Jakarta – Bandung PP 1 Hari dengan Kereta Panoramic dan Whoosh

Libur dalam rangka Hari Buruh di tanggal 1 Mei yang jatuh tepat di tengah minggu, kami manfaatkan untuk melakukan hal yang selama ini sudah lama ingin kami lakukan tapi setiap kali membuat rencana untuk itu selalu saja batal, yakni mencoba naik kereta Panoramic dan Whoosh. Puji Tuhan, setelah beberapa kali batal, kali ini akhirnya bisa tereksekusi justru tanpa perencanaan jauh-jauh hari. Cukup suami yang tiba-tiba memberikan ide sehari sebelumnya ketika dia sedang dalam perjalanan ke kantor yang mana tentu idenya itu langsung saya sambut dengan hati yang gembira 😁. Pembelian tiket pun segera kami finalkan saat itu juga and then just like that, we’re set to have a day trip to Bandung using Panoramic and Whoosh….yeayyy!!!  Memang yah, kalau belum jodoh mau dipaksakan juga susah. Tapi kalau memang sudah waktunya, ya bakal jadi saja 😁.


Itinerary

Mengingat perjalanan ini dilakukan di tengah minggu di mana hari sebelumnya kami masih beraktivitas seperti biasa dan besokannya lagi kami harus kembali beraktivitas normal, maka pilihan perjalanan untuk kami agar tidak terlalu melelahkan adalah berangkat di pagi hari menjelang siang dari Jakarta dan pulang di sore hari menjelang malam dari Bandung.

Kami memilih Panoramic untuk perjalanan pergi karena tujuan kereta ini adalah untuk menikmati pemandangan. Kuatirnya kalau pulangnya yang pakai kereta ini, alamat pemandangan yang bisa kami lihat hanyalah kegelapan 😁. Pulangnya nah baru pakai Whoosh supaya bisa segera tiba kembali di Jakarta.

Secara garis besar, rencana perjalanan kami pada hari itu adalah seperti berikut.

08.00 : Berangkat dari rumah Tangerang ke stasiun Gambir. Berangkatnya memang sengaja agak lebih awal mengingat sudah cukup lama dari sejak terakhir kali kami menggunakan kereta dan sekarang pasti sudah banyak perubahannya. Daripada nanti kami bingung-bingung dan akhirnya terlambat naik ke kereta, maka lebih baik datang lebih awal saja.

09.30 : Berangkat ke Bandung dengan kereta Pangandaran Panoramic.

12.15 : Tiba di Bandung, jalan ke Braga, makan siang di Braga Permai. Setelah itu jalan-jalan di sekitaran Jl. Asia Afrika dan alun-alun (tak ada rencana khusus untuk ini karena niatnya memang hanya untuk santai menikmati suasana sore di Bandung).

16.00 : Berangkat menuju stasiun Bandung.

17.15 : Berangkat dari stasiun Bandung menuju stasiun Padalarang dengan menggunakan feeder train.

17.53 : Pulang kembali ke Jakarta dengan kereta Whoosh dengan rute stasiun Padalarang – stasiun Halim.

18.30 : Tiba di stasiun Halim lalu pulang kembali ke Tangerang.

Sudah, begitu saja rencana perjalanannya. Singkat tapi sebenarnya cukup padat. Oh ya, untuk perjalanan kembalinya, kami sengaja tidak langsung menuju ke stasiun Padalarang, maksudnya biar sekalian juga mencoba naik feeder train,  mumpung sedang mencoba Whoosh kan jadi supaya lengkap feeder train-nya juga dicoba 😁.

Ready for Panoramic and Whoosh...wooohoooo!!!

Harga dan Pembelian Tiket Panoramic dan Whoosh

Untuk kereta Panoramic, karena sebenarnya kereta ini merupakan gerbong khusus pada rangkaian kereta biasa, maka di dalamnya tidak ada lagi pembedaan kelas tiket. Untuk harga tiket pada rute stasiun Gambir – Bandung, per tulisan ini dibuat, berada di kisaran Rp 400.000 – 450.000.

Sementara, untuk kereta Whoosh menerapkan tiga jenis kelas tiket, yaitu per tulisan ini dibuat adalah sebagai berikut.

