasi Changle, ternyata jam sudah menunjukkan pukul 12 siang lewat. Sebagai informasi, kantor pemerintahan di China itu beroperasi hanya di jam 09.00 – 12.00 dan 13.30 – 17.00.

Karena kantor sedang tutup, maka mereka memutuskan makan siang bersama pak supir taxi yang baik hati. Ketika kantor sudah dibuka kembali, mereka pun masuk dan mengantri untuk dilayani. Saat tiba giliran Si Sulung dilayani, jam sudah menunjukkan lewat dari pukul 2.30 siang. Petugas yang melayani Si Sulung setelah mengecek dokumen yang diserahkan, menginformasikan kalau dokumennya masih kurang. Mereka masih membutuhkan dua dokumen lagi, yakni surat keterangan tempat tinggal sementara dari hotel dia menginap serta pas foto sebanyak dua lembar.

Haduh.

Terpaksa mereka kembali lagi ke hotel untuk mengurus surat keterangan dari hotel. Puji Tuhan, dari hotel mau langsung membantu menguruskan surat keterangan itu. Untuk pas foto juga tinggal cari tempat untuk cetak file pas foto yang dia pakai untuk pengurusan visa ke China kemarin. Semua dokumen akhirnya lengkap, mereka pun kembali dengan taksi yang sama menuju ke kantor imigrasi Changle. Mereka berusaha mengejar waktu sebelum kantor tutup di jam 5 sore dan puji Tuhan, mereka bisa tiba sebelum kantor imigrasi itu tutup. Petugas yang melayani kemudian memeriksa dokumen yang diserahkan Si Sulung. Dokumennya sudah lengkap. Tapi masalahnya, penerbitan certificate of loss passport hanya bisa dilakukan di Fuzhou Public Security Bureau Exit-Entry Administration Department di distrik Gulou. Kantor imigrasi di distrik Changle bisa membantu menyerahkan dokumen itu ke kantor pusat, tapi jadwalnya hanya di hari Jumat saja. Kalau mau lebih cepat yah harus mengantarkan sendiri ke sana. Tidak bisa hari ini tentu, karena sudah jam 5 sore. Jadi terpaksa harus menunggu sampai besok lagi.

Oh ya, saat itu dari petugas imigrasi juga menginfomasikan kalau prosesnya nanti akan cukup panjang. Certificate of loss passport tidak akan serta merta dikeluarkan hanya dengan dokumen yang diserahkan ini saja, melainkan dari petugas imigrasi akan melakukan konfirmasi via fax terlebih dahulu ke KJRI Guangzhou untuk memastikan bahwa pihak perwakilan Indonesia sudah mengetahui kasus ini. Kantor imigrasi Fuzhou baru akan mengeluarkan sertifikat tersebut bila sudah ada konfirmasi resmi dari KJRI Guangzhou.

Sampai di sini anak saya agak kesal karena kenapa kok baru dikasih tahu sekarang kalau mengurusnya harus di kantor imigrasi pusat? Kenapa tidak dari tadi saja supaya mereka langsung ke situ? 😅. Dia pun menelepon kami sambil menceritakan semuanya dengan nada agak frustasi. Tapi yah, mau bagaimana lagi. Mau tak mau harus menjalani prosedur yang memang sudah harus seperti itu.

Karena sudah sore, mereka memutuskan untuk kembali ke hotel.

Oh ya, seharian ini selagi Si Sulung mengurus dokumen-dokumennya, suami di sini juga terus berkomunikasi dengan staf KJRI. Informasi yang didapatkan Si Sulung mengenai adanya konfirmasi ke KJRI untuk penerbitan sertifikat kehilangan paspor dari kantor imigrasi China itu juga kami sampaikan. Puji Tuhan, staf KJRI memang sangat helpful, mereka memastikan bahwa proses konfirmasi akan mereka lakukan dengan cepat, bahkan kalau perlu mereka yang akan jemput bola mengirimkan konfirmasi terlebih dahulu ke kantor imigrasi Fuzhou.

Saya sendiri juga terus berkomunikasi dengan staf perusahaan tour yang di China, Ivy namanya. Selain dengan saya, Mrs. Ivy juga aktif berkomunikasi dengan Si Sulung dan gurunya di sana. Mrs. Ivy lah yang banyak membantu mereka sebagai penerjemah lewat saluran telepon. Dalam satu kesempatan, ketika saya dan suami bisa duduk tenang bersama memikirkan di mana kira-kira paspor Si Sulung terjatuh, kami sepakat bahwa dugaan paling kuat adalah di dalam pesawat dari Changsha ke Fuzhou. Tidak mungkin paspor itu jatuh di bandara Changsha, karena buktinya Si Sulung bisa naik pesawat saat itu. Di bandara Fuzhou juga hampir tidak mungkin, karena di bandara itu Si Sulung hanya pernah pergi ke satu restoran dan selebihnya hanya berada di ruang tunggu di tempat duduk yang sama. CCTV bandara juga sudah diperiksa dan memang tidak terlihat adanya paspor jatuh baik ketika Si Sulung berada di restoran maupun di ruang tunggu.

