Dunia Yang Luas Tapi Sempit

Apa kabar nih setelah hari Pemilu lewat?

Bahagiakah pemirsa dengan hasilnya?

Semoga lebih banyak yang bahagia ya daripada yang tidak, meskipun mungkin yang dipilih bukanlah yang memperoleh suara terbanyak. Pilihan kita bisa sama dengan kebanyakan orang, bisa juga berbeda. Ya tak mengapa, itulah gunanya ada Pemilihan Umum, yang penting kita sudah turut berpartisipasi menyuarakan pilihan kita lewat kertas suara. Yang terpenting juga adalah, setelah kita menjadi warga negara yang baik dengan cara menggunakan hak pilih kita, sekarang tugas kita adalah menjadi warga negara beriman yang dengan tulus ikhlas mendoakan pemimpin yang telah terpilih agar dapat dipakai Tuhan untuk mendatangkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat. Amin!

Demikianlah preambule soal Pemilu yang saya yakini akan terus menjadi headline di berbagai news platform tanah air sampai tiba waktunya pelatikan presiden baru 😁. Sekarang yuk mari masuk ke inti yang mau saya ceritakan kali ini, yaitu tentang dunia yang luas tapi sempit.

Kalau dunia itu luas, rasanya tak perlu lagi ada penjelasan atau contohnya ya. Tempat di dunia ini sangat banyak, mulai dari puncak gunung-gunung tinggi sampai ke dasar samudera luas. Dunia ini juga adalah rumah bagi segala macam kehidupan dan kebudayaan yang masing-masing memiliki keunikan serta ciri khas tersendiri. Saya yakin, tak ada seorangpun yang berani mengklaim bahwa ia telah mengelilingi dunia dalam pengertian yang sebenarnya, karena itu adalah hal yang mustahil dilakukan dalam satu kali kehidupan saja. Butuh hidup beberapa kali dulu, baru deh bisa punya waktu yang cukup untuk benar-benar mengunjungi all the places in this vast world 😁. Dengan kata lain, adalah mustahil bagi manusia untuk benar-benar berkeliling dunia ini.

Jangankan bicara soal dunia yang secara fisik memang ada ya, dunia maya yang bisa kita lihat di dalam layar dengan hanya menggerakkan jari kita saja pun begitu luas, sehingga wajar kalau ada hal yang viral tapi tak semua orang tahu. Saya sering seperti ini nih, apalagi kalau sudah soal influencer dan selebriti ini-itu, wah sepertinya makin ke sini saya makin banyak tidak tahunya 😅. Dan saya yakin, yang seperti saya ini juga banyak. Bahkan yang rajin mengikuti para selebriti baik itu yang memang selebriti di layar kaca maupun yang sekedar selebriti di layar media sosial pun pasti banyak juga yang mereka tidak kenal, karena saking banyaknya memang manusia yang disebut selebriti di dunia ini, apalagi jaman sekarang 😁.

Namun dunia ciptaan Tuhan ini memang sungguh unik, karena meski sangat luas, dihuni oleh begitu banyak manusia, dan tentu tak selebar daun kelor, momen di mana kita justru merasa sebaliknya, bahwa dunia ini hanya selebar daun kelor, tetap sering terjadi.

Nah, sekarang saya mau cerita nih beberapa momen di mana saya mengalami sendiri betapa dunia ini hanyalah selebar daun kelor sehingga isinya pun hanyalah manusia yang berputar-putar di situ-situ saja.

Momen 1: Temanku, Murid Tanteku

Peristiwa ini terjadi sewaktu saya masih tinggal di Palembang dan anak saya yang pertama masih merupakan murid sekolah musik Yamaha. Karena kelas musiknya adalah berupa grup, maka tentu tak hanya anak saya yang berteman dengan kawan-kawan segrupnya, tapi saya juga ikut berteman dengan mama-mama yang setiap minggu mengantarkan anaknya les musik di situ. Di antara semua mama yang berteman dengan saya, ada satu yang paling sering berinteraksi dengan saya sehingga kemudian of course, I considered her as a friend. 

Suatu kali, ketika sedang ngobrol-ngobrol, teman saya ini, sebut saja Jeng D, bertanya tentang nama belakang saya. Ternyata Jeng D menanyakan soal itu karena dulu sewaktu masih menjadi awak kabin pesawat terbang, Jeng D ini punya instruktur dengan nama belakang yang sama.