  • First class, Rp 600.000
  • Business class, Rp 450.000
  • Premium Economy class, Rp 250.000

Untuk pembelian tiket bisa dilakukan melalui aplikasi KAI Access, aplikasi Whoosh, platform aplikasi lainnya (Traveloka, Livin Mandiri, dsb), juga dapat dilakukan langsung di stasiun.

Pengalaman Boarding dengan Face Recognition di Stasiun Gambir

Seperti yang saya bilang di atas, telah cukup lama sejak terakhir kali kami menggunakan layanan kereta api jadi bagaimana ketentuan serta prosedur untuk check-in serta boarding ya kami suami-istri ini sama-sama tidak tahu. Untuk mengantisipasi ketidaktahuan kami itu, maka kami datang lebih awal ke stasiun Gambir.

Dan ternyata, tidak ada tuh prosedur yang sulit apalagi membingungkan 😅.

Suasana di Gambir saat itu cukup ramai namun tidak terlalu padat, sehingga mudah untuk kami menemukan lokasi untuk check-in dan kami diarahkan untuk mendaftar ke sistem face recognition untuk memudahkan proses boarding. Nah, sistem face recognition ini nih yang baru kami ketahui. Oalah…ternyata PT KAI sudah menggunakan sistem ini. Mungkin hal ini bisa meresahkan untuk sebagian orang karena erat kaitannya dengan keamanan data pribadi. Tapi saya sih lebih melihat kemudahan dan keamanan proses boarding-nya.

Pendaftaran face recognition dapat dilakukan melalui aplikasi KAI Access, atau kalau mau lebih mudah bisa menggunakan layanan dengan dibantu oleh staf KAI yang disediakan di area sebelum masuk ke ruang tunggu. Kami memilih yang terakhir, karena toh sedang tidak ramai dan bahkan tak ada antrian juga. Proses pendaftaran berlangsung cepat karena hanya perlu mengkoneksikan dengan data kependudukan saja.

Setelah selesai mendaftar, kami pun langsung masuk tanpa kendala karena wajah kami berempat sudah dikenali oleh sistem. Oh ya, menurut informasi dari PT KAI, perekaman wajah ini cukup dilakukan satu kali dan wajah kita sudah akan dikenali di stasiun-stasiun besar apabila kita memiliki tiket yang aktif di stasiun tersebut pada hari itu. Data wajah akan tetap tersimpan selama penumpang aktif melakukan boarding dan akan terhapus apabila selama satu tahun penumpang tidak menggunakan layanan kereta.

Pengalaman Naik Kereta Panoramic Rute Gambir – Bandung

Setelah urusan boarding dengan sistem face recognition selesai, kami pun langsung naik menuju ke ruang tunggu. Jadwal keberangkatan kereta kami masih kurang lebih satu jam lagi, jadi lumayan lama harus menunggu. Puji Tuhan, karena kami membawa tiket Panoramic, maka kami bisa menunggu di executive lounge tanpa perlu membayar lagi. Lumayan yah, bisa menunggu sambil duduk dengan nyaman dan ditemani kopi, teh, serta aneka cemilan 😍.

Mendekati pukul 09.30, terdengar pengumuman untuk para penumpang kereta Pangandaran segera menaiki kereta. Karena tiket kami adalah untuk kereta Pangandaran Panoramic, maka itu berarti kami juga turut dipanggil untuk memasuki kereta.

Seperti yang saya bilang di atas, Panoramic itu sebenarnya bukanlah kereta khusus, melainkan gerbong khusus yang berada di paling depan dari rangkaian gerbong, alias gerbong nomor satu.

Begitu masuk ke dalam, kita akan disambut dengan ramah sekali oleh train attendant yang akan mengarahkan di mana seat  kita dan sekaligus juga memberikan tag card yang dapat digantungkan di koper (kalau bawa) atau seperti kami yang tidak bawa apa-apa, ya sudah disimpan saja dalam tas karena tag card ini memang adalah semacam suvenir juga untuk para penumpang Panoramic.