Saya pun berusaha menelepon kantor pusat airline tersebut di China, sayang bahasanya tidak terpahami oleh saya 🤦‍♀️. Saya lalu meminta bantuan Mrs. Ivy untuk menghubungi airline tersebut dan meminta mereka mencari lebih detail lagi di seat row yang diduduki Si Sulung saat dalam pesawat tersebut. Awalnya Mrs. Ivy bilang kalau dari airline sudah mencarikan dari sejak hari kejadian, tapi memang tidak ketemu. Lagipula kalau ketemu pasti sudah diserahkan ke bagian lost & found bandara.

Ketika Si Sulung sudah berada di hotel dan sudah bisa lebih tenang, kami mengajaknya untuk merunut semua peristiwa dari bandara Changsha sampai bandara Fuzhou, terutama di bagian kapan terakhir kalinya dia membuka tas dan mengeluarkan isinya. Terakhir kali dia mengeluarkan paspor adalah pada saat passport checking di bandara Changsha. Setelah itu dia ingat sekali kalau paspornya dia masukkan kembali ke dalam tas. Dia bisa dengan jelas mengingat itu, karena dia tahu persis bahwa saat memasukkan paspor kembali itu, dia memasukkan bukan dalam kompartemen khusus paspor, melainkan di dalam kompartemen yang ada tablet serta buku catatan dan buku renungan hariannya. Katanya karena buru-buru dan sambil berjalan. Dia kemudian akhirnya teringat bahwa setelah di pesawat, dia ada mengeluarkan tablet untuk di-off-kan. Di situlah kami semakin yakin bahwa paspor Si Sulung berada di dalam pesawat itu. Kembali saya menghubungi Mrs. Ivy dan meminta tolong untuk menghubungi kembali pihak airline. Anak saya sudah yakin kalau paspor itu ada dalam pesawat tersebut, jadi tolong dicari dengan benar-benar lebih detail lagi. Puji Tuhan, Mrs. Ivy mau mendengarkan keyakinan kami itu. Beliau pun segera menghubungi pihak airline kembali dan puji Tuhan juga pihak airline mau bekerjasama. Mereka berjanji akan memberi kabar dalam waktu kurang dari 1×24 jam.

Malam itu, Si Sulung kembali datang ke bandara. Selain untuk mencari makan malam, juga sekalian singgah di bagian lost & found, siapa tahu ada keberadaan si paspor di situ. Ternyata nihil. Yah sudahlah, selesai makan malam mereka kembali ke hotel lalu beristirahat.

Kami juga di sini ikut beristirahat, meskipun sepanjang malam tidak tenang. Hati saya terus berkecamuk, ingin anak saya segera pulang.

Hari 3, 15 Januari

Hari ini, pagi-pagi Si Sulung berencana untuk berangkat ke kantor imigrasi pusat Fuzhou. Pagi itu kami berdoa bersama. Memohon Tuhan menjaga setiap perjalanannya, menaruhkan belas kasih di hati setiap orang yang berkepentingan, menolong agar usaha hari ini berhasil, dan juga meminta Tuhan kalau berkenan agar paspornya bisa ditemukan kembali. Karena sesungguhnyalah kalau paspor itu bisa ditemukan kembali, maka perjalanan panjang mengurus dokumen ini bisa berhenti di sini. Satu-satunya dokumen yang nanti akan perlu dia urus hanyalah exit visa and then that’s it, he can come back home.

Selesai sarapan, Si Sulung dan gurunya pun berangkat dengan taksi yang sama dengan yang kemarin, karena bapak taksinya baik dan sudah mengerti situasi Si Sulung. Perjalanan ke kantor imigrasi pusat Fuzhou memakan waktu 50 menit. Puji Tuhan, mereka bisa tiba  tepat ketika kantor akan buka. Mereka pun langsung dilayani dan puji Tuhan tak sampai sejam kemudian, certificate of loss passport sudah berada di tangan Si Sulung. Benar-benar kami berterima kasih pada semua pihak yang sudah membantu, baik dari kantor imigrasi pusat Fuzhou maupun dari KJRI yang memastikan data terproses dengan amat cepat seperti ini 🙏.