Saya, yang baru tahu kalau Jeng D adalah mantan awak kabin pesawat tentu saja kaget, karena tanpa Jeng D menjelaskan lebih lanjut, saya sudah tahu siapa instrukturnya yang bernama belakang sama dengan saya itu. Meski sudah tahu dengan hampir pasti (karena nama belakang saya ini di Indonesia hanya dimiliki oleh keluarga besar saya saja dan beberapa tante saya memang berprofesi sebagai flight attendant), namun untuk mengonfirmasi, saya pun bertanya, “Siapa nama instrukturnya?”

Jeng D menjawab, “Mbak L.”

Confirmed.

Saya pun langsung dengan takjub menjawab, “Oalah Jeengg…..itu tante aku!”

😍😍😍😍

Saya takjub, karena tak menyangka bahwa meski kami berasal dari daerah yang terpisah jauh, saya di Manado sementara Jeng D di Palembang, namun sebelum kami berdua saling terkoneksi lewat anak-anak kami, ternyata kami sudah terkoneksi lebih dulu lewat tante saya 😍.

Oh, dunia, betapa sempitnya dirimu 😅.

Momen 2: Kenalan Blogku, Adik Temanku

Nah, kalau yang ini ceritanya begini.

Setelah kami pindah ke sini dan anak-anak juga pindah sekolah di sini, maka saya pun jadi mendapatkan teman-teman baru, yaitu para mama di sekolah anak-anak. Di antara teman-teman baru saya itu, ada satu yang menjadi cukup dekat dengan saya, sebut saja namanya Jeng S.

Nah, suatu kali, setelah sekian lama kami berteman, akhirnya ketahuan kalau ternyata salah satu kenalan blog saya adalah adik kandung Jeng S ini 😁.

Kalau dipikir-pikir, the chances were small kan ya untuk hal yang seperti ini terjadi. Apalagi karena pembaca blog saya juga bukannya yang terhitung sangat banyak. Tapi karena dunia ini ternyata memang hanya selebar daun kelor, jadi yah tetap saja kejadian 😅.

Momen 3: Teman Anakku, Anak Teman Satu SMA-ku

Satu lagi kejadian yang saya alami setelah pindah ke sini.

Jadi ceritanya, sejak dari awal anak saya yang kecil mulai bersekolah di sini, saya sudah tahu bahwa ada salah satu temannya yang sepertinya orangtuanya juga berasal dari daerah yang sama dengan asal saya, yaitu Manado. Tahunya dari mana? Ya tentu dari nama belakang, lah! 😁

Setelah sekian waktu berlalu, suatu kali anak saya janjian untuk bermain bersama teman-temannya yang mana salah satunya adalah si anak Manado ini. Karena mereka masih kanak-kanak kan ya, maka tentu para mama pun ikut datang menemani. Nah, saat itulah saya baru punya kesempatan untuk mengobrol dengan mama anak Manado ini, yang mana ternyata mamanya itu, sebut saja namanya Jeng N, juga sama-sama orang Manado 😍. Begitu tahu kami punya root yang sama, jadi otomatis dong ya obrolan kami juga menjadi panjang hingga tersangkut ke soal dulu sekolah di mana.

Dan ternyata, tidak saja kami lulusan SMA yang sama, tapi kami juga satu angkatan 😅.

Parahnya, kami tidak saling kenal, padahal kami masing-masing mengenal teman kami masing-masing juga, alias sebenarnya circle pertemanan Jeng N dan saya yah masih di situ-situ juga. Besar kemungkinan sebenarnya kami sudah pernah ada encounter sebelumnya saat di SMA, hanya tidak saling notice saja karena saking banyaknya siswa dalam satu angkatan kami. Tak menyangka, teman satu SMA yang dulunya bahkan tidak saling mengenal, ternyata akhirnya bisa berteman justru di tempat yang sangat jauh dari asal kami. Dunia ini memang luas, sehingga bahkan yang satu sekolahan pun bisa tidak saling mengenal. Tapi dunia ini juga sempit karena bisa mempertemukan orang dari sana dan dari sini 😁.