Gerbong Panoramic ini didesain sesuai dengan fungsinya yaitu memberikan pengalaman menikmati pemandangan secara lebih leluasa kepada penumpangnya, sehingga gerbong ini memiliki jendela kaca yang sangat besar di kedua sisinya serta juga dilengkapi dengan atap kaca. Dengan naik kereta ini, maka pemandangan di kiri kanan menjadi lebih jelas terlihat dan terasa lebih dekat 😍.

Kereta Panoramic yang kami naiki, hanya terdiri dari 10 baris kursi yang terbagi atas dua lajur kiri dan kanan. Kami memesan kursi pada dua baris paling belakang. Tak ada maksud khusus ketika melakukan pemesanan tersebut, tapi ternyata pilihan tersebut adalah yang paling tepat.

Kenapa?

Karena pertama, dengan berada di kursi paling belakang, kita lebih leluasa menikmati pemandangan. Kalau ingin berdiri-berdiri sambil berjalan-jalan di area belakang gerbong ya tidak masalah karena tidak akan mengganggu penumpang lain.

Alasan kedua, karena kursi kereta Panoramic bisa diputar hingga menghadap jendela. Asyik? Tentu saja, karena jadinya seperti sedang menonton pemandangan lewat di hadapan kita. Tapi, untuk melakukan hal tersebut ada syaratnya, yakni harus mendapat persetujuan dari penumpang di belakang kita. Nah, dengan duduk di kursi paling belakang, maka kita tak perlu repot-repot meminta persetujuan penumpang lain. Kalau ingin kursinya diputar, tinggal minta tolong saja sama train attendant untuk membantu kita memutarkan kursi.

Puji Tuhan, dengan duduk di dua bangku paling belakang, perjalanan kami pun menjadi lebih nyaman dan menyenangkan.

Sepanjang perjalanan dengan kereta Panoramic, kita akan terus dilayani oleh para train attendant. Mereka akan membantu bila kita memerlukan sesuatu, membagikan makanan ringan, membawakan minuman (jenis minumannya ada kopi hitam, kopi susu, teh, coklat panas, dll), membantu mengambilkan foto, dan sebagainya.

Train attendant juga akan memberikan informasi manakala kereta akan melewati spot tertentu yang tidak boleh dilewatkan oleh penumpang.

Nah, bicara tentang spot dan pemandangan yang dilewati, benar-benar yah selama 2 jam 45 menit perjalanan dengan kereta Panoramic ini, kami sama sekali tidak ada mengantuknya saking selalu saja ada pemandangan menarik yang dilihat di sepanjang jalan. Sawah, ladang bunga, bukit, lembah, stasiun kereta, jembatan, terowongan, bahkan anak-anak yang berlarian sambil melambaikan tangan ketika kereta lewat pun menjadi pemandangan yang indah. Apalagi saat itu cuaca sedang sedikit mendung dan sempat hujan sehingga suasana sekitar menjadi lebih syahdu dengan kabut di kejauhan yang menutupi perbukitan. Indah pokoknya!

Selain pemandangan, dengan kereta Panoramic ini kita juga akan melewati beberapa spot yang sangat istimewa.

  1. Jembatan Cisomang, yang merupakan jembatan kereta api tertinggi di Indonesia. Di sini pemandangannya indah sekali, tapi kalau melihat ke bawah memang rasanya jadi ngeri-ngeri sedap 😁.
  2. Jembatan Cikubang, yang merupakan jembatan kereta api terpanjang di Pulau Jawa.
  3. Terowongan kereta api Sasaksaat, yang merupakan terowongan kereta api aktif terpanjang di Indonesia. Terowongan ini memiliki panjang 949 meter. Ketika memasuki terowongan ini, pemandangan yang tadinya hijau, tiba-tiba menjadi gelap di kiri kanan dan karena terowongannya panjang jadi yah lumayan juga ada beberapa menit kiri kanannya gelap 😁.

Perjalanan selama hampir 3 jam dengan kereta Panoramic hampir tak terasa, apalagi mungkin bagi kami yang baru pertama kali ini naik, jadi inginnya bisa menikmati semua yang bisa dinikmati di sepanjang perjalanan. Puji Tuhan, sudah lama keinginan untuk naik kereta Panoramic ini saya rasakan, baru terwujud sekarang, dan ternyata memang sangat memuaskan! Sensasi, fasilitas, dan pelayanannya, semua memuaskan!