Kami pun langsung berencana agar mereka ke Guangzhou hari itu juga dengan bullet train. Segera kami mengecek jadwal kereta, dan ternyata ada jadwal keberangkatan di jam 13.47 yang tentu akan bisa terkejar kalau mereka bergegas.

Bullet train schedule from Fuzhou to Guangzhou that day

Mereka pun segera kembali ke hotel untuk check out dan mengambil barang-barang. Dari hotel, mereka ke kantor imigrasi bandara untuk mengurus perpanjangan dan pemisahan visa gurunya (karena tadinya visanya adalah visa rombongan). Ternyata tidak bisa di kantor imigrasi bandara, mereka harus kembali ke kantor imigrasi pusat Fuzhou lagi. Oalah….kenapa tidak diinfo sekaligus tadi? Mondar-mandir deh jadinya, padahal jarak bandara ke kantor imigrasi pusat Fuzhou itu ada lebih dari 50 menit😅.

Ketika mereka akhirnya bisa kembali ke kantor imigrasi pusat Fuzhou, kantor sudah tutup karena sudah jam makan siang. Jadwal kereta yang jam 13.47 sudah tidak mungkin lagi bisa terkejar. Tak mengapa, karena di sore hari pun masih ada jadwal kereta jadi semestinya hari ini mereka tetap bisa berangkat ke Guangzhou. Oh ya, kami memang ingin anak kami sesegera mungkin berangkat ke Guangzhou, karena selain agar prosesnya bisa lebih cepat, juga karena di Guangzhou ada kantor perwakilan Indonesia, sehingga bisa lebih tenang rasanya.

Begitu kantor sudah dibuka kembali, mereka pun segera mengurus visa gurunya.

Sementara mereka mengurus visa itu, Mrs. Ivy menelepon Si Sulung dan memberitahukan kalau…..

Paspornya telah ditemukan oleh pihak airline….

Di dalam pesawat…

Haleluya!

Jadi memang benar yah, paspornya itu terjatuh dan tertinggal di pesawat.

Saat itu perasaan hati ini langsung amat sangat lega dan bersyukur.

Puji Tuhan…puji Tuhan…puji Tuhan….

Tak terkatakan lagi lah pokoknya leganya seperti apa. Rasanya seperti melihat terang di ujung lorong yang gelap. Seperti yang kita tahu kalau seburuk apapun mimpi yang sedang kita alami, tapi tinggal menunggu waktu saja dan kita akan segera terbangun.

Anak kami tidak perlu lagi menempuh perjalanan dengan kereta cepat selama lebih dari 4 jam (bahkan bisa sampai 6 jam bila kereta transit di tempat lain dulu) ke Guangzhou. Tidak perlu lagi mengurus SPLP di KJRI Guangzhou. Tidak perlu lagi deg-degan apakah nanti bisa mengurus exit visa langsung di Guangzhou supaya bisa terbang pulang ke Jakarta langsung dari Guangzhou, ataukah dari keimigrasian Guangzhou akan mengharuskan anak kami kembali ke Fuzhou untuk mengurus exit visa-nya. Dan yang terpenting, kami tak perlu lagi harap-harap cemas menanti kepastian kapan anak kami bisa pulang ke rumah, karena dengan paspornya telah ditemukan, maka selambat-lambatnya besok kami sudah bisa bertemu dengan anak terkasih kami ini…. Oh, Tuhan Yesus, terima kasih 🙏.

Dengan ditemukannya paspor Si Sulung, maka segala pengurusan di kantor imigrasi pusat Fuzhou pun dibatalkan. Mereka jadinya bergegas kembali ke bandara untuk mengambil paspor yang telah diserahkan oleh pihak airline ke keamanan bandara. Untuk pengurusan exit visa mereka pun bisa langsung dilakukan di kantor imigrasi yang ada di bandara. Puji Tuhan, semua yang perlu diurus bisa selesai sore itu juga tanpa perlu mondar-mandir lagi. Sayangnya saat itu sudah terlalu sore, saya tidak bisa lagi membeli tiket kepulangan untuk mereka di malam itu. Tak mengapa, besok masih ada penerbangan. Menanti hanya untuk sehari lagi kini tak kami rasakan berat karena sebelumnya telah mempersiapkan diri paling cepat tiga hari lagi baru bisa bertemu anak kami.

Esok malamnya, lewat sedikit dari tengah malam, kami sudah berpelukan melepas rindu di halaman parkir bandara Soetta. Sungguh bersyukur rasanya saat itu, apalagi ketika mengingat kembali bahwa baru di tiga malam yang lalu kami penuh kekalutan, entah sampai kapan baru bisa bertemu kembali dengan anak kami, ternyata pada akhirnya Tuhan menolong hingga secepat ini kami sudah bisa berkumpul kembali.