Momen 4: Temanku, Ipar Kakak Kelasku

Belum lama ini, saya dan beberapa teman pergi melayat ke salah satu rumah duka di Jakarta Barat. Yang meninggal adalah seorang pendeta senior, yang sudah cukup sering saya dengar khotbahnya di atas mimbar dari sejak saya SMP (beliau pernah melayani di Manado), yang mana pendeta tersebut adalah mertua laki-laki dari salah seorang teman baru saya di sini. Jadi saya datang melayat dengan status sebagai teman dari menantu almarhum pendeta tersebut.

Setelah menyampaikan turut berbelasungkawa dan setelah mengobrol cukup lama, kami pun hendak pamit. Nah, saat teman saya yang adalah menantu dari almarhum mengantarkan kami keluar, bertemulah kami dengan anak-anak dari almarhum, termasuk dengan anak yang paling bungsu. Tahu kalau saya berasal dari Manado, teman saya kemudian langsung mengenalkan saya pada adik iparnya tersebut, yang namanya kita sebut saja dengan Jeng G. Wah, tahu kalau Jeng G pernah cukup lama tinggal di Manado, langsung lah bahasa Manado saya keluar dengan lancarnya. Begitu juga dengan Jeng G. Obrolan berlangsung sampai ke urusan sekolah, dan di situ kami baru sadar kalau kami adalah kakak dan adik kelas. Ketika Jeng G tahu nama belakang saya, dia merasa kalau iyah, dia pernah mendengar nama itu. Dan ketika saya tahu nama panggilannya ketika masih di SMP, saya pun langsung mengenalinya sebagai kakak kelas satu tingkat di atas saya. Rupanya masa SMP yang sudah berlalu kurang lebih tiga puluh tahun membuat kami tak saling mengenali wajah, tapi setidaknya masih kenal nama sedikit-sedikit 😁. Saat itu juga, kami pun langsung berpelukan, karena meski dulu tidak begitu saling mengenal, tapi rasanya seperti benar-benar menemukan kawan lama yang muncul kembali dari bagian hidup yang telah lama sekali berlalu.

Dunia ini memang luas, tapi ternyata cukup sempit juga untuk masa lalu dan masa sekarang bertemu dengan cara yang tak terduga 💕.

Momen 5: Temanku, Dosen Adikku

Satu lagi peristiwa yang terjadi belum lama ini.

Jadi di sekolah anak-anak yang sekarang, saya adalah anggota komite yang mewakili tingkatan kelas anak saya yang bungsu. Suatu kali ada anak baru di kelasnya, pindahan dari Manado dan memiliki marga Batak. Dari situ saja sudah terasa ada koneksinya ya 😁. Sebagai perwakilan komite, saya kemudian menghubungi mama dari si anak baru untuk berkenalan. Namanya kita sebut saja dengan Jeng E. Meski bukan asli Manado, tapi Jeng E sudah cukup lama tinggal di Manado sehingga bisa berbahasa Manado. Kami pun mengobrol cukup panjang lewat telepon. Pembicaraan berlanjut sampai ke soal pekerjaan dan saya cukup terkejut mengetahui kalau Jeng E memiliki profesi yang sama dengan adik saya, yaitu dokter gigi. Terkejut, karena berarti ada kemungkinan mereka saling mengenal. Dan setelah saya memberitahu kalau adik saya adalah juga dokter gigi dan kemudian menyebutkan namanya, kami berdua menjadi sama-sama terkejut karena ternyata oh ternyata, adik saya dulunya adalah mahasiswa Jeng E…

Oalah….

Siapa yang menyangka bisa begitu kan ya? 😅

Luar biasa memang, sudah ke sana dan ke mari, tapi ternyata dunianya masih berputar di situ-situ juga 😁.

Begitulah pemirsa, beberapa kejadian yang pernah saya alami yang membuat dunia ini meski tak selebar daun kelor, tapi ternyata tetap kecil juga sehingga sering terjadi pertemuan-pertemuan tak terduga yang orang-orangnya masih berputar di situ-situ saja.

Teman-teman juga pasti pernah kan mengalami hal yang kurang lebih sama dengan cerita saya di atas? Kalau iya, share yuk di kolom komentar *eaaa….kenapa jadi ala post di Instagram yak? 😜*

P.S.

The image on top is generated by Canva AI.

2 respons untuk ‘Dunia Yang Luas Tapi Sempit

Add yours

Thanks for letting me know your thoughts after reading my post...

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Atas ↑