Bertemu dengan kereta Whoosh 😁
Tiba di stasiun Bandung, menyaksikan kereta Pangandaran berangkat kembali meninggalkan peron 😍

Pesona Bandung yang Tak Lekang Oleh Waktu

Salah satu hal yang membuat kami semangat mencoba naik kereta Panoramic dan Whoosh adalah karena tujuannya hanya ke Bandung yang notabene dekat saja dari Jakarta. Selain dekat, jalan-jalan ke Bandung juga memang selalu mengasyikkan. Kota ini memang punya pesona tersendiri sehingga meski tak terhitung lagi berapa kali sudah jalan-jalan ke Bandung, tapi sampai sekarang masih belum bosan dengan suasananya 😍.

Begitu tiba di stasiun Bandung, karena bertepatan dengan jam makan siang, maka begitu keluar stasiun kami langsung menuju ke Jalan Braga. Sesuai rencana, kami hendak makan siang di Maison Bogerijen alias Braga Permai yang termasuk dalam jajaran restoran tertua di Indonesia karena usianya yang telah menginjak 100 tahun 😲.

Setelah puas menikmati masakan dan suasana era kolonial di Braga Permai, kami pun berjalan-jalan menikmati suasana Jalan Braga sampai ke Jalan Asia Afrika. Saat itu, Bandung baru saja diguyur hujan sehingga suasananya itu somehow jadi bertambah romantis….hehehehe…..

Ketika berjalan-jalan di Jalan Asia Afrika, kami bertemu dengan street photographer di situ, langsunglah kami meminta untuk difotokan. Setiap kali ke tempat wisata, kami memang paling senang bila bertemu dengan fotografer, apalagi kalau yang sudah berusia sepuh yang mungkin sudah berpuluh tahun menjajakan keahliannya di balik kamera di tempat wisata tersebut. Kali ini street photographer yang kami temui di Jalan Asia Afrika adalah para kaum muda. Bagus juga sih, anak-anak muda yang masih berusaha mengembangkan keahlian tapi sekaligus sudah bisa menghasilkan dan tentu memberikan nilai tambah bagi daya tarik wisatawan untuk berjalan-jalan di sini.

Pengalaman Naik Feeder Train Rute Bandung – Padalarang

Seperti yang saya bilang di atas, karena kami akan mencoba naik Whoosh, maka supaya lengkap, kami juga ingin mencoba naik feeder train yang memang merupakan jenis transportasi yang disediakan khusus untuk Whoosh. Naik feeder train  ini gratis asal memiliki tiket Whoosh.

Untuk naik feeder train, kita tidak perlu check-in di stasiun jadi tidak perlu melalui sistem pemindaian wajah lagi. O ya, saat di sini, anak saya sempat iseng memindai wajahnya dan memang benar, karena dia tidak punya tiket kereta aktif dengan keberangkatan dari stasiun Bandung, maka wajahnya dianggap tidak dikenali 😁.

Meski berada di dalam satu gedung dengan stasiun Bandung, namun jalur masuk ke feeder station dibuat terpisah. Begitu akan masuk ke dalam ruang tunggu feeder train, petugas akan mengecek terlebih dahulu tiket Whoosh kita dan akan menginformasikan feeder train pukul berapa yang akan kita naiki. Dari situ bisa disimpulkan bahwa setiap keberangkatan feeder train adalah dedicated untuk satu jadwal keberangkatan Whoosh. Karena jadwal tiket Whoosh kami adalah di 17.53, maka kami dijadwalkan untuk naik ke feeder train pada pukul 17.15.