Puji Tuhan, mimpi buruk akibat kehilangan paspor di negara orang itu pun benar-benar telah berakhir.

Hikmah Kehilangan Paspor di Negara Orang

Tuhan itu memang selalu baik yah. Meski permasalahan yang kita temui diakibatkan oleh kesalahan kita sendiri, tapi Tuhan tetap menolong memberi jalan keluar. Bahkan tak hanya solusi yang Tuhan berikan, tapi juga berkat berupa hikmah yang boleh kita alami ketika berhadapan dengan permasalahan itu.

Begitu juga dengan yang dialami oleh Si Sulung. Dia tak bisa pulang dan harus tertahan di negara asing karena kelalaiannya sendiri dalam menjaga benda yang sangat penting untuknya.

Tapi di tengah kesulitan yang dia hadapi, Tuhan tetap menolongnya di setiap langkah.

Tuhan berikan dia orang-orang yang menolongnya. Ada guru yang ikut tinggal mendampinginya, ada Ms. Ivy yang selalu sigap menjadi penerjemah lewat telepon ketika dia buntu dalam memahami penjelasan dalam bahasa Mandarin, ada bapak-bapak polisi yang membantu, ada bapak supir taksi yang begitu baik mengantarkan ke sana-sini, ada staf hotel yang merasa iba dan kemudian memberikan bantuan yang dia perlukan, ada staf-staf KJRI yang menunjukkan keprihatinan mereka dengan tindakan nyata, juga ada doa-doa dari semua elemen di sekolah agar dia bisa sesegera mungkin pulang (ini katanya sampai masuk pokok doa di sekolah 😍).

Dan tak hanya itu, Tuhan bahkan memberikan hikmah untuknya dengan tertahan selama 3 hari di Fuzhou dan harus mengurus dokumen-dokumennya sendiri di negara asing dan berhadapan dengan orang-orang yang berbicara dalam bahasa yang tidak dia kuasai. Kondisi itu membuat dia, naturally, belajar lebih berani, tenang, dan percaya diri selayaknya orang dewasa. Di malam pertama dia merasa takut, apalagi ketika berhadapan dengan polisi. Tapi setelah lewat malam itu, dia tidak lagi takut, dia tahu kalau dia ingin bisa sesegera mungkin pulang, dia harus kuat dan berani. Pada akhirnya, perjalanan field trip ke China ini sungguh-sungguh menjadi proses pendewasaan dirinya.

Hikmah tambahan lainnya, selain tentu kejadian ini mengajarkannya untuk lebih perhatian dan berhati-hati, adalah pulang-pulang dia sudah jauh lebih lancar berbahasa mandarin 😆. Sekian tahun belajar bahasa mandarin di sekolah dan les, ternyata hasilnya tidak seberapa dibanding kehilangan paspor di China selama tiga hari 😁.

Tapi meski ada hal-hal baik yang didapat lewat peristiwa ini, kejadian-kejadian seperti ini harap jangan diulang lagi ya nak, karena sungguhlah prosesnya sangat tidak menyenangkan. Biaya yang dikeluarkan juga bukannya sedikit. Memang untuk pengurusan dokumen sama sekali tidak ada biaya yah, karena China bukanlah negara yang setiap cap dan tanda tangan ada harganya. Tapi tetap saja, biaya untuk akomodasi dan transportasi selama di sana sampai kembali lagi ke Indonesia itu ya lumayan juga 😅. Jadi cukup ya nak, sekali ini saja yaaa…. 😁.

Langkah-langkah yang Harus Dilakukan Ketika Paspor Hilang di Luar Negeri

Sebenarnya kalau dari cerita saya yang panjang lebar di atas, pembaca sudah bisa menangkap ya apa saja yang harus kita lakukan ketika mengalami kehilangan paspor di luar negeri. Tapi ini saya buat ringkasannya agar mempermudah bagi pembaca yang nyasar ke blog ini karena sedang terdesak butuh informasi.

Langkah-langkah yang yang harus dilakukan ketika paspor hilang di luar negeri adalah sebagai berikut.

  1. Hubungi KBRI. Biasanya ketika kita tiba di satu negara, kita akan mendapatkan SMS dari penyedia layanan telekomunikasi yang berisi hotline KBRI setempat. Tujuan menghubungi KBRI ini, selain untuk melaporkan situasi kita, juga agar kita mendapatkan informasi lokasi perwakilan Indonesia (KBRI atau KJRI) yang terdekat dengan lokasi kita.
  2. Melapor ke kantor polisi setempat untuk mendapatkan surat laporan kehilangan paspor, di mana biasanya akan diminta salinan paspor yang hilang. Ini di luar negeri di mana saja sama ya, tapi mungkin prosedurnya yang akan berbeda-beda tergantung kebijakan dalam negeri negara tersebut. Contohnya kemarin kejadian di anak saya di China, tidak semua kantor polisi bisa membuat surat kehilangan paspor tersebut. Dan setelah mendapatkan surat laporan kehilangan dari kantor polisi pun, mereka masih harus mengurus pengesahannya lewat sertifikat di kantor keimigrasian China.
  3. Datangi kantor perwakilan Indonesia setempat, kemudian ajukan pembuatan Surat Perjalanan Laksana Paspor yang bisa digunakan selama berada di negara asing dan dapat digunakan untuk perjalanan kembali ke Indonesia (hanya untuk sekali perjalanan saja).

Dokumen yang diperlukan dalam pengurusan paspor hilang di luar negeri:

  • Salinan paspor yang hilang
  • Salinan tanda bukti visa yang masih berlaku
  • Salinan KTP
  • Salinan Akta Kelahiran
  • Salinan Kartu Keluarga
  • Pas foto
  • Surat keterangan tempat tinggal sementara (ini kemarin diminta oleh keimigrasian Fuzhou)
  • Surat pernyataan orangtua untuk permohanan pembuatan SPLP, bila kejadiannya seperti kami di mana yang kehilangan paspor adalah anak yang berusia di bawah 17 tahun. Selain surat pernyataan tersebut, KTP orangtua dan Kartu Keluarga juga akan dimintakan.

Langkahnya mudah, tapi akan menjadi sedikit sulit bila kita berada di tempat yang tidak memiliki perwakilan Indonesia di situ. Misal seperti anak saya kemarin yang tertahan di Fuzhou sementara perwakilan Indonesia ada di Guangzhou. Jadi untuk bisa transfer dari Fuzhou ke Guangzhou pun dokumennya harus lengkap dulu.

Dari kejadian anak kami kemarin, maka berikut beberapa saran tambahan yang bisa saya bagikan jika terjadi kehilangan paspor di luar negeri.

  1. Segera melapor baik ke perwakilan Indonesia serta ke kepolisian setempat.
  2. Cari penerjemah bila kita berada di negara dengan bahasa yang tidak begitu kita kuasai.
  3. Lebih disarankan ketika ke luar negeri, baik itu kota tujuan maupun kota transitnya, pilihlah kota yang ada kantor perwakilan Indonesia, baik itu KBRI ataupun KJRI. Keberadaan kantor perwakilan di kota di mana kita berada itu akan sangat memudahkan bila terjadi kehilangan paspor di luar negeri.

Dan dengan demikian, begitulah cerita saya tentang kejadian menegangkan terkait kehilangan paspor yang belum lama ini kami alami. Meskipun akhirnya teratasi, tapi sungguh berharap agar ini yang terakhir kalinya kejadian kehilangan dokumen penting di negara orang seperti ini. Dipikir-pikir sebenarnya memang horor sih. Jangankan yang masih anak-anak seperti anak saya yang mengalami, andai yang mengalami itu orang dewasa seperti saya sendiri juga yah pasti akan sangat panik. Dengan mengantongi paspor saja, namanya negara orang itu terasa sebagai tempat yang asing untuk kita, apalagi kalau kita tidak punya paspor. Ngeri rasanya jika terjadi apa-apa dan kita tidak tahu harus minta tolong sama siapa. Semoga para pembaca juga tidak pernah akan mengalami persoalan serupa yaaa….amin!

 

 

3 respons untuk ‘Ketika Kehilangan Paspor di Negeri China

Add yours

  1. Haii Kak Allisaa, aku silent reader tapi kali ini izin nimbrung saking ikut deg-degan sepanjang ceritanya. Nggak terbayang harus mendampingi dari jauh sementara anak mondar-mandir ikut birokrasi negara lain huhu. Semoga perjalanan-perjalanan lain nantinya dilindungi dari musibah seperti ini yaa

  2. Hi kak, duh aku ikut deg2an saat membaca kisah abang R dari awal. Pas udah di bagian akhir, aku agak kesel juga, kenapa airlinesnya tidak dari awal memeriksa kabin baik-baik ya.

    Puji Tuhan, abang bisa melalui semua dengan berani dan tegar. Duh ga kebayang kalutnya suasana hati keluarga di Indonesia.

Thanks for letting me know your thoughts after reading my post...

Blog di WordPress.com.

Atas ↑