Ketika sudah mendekati jadwal feeder train kami, para penumpang pun dipanggil untuk bersiap naik. Yang pertama dipanggil adalah pemilik tiket First class dan Business class serta ibu hamil dan/atau yang membawa anak kecil. Kami memegang tiket Business class, jadi seharusnya kami juga bisa naik kereta terlebih dahulu. Sayangnya, kebanyakan penumpang yang mungkin sudah hapal jadwal dan sebagainya, bahkan sebelum ada pengumuman panggilan pun, sudah memadati area depan pintu boarding. Jadilah kami yang duduk menunggu di area dalam, jadi kesulitan untuk maju ke depan. Tak hanya kami, tapi ada ibu-ibu yang membawa anak di dalam stroller pun kesulitan untuk maju ke depan. Sampai akhirnya ya sudah, pasrah saja menunggu sampai waktunya semua penumpang dipersilakan masuk ke area boarding. Jalur boarding yang kami lalui juga cukup padat dan tampak kalau para penumpang lain seperti berlomba-lomba untuk duluan tiba di kereta. Awalnya kami agak bingung kenapa kok mesti berlomba-lomba begitu? Setelah kami tiba di feeder train, barulah kami mengerti alasannya.

Ternyata, jumlah kursi di dalam feeder train itu lebih sedikit dibanding total kapasitas kereta Whoosh. Karena jumlahnya lebih sedikit, maka duduknya pun tidak diatur, alias bebas memilih. Nah, kalau sampai terlambat masuk ke kereta, ya bisa jadi tidak lagi mendapat tempat duduk dan harus berdiri. Lalu kalau perginya berkelompok (seperti kami), bisa jadi harus duduk mencar-mencar karena mencari di mana yang kosong. Oalah…memang ya mencari kenyamanan di atas sesuatu yang gratis itu cenderung susah 😅.

Lalu bagaimana dengan nasib kami?

Jadi begini, seperti yang saya bilang di atas, kami memegang tiket Business class. Syukurnya, untuk penumpang First class dan Business class diberikan satu gerbong khusus yang terletak di paling depan. Begitu melihat kalau gerbong itu dikhususkan untuk kedua kelas tiket tersebut, kami pun langsung bergegas naik ke dalam gerbong tersebut. Dan ternyata, tetap saja susah lho menemukan kursi kosong di situ. Apalagi yang kosongnya bisa berdekatan empat kursi 😅. Sudahlah isinya hampir penuh, beberapa penumpang yang sebenarnya hanya bepergian seorang diri, memilih duduk di kursi bagian aisle sementara kursi di sebelahnya dijadikan tempat untuk meletakkan tas. Awalnya kami pikir mungkin karena nge-tag tempat untuk teman seperjalanannya yang belum naik ke kereta, jadi awalnya kami pun ya sudah, pasrah saja duduk terpisah-pisah. Saya dengan si bungsu sementara suami dan si sulung duduk masing-masing di tempat berbeda. Eh tapi ternyata setelah kereta mulai jalan, kursi-kursi itu tetap saja hanya berisi tas dan di dekat tempat duduk saya dan si adek terdapat dua kursi yang seperti itu. Satu kursi kosong di depan kami dan satu lagi di samping kami. Jadilah suami saya mengambil langkah untuk menghampiri penumpang yang hanya menjadikan kursi-kursi tersebut sebagai tempat duduk tas (syukurnya dua-duanya adalah bapak-bapak, jadi suami bisa lebih leluasa bicara). Suami hanya memastikan kalau tempat duduknya kosong, kalau iya maka akan kami pakai buat tempat duduk suami saya dan si sulung. Kedua bapak-bapak tersebut mau tak mau mempersilahkan, karena memang kursi-kursi tersebut adalah hak bagi para penumpang bukan bagi tas. Puji Tuhan, akhirnya perjalanan dengan feeder train dari stasiun Bandung ke stasiun Padalarang yang memakan waktu selama 20 menit itu bisa kami lalui dengan duduk berdekatan.

Bagaimana rasanya naik feeder train? Ya biasa saja sih, karena hanya seperti kereta biasa saja 😁.

Pengalaman Naik Whoosh Rute Padalarang – Halim

Setelah tiba di stasiun Padalarang, kami segera diarahkan untuk menuju ke peron karena kereta Whoosh kami akan segera tiba. Gerbong untuk Business class adalah di nomor 1 dan akan terdapat di paling depan, jadi kami pun menunggu di bagian paling ujung depan peron. Area untuk menunggu memang sudah diatur berdasarkan nomor gerbong yang akan kita naiki.

Tak berapa lama menunggu, kereta Whoosh pun datang. Karena kami berada di paling ujung, jadi posisi berdiri kami mendukung sekali untuk mengambil wefie di depan moncong kereta Whoosh. Kami mengambil foto sebelum kereta benar-benar berhenti.

Ketika keretanya sudah berhenti, kami segera naik ke dalam. Di depan pintu kereta kami disambut oleh train attendant yang ramah namun tidak memeriksa tiket kami dan juga tidak membantu mengarahkan apakah kami harus masuk ke sebelah kiri atau kanan gerbong. Sebagai informasi, pada gerbong yang kami naiki, begitu masuk terdapat dua pintu yang terletak berseberangan yang dalam kondisi tertutup. Kami, yang baru sekali ini naik Whoosh sempat bingung seat kami berada di ruangan sebelah mana. Mau bertanya kepada  train attendant, tapi posisinya mbaknya di luar kereta, sementara di belakang kami di dalam kereta sudah ada penumpang lain yang hendak masuk juga. Akhirnya logika pun berbicara bahwa biasanya yang paling mahal itu berada di paling depan. Di atas kelas tiket kami masih ada kelas First class, itu artinya yang di sebelah kanan pastilah untuk First class dan di sebelah kiri adalah untuk Business class.

Di dalam ruangan Business class, selain kami hanya terdapat satu rombongan penumpang lain yang hanya terdiri dari tiga orang. Selebihnya kosong 😁.

Di dalam perjalanan, kami dibagikan satu kotak makanan berisi roti, kue, dan air mineral.

Naik kereta Whoosh hampir tidak ada rasanya saking cepatnya kereta ini melaju. Apalagi ditambah saat itu sudah menjelang malam, jadi pemandangan di luar pun sama sekali tidak terlihat. Meski begitu, tetap rasanya menyenangkan sih karena kereta ini bisa membawa kami tiba di Jakarta dengan cepat sekali. Hanya selang 30 menit dari sejak kereta ini berangkat, kami pun sudah tiba di stasiun Halim 😍.

O ya, ada perbedaan manajemen antara Whoosh dengan Panoramic dan Feeder Train. Kalau Panoramic dan Feeder Train dimiliki oleh PT KAI, maka Whoosh dimiliki oleh PT KCIC yang merupakan joint venture company antara beberapa BUMN Indonesia (yang mana salah satunya adalah PT KAI) dengan perusahaan konsorsium China.

Begitulah pemirsa pengalaman kami mencoba naik kereta Panoramic dan Whoosh lengkap dengan feeder train-nya juga.

Kesimpulannya, yang paling berkesan memang adalah kereta Panoramic karena sensasi yang diberikan memang istimewa, tidak heran kalau banyak turis mancanegara juga ingin mencoba naik Panoramic. Saat kami naik kereta tersebut, selain kami hanya ada beberapa orang saja yang adalah warga negara Indonesia, selebihnya adalah turis mancanegara 👍. Jadi bisa dibilang berwisata dengan kereta Panoramic ini adalah jenis wisata yang wajib sekali dicoba apabila memungkinkan. Harus bangga dong ya Indonesia juga sudah punya scenic train seperti yang ada di Jepang dan beberapa negara Eropa.

Untuk Whoosh, patut juga sih dicoba. Tapi karena kami bukan yang termasuk membutuhkan kereta ini untuk mobilitas sehari-hari, jadi yah sekali coba saja cukup…hehehe…. Ke depannya semoga ada perbaikan untuk feeder train supaya bisa mengangkut lebih banyak penumpang dan supaya saat masuknya juga lebih teratur tanpa harus berdesak-desakan.

Namun, terlepas dari adanya hal yang perlu ditingkatkan (yang mana tentu bisa dimaklumi ya, berhubung beroperasinya juga masih terhitung baru), satu hal yang pasti kami sangat menikmati liburan kami kali ini. Bersyukur, meski hanya satu hari, namun bisa termanfaatkan untuk mendapatkan pengalaman baru yang sangat menyenangkan. Puji Tuhan….

Thanks for letting me know your thoughts after reading my post...

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Atas ↑